“Sudah sepatutnya sekolah menjadi rumah kedua bagi para terdidik. Tempat ditempa menjadi seorang yang pantas menyambut masa depan yang tiada tara. Untuk berguru pada mereka yang telah sepuh.”
Kolese Kanisius, 1927, 4C1L, dan Ad Majorem Dei Gloriam, empat kaul mistik yang kerap disebutkan oleh siswa Kolese Kanisius. Entah mereka memahaminya atau tidak, ketika engkau bertanya pada mereka, “Apa itu Kolese Kanisius?”, sebuah jawaban absolut yang mengandung empat kaul tersebut akan diberikan padamu. Doktrin selama enam tahun, telah membuat para Kanisian menjelma dan beralih dari remaja banal, menjadi sosok utopis diantara dunia yang pragmatis. Ia ditempa dan digembleng oleh berbagai perspektif, ia dituntut untuk menjadi tombak bagi generasinya. Menikam mereka yang tak percaya akan masa depan para generasi muda dengan kebenaran dan keberanian.
Aku adalah saksi langsung dari enam tahun doktrin Kolese Kanisius. Tahun 2019 menjadi awal perjalanan panjang yang begitu singkat. Seorang anak muda yang berasal dari sekolah dasar antah berantah. Seorang anak cungkring yang tak tahu manfaat etika. Ia ingin membuktikan segala pada dunia, tetapi apa daya seorang fana tiada pengetahuan. Dia akan terjatuh dalam lubang jurang terdalam dunianya. Diantara bintang lain yang bergelimang, ia akan redup, mencoba memahami apa artinya dunia ini? Apa manfaatnya daku bersekolah disini? Pandangan yang begitu tak lazim, kewajiban yang begitu membebani, sesungguhnya apa guna seorang muda menyiksa diri sendiri?
Sebuah sekolah relik bernama Kolese Kanisius, gedung-gedung besar di tengah Menteng Raya. Ketika engkau mendengar nama itu, maka bulu kudukmu akan berdiri tegap. Bagi mereka yang berada di sekolah dasar, Kanisius adalah tujuan utama. Give us your child and we will return you a man, slogan andalan Pater Edu kala itu. Jika kau diterima, pada tepat pukul 12.00 WIB sekitar akhir bulan Oktober engkau akan mendapatkan kabar bahagia, diterima di Kolese Kanisius. Akan tetapi, kebahagian yang sementara akan berakhir disini. Tahun pertama adalah awal bagi segalanya, seorang tanpa aksi akan gagal pada titik ini.
Bagi seorang siswa berprestasi di sekolah dasar, ia akan merasa begitu angkuh. Merasa bahwa segala telah ditaklukan olehnya, tetapi standar telah berubah, maka engkau harus berubah. Aku? Aku tidak berubah, aku tetap mengikuti standar lama-ku. Matematika, Fisika, Biologi, IPS, dan berbagai pelajaran menjadi musuh utama bagi para kelas tujuh, ditambah pula dengan adiksi permainan online sungguh kombinasi yang begitu mematikan, serta kegiatan sekolah yang begitu padat (Pekan Olahraga Kanisius dan Canisius Talent Spotting). Tiada waktu yang dikerahkan untuk belajar, segala telah habis bermain permainan online atau berolahraga di sekolah. Tugas terbengkalai, ulangan remedial, dan pemanggilan orang tua ke sekolah adalah sebuah kewajiban. Engkau akan merasa berbeda, maka untuk mengubahnya persiapkan dirimu dalam menghadapi berbagai persepsi. Mulai dari mencicil materi secara mandiri, bertanya kepada teman sebaya, dan tidak takut untuk mengikuti berbagai kegiatan, serta dinamika Kolese Kanisius.
Walaupun suasana terkesan mengecam bagi seorang siswa tahun pertama, seluruh kegiatan difokuskan untuk proses pengembangan siswa. Menjadikan siswa sebagai versi terbaik dari diri mereka masing-masing. Dengan kondisi yang begitu kritis dan waktu yang menipis, kemampuan siswa dalam mengatur waktu dalam pembagian waktu bermain, belajar, dan mengerjakan tugas menjadi esensi utama. Memang benar, hali ini memakan periode atau durasi yang signifikan. Akan tetapi, mempertimbangkan jumlah siswa dalam satu angkatan yang tidak banyak, fasilitas yang mencukupi, serta kemampuan guru dalam menangani keunikan setiap siswa memberikan kabar baik bagi siswa. Sekalipun anda terjatuh, anda akan dibantu oleh para formator kompeten yang terdiri dari pater, frater, dan bapak atau ibu guru.
Itu adalah masa lalu Kolese Kanisius. Hampir genap empat tahun sejak sosok baru menjadi wajah dari Kolese Kanisius. Tak kusangka, Kolese Kanisius kini berada dibawah gengaman tangan seorang pemimpin kapitalis yang memanfaatkan pendekatan sosialis. 2021, ia menggabungkan SMP dan SMA yang merupakan dua unit berbeda, memang benar bahwa berbagai permasalahan diselesaikan melalui sarana ini. Bermula dari konflik internal yang terjadi antara para formator, tentang hal etika yang entah diajarkan di SMP atau tidak. Sebuah kolese yang terpecah menjadi dua unit, kini tergabung menjadi satu kembali. Tak bisa dipungkiri, ia berhasil menyelesaikan masalah tersebut secara efektif. Tidak ada pula yang disebut sebagai unit SMP ataupun unit SMA. Perubahan gaya kepemimpinan berarti perubahan kebijakan dan perubahan sentimen.
Kini Kolese Kanisius melaksanakan renovasi dan rencana pembangunan besar-besaran. Sejak perubahan sosok kepemimpinan Kolese Kanisius, terdapat berbagai pembaharuan yang telah dilakukan dimulai dari renovasi lapangan sepak bola, gedung tengah Ignatius, running track, pengecatan kembali seluruh gedung Kolese Kanisius, dan rencana-rencana pembaharuan besar lainnya. Pengunaan dana tersebut dapat dibuktikan dimanfaatkan secara efektif bagi Yayasan Budi Siswa. Namun, artikel ini bukan tentang bagaimana Kolese Kanisius mendapatkan suntikan biaya yang begitu signifikan melainkan tentang tulang belakang Kolese Kanisius, yaitu sumber daya manusia yang kerap disebut sebagai formator.
"Sebuah pengamatan sederhana, bagi mereka yang tak pernah ditanya."
Penulis menjadi pengamat secara langsung akan kewajiban besar yang harus dipikul oleh para formator. Andai kata seorang siswa memasuki ruangan kubikel para formator tujuan utamanya adalah untuk bertanya ataupun memberikan keluhan terkait dengan nilai, maka ia tidak akan menyadarinya. Hanya jika seorang siswa memasuki ruangan dengan tujuan utama untuk berbincang, maka ia dapat menyadari hal yang sederhana. Ketika memasuki kubikel guru, lihatlah apa yang terdapat di meja guru tersebut. Suatu hal yang menjadi kesamaan utama adalah sebuah cermin dan sisir. Dua alat sederhana, tetapi bermakna. Pagi-pagi sekitar pukul 06.50 WIB sebelum para formator masuk kelas atau bahkan bertemu dengan siswanya, perjalanan yang panjang telah dilalui. Entah dari kereta komuter atau macet kota Jakarta. Rambut yang berantakan akibat helm motor atau bau apak dirasakan dalam hidung. Maka, para formator menggunakan cermin sederhana dan merapihkan rambut dengan sisir atau menggunakan parfum agar bau apak hilang. Para formator tahu bahwa seorang siswa harus melihat seorang citra guru sejati, seorang yang tahan banting, seorang yang tahu jawaban dari segala masalah, dan seorang yang rela berkorban.