Mohon tunggu...
Gabby Indrawati
Gabby Indrawati Mohon Tunggu... -

Calon CEO

Selanjutnya

Tutup

Nature

TPST Piyungan Kelebihan Beban, Jogja Darurat Limbah dan Sampah!

28 Maret 2019   13:00 Diperbarui: 28 Maret 2019   13:15 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sempat heran sekaligus bergidik saat melintasi sebuah pasar tradisional di bilangan Bugisan. Di sudut pasar terdapat sebuah bak penampung sampah yang setiap pagi penuh dengan buntelan plastic. Biasanya bak itu akan dibongkar oleh mobil pengangkut sampah. Saya dan ratusan orang lainnya sudah mengakrabi pemandangan ini. Bagaimana tidak, peristiwa bongkar muat sampah itu sedikit melambatkan lalu lintas pagi. Pemandangan pagi yang agak mengganggu ini ternyata justru saya syukuri hari-hari ini. Terutama kala saya melihat tumpukan buntelan sampah yang menggunung disekitar bak sampah. Bundelan sampah bahkan meluber hingga mulut pasar. Tak Cuma puluhan, mungkin hingga ratusan. Limbah pasar hingga rumah-rumah disekitar pasar adalah penyumbangnya.

Saya tak paham apa yang terjadi pada peristiwa menjijikkan itu sampah baru-baru ini mendengar berita terkait Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Piyungan (TPST Piyungan) akibat kelebihan kapasitas. Sudah empat hari sejak akhir minggu lalu (23/3) truk-truk pengangkut sampah tidak beroperasi. Akibatnya sampah-sampah disejumlah titik pembuangan sampah sementara terlantar (kompas.com). Artinya gunungan sampah di pojok pasar yang saya temui hanya satu dari sekian titik di sekitar Kota Yogya dan Bantul. Mengerikan. Sampah adalah musuh dan momok baru masyarakat modern yang tuna ilmu pengelolaan limbah. Sementara kehidupan makin progresif, bumi dan segala isinya masih sama seperti dulu. Punya keterbatasan. Tak Cuma menganggu pemandangan dan berpotensi bikin penyakit di daerah sekitar TPS sementara, kasus kelebihan sampah TPST "Piyungan" juga menganggu warga disana.

Seperti diberitakan Kompas, keresahan warga sekitar TPST adalah efek domino dari membeludaknya sampah di Piyungan. Akibat dari menyempitnya dermaga pembuangan sampah, truk-truk pengangkut mesti antre menunggu sebelum membongkar sampah. Atrean truk bisa mengular hingga satu kilo, tak hanya menganggu aktivitas hilir mudik warga, antrean truk lama kelamaan menggerus aspal, meninggalkan lubang-lubang yang berbahaya. Masalah lain adalah air lindi merembes sampai ke rumah warga. Terbayang penyakit dan bau yang bisa ditimbulkan.

Setiap hari ada setiap hari rata-rata sampah yang masuk ke TPST Piyungan sebanyak 580 ton. Jumlah sampah ini hanya berasal dari wilayah perkotaan yang meliputi kota Yogya, sebagian wilayah Sleman dan Bantul. Jumlah ini "hanya" 36% dari produksi sampah secara keseluruhan di wilayah perkotaan di Kota Yogya dan sebagian wilayah Bantul dan Sleman yang totalnya ada 1.600 ton per hari. Sementara produksi sampah di seluruh Provinsi DI Yogyakarta mencapai 2.100 ton per hari (tirto.id).

Peristiwa ini sejatinya menampar keras kita untuk lebih peduli pada lingkungan. Sampah memang bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Namun bumi punya keterbatasan, sementara manusia terus berkembang biak. Sembari menunggu pemerintah memperbaiki sarana dan fasilitas di TPST Piyungan, masyarakat bisa dan wajib ambil bagian. Kampanyekan gaya hidup hijau dan pengolahan sampah swadaya mulai dari keluarga dan lingkungan tetangga sekitar. Efeknya bukan Cuma isapan jempol. Bayangkan bila setiap orang bisa mereduksi sampah, terutama plastic dan bahan-bahan tak ramah lingkungan lainnya. Satwa laut tentu tak akan lagi terluka akibat memamah plastic, tanah akan lebih gembur dan lain sebagainya. Membawa kantong belanjaan dan botol minum sendiri atau yang sedikit lebih repot membeli makanan dengan wadah makan sendiri. Pisahkan sampah organic dan anorganik sebelum dibuang. Untuk sampah organic, ada beberapa jalan untuk menyulapnya kembali berdaya. Biopori, Komposter atau keranjang Takakura. Sementara sampah anorganik bisa disetor ke bank sampah terdekat atau dibuat Eco brick.

Solusi lain yang lebih rumit dan massive adalah lewat hukum, entah lewat perda atau undang-undang. Disini adalah kewenangan para anggota legislative. Maka memilih calon legislative yang punya kepedulian lingkungan adalah langkah rasional. DPD, sebagai perwakilan masyarakat daerah di parlemen. Sebagai senator, anggota DPD bisa mendesak Lembaga negara lain untuk merumuskan peraturan, terutama soal sampah dan lingkungan. Misi ini yang hendak diembang Bambang Soepijanto. Calon anggota DPD RI perwakilan DIY ini punya misi yang "tak lazim" diantara calon-calon lain. Caleg bernomor 24 ini punya kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Bagi Bambang, sekecil apapun perbuatan terhadap lingkungan akan berdampak pada keseluruhan lingkungan. Isu lingkungan sering terabai dalam politik, mungkin kurang "seksi". Padahal kehidupan manusia selalu berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup. Dulu, negara ini pernah membatasi penggunaan kantong plastic dengan menerapkan kantong plastic berbayar. Sayangnya, baru seumur jagung berjalan peraturan ini menguap begitu saja. Ancaman limbah dan sampah sudah didepan mata. Hanya ada satu pilihan: selamatkan bumi mulai dari diri sendiri!

dok. bambangsoepijanto
dok. bambangsoepijanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun