Mohon tunggu...
Gabriel Angga
Gabriel Angga Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pudarnya Bhinneka Tunggal Ika

12 Februari 2017   20:57 Diperbarui: 12 Februari 2017   21:05 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir 72 tahun lamanya Indonesia merdeka dengan keberagaman suku bangsa, agama, dan ras yang saling hidup berdampingan. Bhinneka Tunggal Ika telah menjadi semboyan dan pedoman kehidupan masyarakat Indonesia sejak 1945. Namun, kebhinnekaan sedikit demi sedikit luntur karena adanya gejolak politik yang menggunakan keberagaman sebagai salah satu kendaraan untuk menarik simpati sebagian besar masyarakat dan menjatuhkan orang lain.

Ada pihak – pihak yang menggunakan keberagaman dalam panggung perpolitikkan Indonesia, yang dalam hal ini adalah agama. “Jangan pilih pemimpin kafir!”, sudah sangat sering kita dengar di dalam kehidupan politik kita sehari – hari. Bukannya memojokkan suatu pihak, hal tersebut merupakan hak mereka untuk menyampaikan pendapat karena kita tinggal di negara demokrasi. 

Namun janganlah kita menggunakan keberagaman kita untuk hal – hal yang bersifat politik. Sudah seharusnya kita menuju budaya politik modern, dimana kita menjauhkan hal – hal yang mengandung agama, ras, dan etnis untuk hal – hal yang berbau politik di negara kita. Kita seharusnya tidak menggunakan agama atau etnis untuk hal – hal politik, yang dapat merusak indahnya keberagaman/pluralisme di Indonesia, yang dapat merusak indahnya hidup berdampingan tanpa ada rasa dendam, yang sebenarnya datang bukan dari masalah personal dengan orang lain, yang dapat menghancurkan keutuhan NKRI, yang menyebabkan kebencian dimana – mana, yang merusak indahnya keberagaman.

Pluralisme itu indah kawan. Saya adalah seseorang keturunan Tionghoa – Jawa beragama Katolik yang juga berteman dengan orang yang memiliki keturunan Batak, Ambon, dan masih banyak lagi, yang memiliki agama yang juga berbeda dengan saya. Tapi apakah kami saling membenci? Apakah kami memiliki dendam karena kami berbeda agama? TIDAK. Kami hidup saling berdampingan, hidup sebagai seorang teman sejati, hidup sebagai orang yang saling melengkapi kekurangan yang kami miliki masing – masing. Kami tidak mendiskriminasi satu dengan yang lainnya karena agama, ras, atau etnis yang kami miliki. Pluralisme mulai luntur sejak ada pihak – pihak yang mengatas-namakan agama dalam panggung politik. Pluralisme mulai luntur sejak ada pihak – pihak yang TIDAK BERTANGGUNG JAWAB atas kelakuan mereka yang merusak keindahan keberagaman dan pluralisme yang dimiliki Indonesia.

Sebagai seorang warga negara Indonesia, sudah seharusnya kita mengemban nilai – nilai semboyan kita, Bhinneka Tunggal Ika. Kita tidak boleh mudah terhasut oleh provokator yang mencoba untuk merusak indahnya pluralisme di Indonesia. Kita tidak boleh mudah terhasut oleh mereka yang berusaha untuk memecah belah persatuan dan keutuhan NKRI. Marilah sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, kita meningkatkan kebhinnekaan kita, kita menghargai seluruh keberagaman dan pluralisme yang kita miliki. Marilah kita berubah untuk membuat Indonesia lebih hebat.

#bersamamerawatperbedaan

#beraniberubah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun