Siapa dari kita yang tidak kenal dengan aktor ternama Leonardo DiCaprio? Aktor berusia 47 tahun tersebut telah membintangi berbagai film. Salah satu film yang terbilang sangat fenomenal adalah Titanic (1997). Titanic telah menghiasi layar kaca perfilman di Indonesia dan juga negara lain.
 Film ini merupakan film romansa yang terbilang sukses pada masanya karena mengangkat alur cerita yang cukup menguras air mata. Bergeser sedikit ke perfilman Indonesia, ada salah satu film yang memiliki kemiripan dengan Titanic yaitu Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (2013).
Film ini berangkat dari novel yang ditulis oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau popular disebut sebagai Buya Hamka.
Kedua film tersebut memiliki plot cerita yang hampir sama dan juga memiliki ciri khas dalam latar tempatnya yakni kapal. Kesuksesan kedua film ini berangkat juga dari banyaknya penikmat genre drama/romansa. Meskipun muncul pada dua generasi berbeda, keduanya tampak seperti memiliki bebarapa kesamaan aspek sinematografi walaupun terdapat hal yang berbeda pula.
Berdasarkan Vita (2022), genre berfungsi sebagai kotak alat atau blueprint/ model/ format. Dalam film Titanic dan juga Tenggelamnya Kapal van der Wijck keduanya memiliki genre yang sama yakni drama/romansa. Hal ini memungkinkan suatu film dengan genre yang sama memiliki plot atau alur cerita yang sama.
Seperti halnya Titanic dan Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, mereka memiliki plot yang sama yakni cinta yang berakhir tragis bak Romeo dan Juliet.
Pasti di luar sana banyak dari kita yang mengira bahwa film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menyontek cerita dari Titanic. Nyatanya di luar sana banyak film yang memang secara plot atau alur cerita mirip namun dengan latar tempat atau tata rias yang berbeda.
Berdasarkan Vita (2022) kekurangan dari adanya genre ini membuat penonton sudah mulai bisa menebak bagaimana suatu plot atau alur cerita akan berakhir.
Genre yang mengandung format di dalamnya atau template membuat kebanyakan dari kita ketika menonton film mengeluarkan kalimat seperti ini pasti nanti pemeran utamanya blablabla atau tuh kan bener apa juga aku bilang, akhirnya tuh udah ketebak banget. Hal-hal seperti ini sudah umum kita jumpai bahkan kitapun pasti pernah mengatakannya.
Sebagai seorang penonton, kita harus mengetahui untuk apa genre itu diciptakan. Selain mempermudah kita untuk mengklasifikasikan sebuah film, ia juga memberikan preferensi bagi kita. Ketika menonton sebuah film, kita harus teliti dengan genre yang dibawakan.
Prasangka buruk akan plagiarisme bisa hilang apabila kita mampu membandingkan satu film dengan yang lain. Apabila kedua film memiliki genre yang sama dengan plot atau alur cerita yang hampir sama, kemungkinan besar hal tersebut terjadi karena adanya format atau template yang disebabkan oleh terciptanya istilah genre itu sendiri.
Daftar Pustaka
 Vita, R. A. (2022). Buku Ajar Filmologi Kajian Film
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H