Indonesia merupakan negara yang dipenuhi dengan praktik eksploitasi. Eksploitasi yang sangat jelas terlihat di Indonesia adalah eksploitasi terhadap Sumber Daya Alam (SDA). Kasus eksploitasi SDA yang terjadi di Indonesia terbilang sangat tinggi dan terbilang sudah sangat berlebihan. Jika dibiarkan saja, maka seiring berjalannya waktu, kekayaan alam yang ada di Indonesia akan semakin berkurang, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa kekayaan alam yang ada di Indonesia akan benar-benar habis.
Ironisnya, masalah eksploitasi SDA belum tuntas, kini muncul eksploitasi di sektor yang lainnya, yaitu eksploitasi terhadap Sumber Daya Manusia (SDM). Eksploitasi SDM saat ini sedang booming di Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia yang dimanfaatkan secara berlebihan dan secara ilegal. Parahnya, eksploitasi SDM yang terjadi di Indonesia sebagian besar terjadi pada anak-anak di bawah umur. Anak-anak yang seharusnya masih bermain dengan bebas bersama teman-teman sebayanya, kini dipaksa untuk menjadi mesin penghasil uang bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang tak jarang pelakunya adalah orangtua mereka sendiri. Anak-anak dipaksa untuk mengamen, mengemis, meminta-minta, menjadi pekerja seks dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak lainnya. Padahal sudah jelas di tetapkan peraturan yang mengatur batasan usia tenaga kerja. Sayangnya, di Indonesia peraturan ini seakan tidak berlaku.
“Anak-anak lebih menjual” mungkin itulah yang terpikirkan dalam otak para oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut. Prinsip yang telah melekat tersebut membuat mereka asyik memonopoli anak-anak demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Betul memang jika dikatakan zaman sekarang adalah zaman yang terbalik, dimana bukan lagi anak-anak yang bergantung kepada orang dewasa. Tetapi orang dewasalah yang bergantung pada anak-anak.
Melihat kasus-kasus yang terjadi sehubungan dengan eksploitasi anak, pasti akan menimbulkan pertanyaan. Apakah pemerintah menyadari adanya kasus-kasus tersebut? Akan terasa ganjil jika kita mengatakan bahwa pemerintah tidak menyadari akan adanya eksploitasi anak yang terjadi secara besar-besaran ini. Bahkan pemerintah pasti melihat sendiri fakta dari kasus eksploitasi ini. Kecuali mereka yang hanya sibuk dengan kekuasannya dan hanya mengurung pengelihatan mereka di dalam gedung-gedung megah tempat mereka bekerja. Tanpa melihat sisi gelap dari realita yang ada di sekelilingnya yang mungkin ada tepat di sebelah gedung-gedung megah tersebut.
Dengan semakin maraknya kasus eksploitasi anak yang terjadi, bukan hanya mengekang kebebasan anak-anak, tetapi juga telah membunh jiwa kepemimpinan mereka. Secara tidak langsung, mental anak-anak Indonesia yang menjadi korban eksploitasi tersebut telah dibentuk menjadi mental budak, bukanlah mental seorang pemimpin. Padahal seluruh rakyat Indonesia tahu, bahwa anak-anak Indonesia yang ada pada saat ini merupakan cikal bakal penerus dan pemimpin bangsa. Apa jadinya jika sebagian besar anak-anak yang ada di Indonesia menjadi korban eksploitasi? Mungkin Indonesia akan menjadi Negara yang semakin terpuruk, karena bibit-bibit penerus bangsanya saja sudah tergerus mental kepemimpinannya. Apakah masih pantas membebankan kewajiban sebagai penerus bangsa ke tangan anak-anak Indonesia pada saat ini, sedangkan pemerintah sendiri tidak peduli terhadap mereka? Menyedihkan memang melihat kenyataan yang terjadi saat ini. Tetapi juga seperti lelucon yang menggelitik ketika melihat kelakuan pemerintah yang hanya mau membebankan segudang kewajiban kepada anak-anak sementara mereka hanya memberikan secuil dari banyaknya hak yang seharusnya mereka peroleh.
