Istilah Resiliensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai kemampuan untuk beradaptasi serta pulih dari situasi sulit. Dalam tulisan ini, situasi sulit yang dimaksud adalah situasi pandemi Covid yang menerpa seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia pada tahun 2020-2022.Â
Selama tahun 2021-2022 walaupun dalam kondisi Covid, Sub Sektor Perkebunan tetap mampu tumbuh dan memberikan kontribusi sebesar 88,11% dari total nilai ekspor komoditas pertanian nasional pada tahun 2022 atau naik dibandingkan tahun 2021.Â
Pada tahun 2021, subsektor perkebunan juga mampu tumbuh 3,52% dengan kontribusi sebesar 3,94% terhadap PDB nasional, lebih tinggi daripada subsektor pertanian lainnya.
Pengembangan kawasan perkebunan Indonesia selama kurun waktu tahun 2020 hingga 2022 meningkat cukup pesat. Luas areal perkebunan rakyat meningkat dari 6.044.058 ha pada tahun 2020 menjadi 6.379.937 ha pada tahun 2022. Demikian pula dengan luas perkebunan besar juga mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, luas areal perkebunan nasional meningkat dari angka 14.586.597 ha pada tahun 2020 menjadi 15.380.891 ha pada tahun 2022.Â
Angka rata-rata produktivitas  komoditas perkebunan juga meningkat dari 3.814 kg/ha pada tahun 2020 menjadi 3.903 kg/ha pada tahun 2022 (Data: Ditjenbun-Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022).
Untuk mempertahankan capaian kinerja tersebut, sejak tahun 2022, Direktur Jenderal Perkebunan mencanangkan strategi Era Baru Perkebunan Indonesia yaitu Perkebunan Bio Industri dengan beberapa program diantaranya Perkebunan Partisipatif dan pembangunan Ekosistem Perkebunan terintegrasi dari hulu hingga hilir melibatkan seluruh pihak terkait. Reorientasi program dan manajemen dilakukan untuk mendorong peningkatan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan dilakukan melalui pengembangan komoditas berbasis kawasan, inovasi dalam peningkatan mutu, pengembangan dan hilirisasi produk perkebunan dan sebagainya.
Tantangan-tantangan dalam pengembangan komoditas berbasis kawasan diantaranya ketersediaan lahan baru, kesiapan benih bermutu, antisipasi terhadap perubahan iklim, proses hilirisasi produk, serta terjadinya gangguan organisme pengganggu tumbuhan (hama, penyakit dan gulma) akibat El Nino. Musim kering yang berkepanjangan akibat El Nino merupakan tantangan dalam pembangunan perkebunan.Â
Kondisi tersebut berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap budidaya perkebunan diantaranya terganggunya metabolisme tanaman yang kemudian mempengaruhi produksi tanaman, ketahanan tanaman terhadap serangan hama penyakit.
Beberapa tantangan lain dalam pembangunan dan budidaya perkebunan khususnya peningkatan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan, aspek mutu dan standarisasi pengolahan pasca panen, penguatan kelembagaan pekebun, peningkatan peran generasi muda dalam kegatan budidaya perkebuan, serta tantangan iklim investasi yang akan memperkuat usaha agribisnis perkebunan.
Pihak terkait dalam upaya menjaga resiliensi sub sektor perkebunan tentunya Pemerintah baik pusat maupun daerah, sektor swasta, dan  kelembagaan petani sebagai pelaku utama usaha sektor pertanian.
kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi komoditas pertanian serta dewan komoditas pertanian nasional. Pada tulisan ini penulis membatasi ruang lingkup kelembagaan petani pada tingkatan kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Kelembagaan petani memiliki arti penting karena posisi mereka sebagai pelaku usaha yang secara bersama-sama mengembangkan komoditas perkebunan.
Dalam Permentan RI disebutkan bahwa kelembagaan petani terdiri atas