Pengalaman Berkunjung ke Tempat Wisata Tanoker

Syalom,

Halo Semuanya,perkenalkan nama saya Gabriella Situmorang.Mahasiswa dari Universitas Negeri Medan.Saya mahasiswa PMM di Universitas Jember.

Kembali lagi dengan cerita pengalaman saya Kelompok 7 Modul Nusantara berkunjung ke tempat wisata di Tanoker Kecamatan Ledokombo 

Kebinekaan 4:Menganalisis keragaman wisata budaya tanoker ,pada hari Sabtu, 24 September 2022 .

Kami menaikki angkutan kota secara bersama-sama megalitikum guna mengenal budaya permainan tradisional.Perjalanan dari Universitas Jember tujuan ke tempat wisata Tanoker selama 1 jam 30 menit.Selama di perjalanan kami sebagian tidur dan ada juga main hp dan berbicara dengan supir nya.

Sesampainya kami di tempat wisata Tanoker kami disambut dengan ramah dan baik ,dipasangkan mahkota dengan daun pisang .Menurut saya itu istimewa dan diberikan minuman air jahe hangat ,saat itu saya tidak meminumnya tidak cocok dengan perut saya lagi diare.

Selesai itu kami berfoto bersama ,lalu itu kami dipersilahkan untuk memasuki sebuah ruangan berdiskusi tujuan supaya kami bisa mengetahui sejarah tempat wisata Tanoker dan sebelum memulai presentasinya kami disajikan dalam piring tersedia goreng pisang,buah salak dan sawu dan jagung rebus dan minuman bisa berubah warna ungu saat dicampur dengan asam,tetapi saya hanya makan yang tersedia di piring tersebut.Pada saat itu saya juga tidak lupa meminum obat diare saya yaitu entrostop dan minum air hangat yang saya bawa .

Saat Presentasi ibu pemilik tanoker juga menyanyikan sebuah lagu di tanoker dan saat itu juga kami dipersilahkan untuk bertanya dan beberapa teman saya pun bertanya dan berfoto bersama selesai berdiskusi.

Kamu tau gak sih gimana tempat wisata Tanoker ?

yuk, disimak yah teman-teman! 

Tanoker merupakan kelompok masyarakat di Desa Ledokombo, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur yang memberikan perhatian kepada anak buruh migran setempat dengan berbagai kegiatan seni, budaya, dan ekonomi lokal. Kelompok ini awalnya digagas pasangan suami-istri Suporahardjo dan Farha Ciciek yang kemudian menjadi motor gerakan sosial di sana.