Kehadiran komunitas bank sampah APEL dilandasi oleh permasalahan bahwa masyarakat kurang mencintai lingkungan serta tidak adanya kemampuan dan keinginan untuk mengelola sampah. Permasalahan utama yang pertama terkait masyarakat tidak mencintai lingkungan ini dipicu oleh beberapa faktor.Â
Pertama, masyarakat sudah terbiasa untuk tidak perlu berurusan dengan kesehatan lingkungan. Hal ini didukung karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah akan pentingnya menjaga kesehatan alam dan kurangnya atau bahkan tidak ada tempat-tempat pembuangan sampah yang ada di jalan-jalan sekitaran trotoar sehingga masyarakat cenderung membuang sampah sembarangan.Â
Kedua, sedikitnya empati masyarakat atau adanya sikap acuh tak acuh oleh masyarakat karena menganggap bahwa pelestarian alam adalah tugas dari pemerintah.
Oleh sebab itu, dari permasalahan utama pertama tentang masyarakat tidak mencintai lingkungan ini menimbulkan berbagai dampak pula bagi diri sendiri maupun kita sebagai masyarakat.Â
Dampak pertama, masyarakat kurang memiliki pengetahuan terkait pentingnya pelestarian alam dan dikarenakan jarangnya tempat pembuangan sampah pada jalan-jalan trotoar sehingga sampah-sampah akan bertebaran dimana-mana dan mengotori jalanan.Â
Lalu dampak kedua yakni memungkinkan kemunculan bencana-bencana alam seperti banjir dan tanah longsor karena kondisi lingkungan yang memprihatinkan. Pandangan bahwa pelestarian lingkungan adalah tanggung jawab pemerintah menjadikan kondisi lingkungan menjadi semakin tidak terawat.
Kemudian permasalahan utama yang kedua adalah tidak adanya kemampuan dan keinginan untuk mengelola sampah. Faktor pendorong pertama dalam permasalahan ini yaitu seperti sebelumnya bahwa kurangnya sosialisasi dari pemerintah akan pentingnya pengelolaan sampah organik, non organik, mana yang dapat diolah kembali, dan mana yang tidak.Â
Kedua, masyarakat malas untuk menyiapkan segala peralatan yang berhubungan dengan memilah sampah, seperti tempat sampah, memilah sampah yang dimiliki, dan membersihkan terlebih dahulu sampah-sampah yang dapat diolah kembali.
Dari sini, timbul berbagai akibat seperti masyarakat menganggap bahwa pengelolaan sampah memakan waktu serta sulit untuk dilakukan. Akibat lainnya yaitu terjadi penumpukan sampah pada pemberhentian terakhir sampah, dikarenakan tidak adanya pemilahan sampah-sampah yang dapat diolah kembali.
Berdasarkan permasalahan diatas, solusi pertama yang dapat saya berikan yakni sosialisasi dari pemerintah, entah tentang pelestarian lingkungan maupun pentingnya pengelolaan sampah. Sosialisasi yang dilakukan pun dapat didukung dengan teori jarum suntik menganggap bahwa media memiliki kekuatan atau power untuk mempengaruhi khalayak dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa (PAPRINDOWATI, 2011).Â
Sosialisasi ini pun dapat disebarkan melalui media massa, karena media massa pada teori jarum suntik ini digambarkan lebih pintar serta lebih segalanya dari audience.Â