Di musim-musim kampanye seperti ini amat mudah bagi kita untuk menemukan baliho, poster atau spanduk caleg. Di perempatan jalan, jembatan, tiang listrik sampai pohon menjadi medan pertempuran para caleg. Ukurannya variatif, sepertinya tergantung kemampuan finansial masing-masing individu. Ada yang ukurannya minimalis saja, tak terlalu kentara dan mengganggu pemandangan. Tapi bagi yang berkocek tebal atau para petahana, alat kampanye bisa dibikin sebesar atap rumah. Menjulang tinggi hingga kadang menutup langit.
Hal menarik lainnya dari baliho, spanduk atau poster caleg adalah gaya dan pose mereka. Beberapa memilih foto bergaya formal seperti halnya pass foto untuk ijazah. Yang lain memilih bergaya dengan macam-macam symbol, pose atau pakaian. Semua tergantung pilihan masing-masing. Ini juga yang belaku pada caleg DPD DIY Bambang Soepijanto. Bambang yang maju sebagai caleg non partai memilih foto bergaya formal. Bambang memilih jas dan dasi dalam foto itu, melambangkan profesionalitas. Senyumnya pun merekah, lambing harapan dan optimism. Namun begitu, untuk mendekatkan diri pada kultur konstituennya Bambang menyelipkan ornament gunungan wayang. Dalam budaya Jawa, gunungan wayang punya banyak makna. Salah satunya adalah pertanda akan bergantinya lakon atau fragmen cerita. Makna lainnya adalah sebagai pembuka dan penutup suatu babak pertunjukan. Figur gunungan yang dibawa Bambang pada salah satu spanduknya seolah menjadi symbol bahwa keberadaannya adalah akhir dari perwakilan rakyat yang lama dan akan berganti dengan yang baru, seperti seruannya DPD kudu obah.
Bambang memang banyak membawa ornament-ornamen Jawa pada kampanyenya. Ia memadukan citra profesionalisme namun tetap membumi dan njawani. Dalam kampanyenya di sosial media Instagram, Twitter, atau blog, caleg bernomor urut 24 ini kerap mengunggah gambar dirinya dengan surjan dan udeng. Ini jelas cara Bambang untuk mendekatkan diri pada calon pemilihnya. Bambang juga memanggil dirinya dengan sebutan "mas Bambang". Julukan yang terasa lebih egaliter dan dekat dengan rakyat ketimbang bapak atau beliau. Dalam kampanye-kampanyenya Bambang tidak melulu mengangkat isu-isu berat seperti UMR, bandara, pariwisata atau pencemaran lingkungan. Bambang juga punya perhatian pada budaya Jawa seperti wayang, aksara Jawa atau keraton. Ia sadar bahwa masyarakat DIY punya dua identitas, sebagai kawula bagi rajanya namun warga negara yang kritis dan cerdas.
Gagasan dan ide-ide Bambang Soepijanto tentang DIY ia tuangkan lewat slogan "Ngayemi, Ngayomi, Ngayani". Dalam kajian linguistik (bahasa) politik, bunyi kosa kata yang mampu memikat daya tarik orang, adalah harus singkat, mudah dibaca dengan warna menarik. Tujuannya jelas, menorehkan kesan yang kuat baik. Bunyi slogan yang dipakai tentu saja bisa dibilang mencerminkan kepribadian si Caleg. Misalnya kalau slogan yang dipakai kalimat berseloroh berarti sosok tersebut humoris, atau bila slogannya tegas berarti kepribadian caleg cukup serius, atau jika slogannya datar-datar saja semisal hanya "memohon doa restu" berarti si calegnya kurang kreatif dan tidak cerdas. Â
Bambang menuturkan Ngayomi berasal dari kata Ayom yang bermakna teduh. Pohonnya rindang, membuat siapa pun yang berteduh di bawahnya tidak tersengat sinar matahari. Pemimpin yang ngayomi bertindak seperti pohon Gayam yang anggayuh ayom (mencapai penaungan). Ngayemi bermakna ketentraman yang menjadi bentuk paripurna sebuah tatanan masyarakat. Secara literal ayem berarti tenang, namun ketenangan yang dimaksud berasal dari terciptanya rasa aman dan nyaman. Ini berhubungan dengan terpenuhinya berbagai hak masyarakat oleh pemangku kebijakan. Tentu jika hak-hak tersebut dirampas tidak akan tercipta rasa tenang. Serba gelisah, bahkan sampai putus asa. Sementara Ngayani punya maksud
menyejahterakan. Sejahtera terbentuk dari mentalitas yang jujur dan adil, serta mau bekerja keras. Mendapatkan hasil dari jerih payah yang ia lakukan sendiri. Konsep kesejahteraan inilah yang perlu didorong, bukan sebaliknya, memberikan segepok uang dan menjatuhkan mentalitas masyarakat.
ds
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H