Pemerintah seakan-akan tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi dengan anak-anak bangsa yang diperbudak oleh oknum-oknum yan tidak bertanggungjawab. Pemerintah bungkam, mungkin itulah kata yang lebih tepat untuk menggambarkan kondisi saat ini. Mereka melihat, mendengar, mengetahui, dan bahkan mereka mempunyai kewenangan untuk melakukan gebrakan besar sehingga eksploitasi tersebut dapat dihentikan. Tetapi pada kenyataannya hanya sebuah sentilan kecil yang dilakukan. Sentilan yang tidak ada dampaknya bagi para oknum-oknum pelaku eksploitasi yang mungkin sudah terlampau kebal dengan hal tersebut.
Pemerintah selama ini hanya sibuk berteriak di balik singgasana mereka. Mereka hanya sibuk berkutat dengan peraturan-peraturan yang mereka buat tanpa memastikan kembali apakah peraturan tersebut sudah terealisasikan dengan baik atau belum. Betul memang jika ada yang mengatakan bahwa Indonesia termasuk kedalam Negara yang benar –benar melindungi hak-hak anak. Terbukti dengan didirikannya lembaga perlindungan anak dan seabrek peraturan yang memuat tentang perlindungan anak. Tetapi pernyataan tersebut bisa dibenarkan hanya jika kita melihat dari kacamata pemerintah yang lensanya telah diburamkan dengan anggapan mereka bahwa semua masalah sudah tertangani dengan sempurna oleh peraturan-peraturan dan lembaga-lembaga yang telah mereka bentuk.
Lain halnya jika kita melihat dari kacamata rakyat. Maka akan jelas terlihat bahwa realita yang terjadi di Indonesia, terutama mengenai kasus eksploitasi anak, tidak tertangani dengan sempurna seperti yang terlihat dari kacamata mereka yang hanya melihat dari sisi atas saja. Mereka seakan enggan meihat sisi lain yang jelas-jelas menampilkan pemandangan yang jauh berbeda dengan apa yang ada dipikiran mereka selama ini. Bahkan berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) sangat jelas dipaparkan bahwa dari tahun 2010-2013 telah terjadi 397 kasus eksploitasi anak yang berhasil diketahui. Parahnya lagi, berdasarkan data tersebut, kasus eksploitasi yang terjadi setiap tahunnya selalu bertambah. Dengan adanya data seperti itu, apakah masih bisa dikatakan bahwa peraturan-peraturan dan lembaga-lembaga bentukan pemerintah berfungsi dengan baik?
Alangkah lebih baiknya jika pemerintah bisa memberikan perlindungan yang lebih bagi anak-anak yang memang berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah, sehingga mereka tidak dieksploitasi dan diubah fungsinya menjadi mesin penghasil uang. Bukan hanya dengan mengadakan lembaga dan peraturan yang mengurusi masalah perlindungan anak, tetapi juga kontrol langsung terhadap keadaan anak-anak yang rawan menjadi korban eksploitasi SDM, karena apalah arti sebuah peraturan dan lembaga dibentuk apabila kasus-kasus yang terjadi tak kunjung surut.
Pemerintah juga dinilai perlu mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada para orangtua khususnya yang berada di daerah-daerah yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat kelas menengah ke bawah agar para orangtua tersebut tidak memanfaatkan anaknya sendiri untuk menghasilkan uang dengan cara yang salah. Dengan kata lain mencegah agar mereka tidak melakukan eksploitasi terhadap anaknya sendiri.
Selain itu juga, sepatutnya pemerintah memberikan anggaran yang lebih guna menunjang kesejahteraan anak-anak yang rawan menjadi korban eksploitasi tersebut. Dengan kata lain pemerintah seharusnya memberikan persentase anggaran yang lebih besar untuk rakyat, bukannya yang terjadi seperti sekarang, rakyat mendapatkan persentase anggaran yang lebih kecil dibandingkan persentase anggaran yang diberikan untuk pegawai negara.