Mohon tunggu...
Gabriel Tanggela Walu
Gabriel Tanggela Walu Mohon Tunggu... Administrasi - guru/ pendidik

Nama : Gabriel T. Pale Walu, Tempat,Tanggal Lahir : Lenang 24 Maret 1996, Hobi : Digital, Cita - Cita : Digital

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejara Terjadinya Pasola di Sumba Barat Daya

2 Maret 2024   17:11 Diperbarui: 2 Maret 2024   17:15 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"PASOLA" berasal dari kata sola atau hola yang berarti kayu lembing. Dalam konteks ritual, pasola merupakan tradisi perang adat dimana dua kelompok penunggang kuda saling berhadapan, kejar-mengejar seraya melempar lembing kayu kearah lawan.
Dalam tradisi itu, setiap suku beradu ketangkasan. Mereka berperang saling melempar tombak sambil menunggang kuda. Tidak mudah. Risiko pun tinggi. Mulai terjatuh dan terpelanting. Bahkan ada juga yang terkena lemparan tombak. Berdarah"  Itu biasa. Begitulah tradisi Perang Pasola.
      Seperti yang di ketahui Perang Pasola merupakan sebuah ritual adat yang selalu dilakukan setiap tahunnya. "Februari atau Maret," hal ini di lakukan untuk menjaga adat tetap hidup di antara laju perkembangan zaman yang semakin berkembang, serta sebagai bentuk penghormatan para penduduk sumba untuk leluhur mereka yang selalu menjaga dan memberi kehidupan.Namun di balik meriahnya kegiatan festival pasola ada sejarah cerita masyarakat menarik di dalamnya. Pada zaman dahulu kala hiduplah janda cantik bernama Rabu Kaba di Kampung Waiwuang sumba.
        Saat itu Rabu Kaba merupakan seorang janda Umbu Dulla. Tak lama kemudian, perempuan cantik itu dinikahi salah satu pemimpin kampung, Umbu Amahu. Setelah resmi menikah, Rabu Kaba ditinggal sang suami mengembara dalam waktu yang cukup lama.
      Pada saat itu umbu Amahu tidak sendirian. Ia ditemani dua pemimpin lainnya, Ngongo Tau Masusu dan Bayang Amahu. Nahas, ketiga pemimpin nan gagah itu tak kunjung kembali. Warga setempat pun menganggap mereka telah mati.
    Pada waktu bersamaan, Rabu Kaba kembali jatuh cinta. pada seorang pemuda dari Kampung Kodi bernama Teda Gaiparona. Sayangnya, cinta mereka terhalang adat. Cinta mereka juga tak direstui oleh kedua keluarga. akhirnya mereka memutuskan untuk kawin lari.
       Saat itu Rabu Kaba pergi meninggalkan kampung bersama suami barunya. Tidak  lama berselang, keajaiban datang. Ketiga pemimpin Kampung Waiwuang ternyata kembali. Termasuk suami Rabu Kaba, Umbu Amahu.
        Berita kembalinya Umbu Amahu sampai ke telinga Rabu Kaba. Namun, perempuan itu sudah terlanjur jatuh hati dengan Teda Gaiparona. Ia pun memutuskan untuk tidak kembali ke dalam pelukan Umbu Amahu yang sudah pulang.
         Saat mengetahui hal itu, Umbu Amahu sangat marah, tidak  menyangka istri tercinta pergi meninggalkannya. Akhirnya Umbu Amahu memerintahkan warga Waiwuang untuk mengadakan tradisi menangkap nyale (cacing laut) dan Pasola untuk melupakan kesedihan tersebut. Dan akhirnya tradisi itu di lanjutkan sampai sekarang menjadi sebuah warisan budaya yang sangat menarik dan berhasil menarik perhatian para wisatawan dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun