Terurai sebuah puisi dari sebuah cerita perjalanan pertama di kereta KAI, di mana setiap detik membawa makna yang mendalam. Dari Pasar Senen ke Malang, 13 jam penuh keajaiban dan pengalaman baru menanti. Ketepatan waktu, kenyamanan, dan pemandangan yang menakjubkan membentuk kisah tak terlupakan. Di antara derak roda dan pemandangan yang mengalir, saya menemukan arti sejati dari perjalanan. Mari kita telusuri jejak kenangan yang tak hanya menghubungkan tempat, tetapi juga hati.
Agustus dua ribu dua puluh dua menjadi perjalanan pertama, Â
Membawa haru dari Pasar Senen menuju Malang yang kutuju. Â
Kereta Matarmaja, 13 jam penuh cerita, Â
Impian lama di rel, akhirnya menjadi nyata dalam langkah. Â
Aku datang dari Simalungun yang jauh, Â
Merantau, dengan tekad yang tak pernah luluh. Â
Kutemui stasiun ramai, dengan petugas yang ramah, Â
Menunjukkan jalan, kursiku pun terarah. Â
Kereta KAI, ketepatan waktu bukan sekadar janji, Â
Setiap perhentian, setiap menit, begitu pasti. Â
Berangkat tanpa telat, tiba di stasiun dengan tepat, Â
Profesionalitas ini membuatku terpikat. Â
Tak pernah kuduga, tenang dan nyaman di kereta, Â
Suara roda berdetak lembut, bukan bising seperti yang kukira. Â
Perjalanan terasa damai, seolah kereta ini berbicara, Â
Mengajak menikmati, setiap detik tanpa resah. Â
Sekalipun kereta ekonomi yang kupijak, Â
Kebersihan terawat, dan petugas selalu siaga. Â
Mereka berkeliling untuk mengambil sampah tanpa cela, Â
Membuat suasana tetap bersih, dan nyaman di mata. Â
Kursi empuk menyambutku di tiap jengkal, Â
Gorden di jendela, menahan panas siang yang terik. Â
AC berhembus lembut, dan colokan setia mendampingi, Â
Baterai penuh, kabar kepada keluarga bisa terus kuberi. Â
Petugas datang, dengan senyum menawarkan rasa, Â
Popmie, kopi, makanan ringan hingga hidangan selera. Â
Perjalanan terasa hangat, bukan hanya kenyang di perut, Â
Namun hati yang merasa nyaman dan terpaut. Â
Di sepanjang rel, petugas berbagi cerita, Â
Tentang tempat-tempat bersejarah dan pemandangan di sekitar kita. Â
Pantai, sawah, terowongan yang kulewati, Â
Menambah warna dan memori yang takkan terlupa di hati. Â
Di balik jendela, alam begitu akrab, Â
Sawah dan desa, pepohonan dan perbukitan yang menatap. Â
Kereta ini menghubungkanku pada dunia yang nyata, Â
Mengisahkan kehidupan di sepanjang lintasan sejarah. Â