KUA merupakan Kantor Urusan Agama, tugas dan perannya merupakan kantor yang mengurus mengenai pernikahan dalam hal mengenai pencatatan pernikahan, rujuk, wakaf, zakat, bahkan kependudukan. Namun tidak hanya itu, KUA memiliki peran yang lebih luas, KUA sendiri merupakan tugas dari Kementerian Agama. KUA memiliki program yang disebut program revitalisasi KUA, Dimana terdapat pelayanan bimbingan keluarga, pelayanan bimbingan kerumahtanggaan, juga bimbingan wakaf dan zakat.
Namun bagaimana jadinya jika KUA melayani urusan pencatatan pernikahan Agama lain selain Islam seperti yang telah terbentuk selama ini? Menteri Agama Yaqut Cholil, dalam rapat kerja Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam  juga telah menyatakan komitmennya mengenai KUA sebagai tempat pencatatan  pernikahan bagi umat non-muslim.  Ia menyebut bahwa KUA adalah sarana Kementerian Agama, dan baginya Kementerian Agama  adalah kementerian untuk semua agama tidak hanya Agama Islam. Ia juga menyebut bahwa pihaknya sedang membicarakan tentang prosedur pernikahan dan pencatatan pernikahan  di KUA untuk semua Agama, dan mekanisme hingga regulasinya sedang dalam tahap pembahasan sampai saat ini.
Di Indonesia ada 6 agama yang diakui, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu. 5 agama lainnya telah memiliki tempat pencatatan pernikahannya sendiri. Â Pertama ada agama Kristen, melakukan pernikahan di gereja, dan pencatatan pernikahannya dapat dilakukan di Disdukcapil, agama Hindu melakukan pernikahan di Pura dan pencatatan pernikahannya dapat dilakukan di Disdukcapil, agama Buddha melakukan pernikahan di wihara dan pencatatan pernikahannya dapat dilakukan di Disdukcapil, lalu agama Konghucu, melakukan pernikahan di Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, dan pencatatan pernikahannya dapat dilakukan melalui adat yang biasanya dilaksanakan di Klenteng. Untuk memenuhi rencana menjadikan KUA sebagai tempat pernikahan semua Agama, maka harus mendapat persetujuan, setidaknya dari semua Agama yang telah diakui di Indonesia, diluar dari Agama yang ada,namun belum di akui hingga saat ini.
Sampai saat ini, ada hukum yang mengatur mengenai pencatatan perkawinan non-muslim, yaitu pada peraturan Menteri Dalam Negeri No.14/2020. Sehingga untuk merealisasikan pernikahan Agama selain islam di KUA masih sulit untuk dilakukan, karena jika ingin merealisasikannya, maka harus ada peraturan yang diubah terlebih dahulu. Lagi pula KUA berada dalam naungan Dirjen Bimas Islam, sehingga sulit untuk dilakukan.
Kementerian Agama telah mempersiapkan KUA menjadi tempat pernikahan dan pencatatan pernikahan Agama lain selain Agama Islam, melalui program  bimbingan lintas Agama, insfratruktur, dan juga regulasi. Pendukung dari pihak Kementerian Agama juga mengungkapkan akan menggandeng penyuluh Agama dari berbagai Agama lain guna membahas pernikahan di KUA. Tetapi tetapi harus tetap berkoordinasi dengan pihak terkait secara lebih lanjut, yaitu semua Agama lain mengenai hal ini.
Namun,sampai saat ini, berbagai pro dan kontra diterima mengenai rencana dari Kementerian Agama guna melakukan pernikahan lintas Agama di KUA. Seperti Buddhism Indonesia (KCBI): Eric Fernando, pelaksana Harian DPP Keluarga Cendekiawan Buddhism Indonesia, setuju dengan rencana pencatatan pernikahan semua Agama di KUA, namun ada juga kontra, seperti Beberapa pemeluk Agama Kristen atau Katolik tidak setuju dengan rencana melakukan pernikahan dan pencatatan pernikahan semua Agama di KUA, karena melakukan pemberkatannya di gereja.
Ada beberapa manfaat yang didapatkan jika pernikahan semua Agama dapat dilakukan di KUA, yaitu:
Memperkuat hubungan antar umat Agama, Dimana dengan mengubah KUA menjadi tempat pernikahan semua Agama, hubungan antar umat Agama dapat lebih baik dan lebih terintegrasi. Juga dengan melakukan pernikahan semua agama di KUA dapat mempermudah pendirian rumah ibadah, dengan mengubah KUA menjadi tempat pernikahan semua Agama, ruang aula dapat difungsikan sebagai tempat ibadah sementara bagi umat non-Muslim yang masih kesulitan mendirikan rumah ibadah sendiri karena faktor ekonomi dan sosial. Melalui beberapa factor pendukung ini, rencana dari Kementerian Agama untuk menjadikan KUA sebagai tempat pernikahan dan pencatatan pernikahan semua Agama akan mendapat dukungan.
Namun, Kembali lagi ada banyak faktor yang harus diubah dan diperbaharui jika ingin merealisasikan hal ini, sebagai contohnya, pernikahan di KUA saat ini dilakukan oleh penghulu, apakah semua Agama yang lain setuju jika dinikahkan oleh penghulu, atau harus diubah juga? Atau bagaimana dengan proses pernikahan yang sudah dijalankan semua Agama selama ini, apakah harus diubah, atau KUA akan menyanggupi tanpa mengubah proses pernikahan yang selama ini telah dijalankan oleh Agama yang ada. Mengingat juga bahwa KUA masih berada di bawah Dirjen Bimas Islam, dan jika aturannya tak diubah, pelayanan Agama juga akan sulit dilakukan di KUA.
Penulis beranggapan bahwa sebelum merealisasikan KUA sebagai tempat pernikahan semua Agama selain Agama Islam, perlu adanya banyak pertimbangan dan keputusan yang diambil. Tidak mudah jika harus mengubah peraturan Menteri Dalam Negeri No.14/2020 yang membahas mengenai mengatur mengenai pencatatan perkawinan non-muslim. Pengadaan rencana ini juga perlu melihat persetujuan dari agama agama terkait, jika ada Agama yang keberatan, hendaknya menjadikan KUA sebagai tempat pernikahan semua agama tidak dilangsungkan. Â Hendaknya Keputusan yang akan diambil akan memberi dampak yang baik, serta memberi masukan yang positif bagi semua agama yang ada terkait mengenai pernikahan dan pencatatan pernikahan yang ada.