Hari Raya Natal sudah diujung mata. Perayaan sukacita akan hadirnya penyelamat bagi umat Kristen diseluruh dunia. Perayaan Natal yang aman dan khusyuk menjadi harapan terbesar umat Kristen dimanapun. Tak hanya Natal, setiap perayaan hari besar keagaaman mustinya berlangsung aman, khusuk dan lancar tanpa rasa was-was.Â
Terlebih lagi bulan Februari dan Mei silam bangsa Indonesia, khususnya umat Kristiani sempat dirundung duka kala sebuah keluarga, bapak ibu dan anak-anaknya meledakkan diri dengan bom bunuh diri di beberapa Gereja di Surabaya.Â
Duka sekaligus miris karena perilaku biadab itu melibatkan anak-anak, membunuh yang tak berdosa dan berpotensi mengoyak rajutan persaudaraan. Sementara sebuah gereja Katolik, Santa Lidwina diserang oleh seorang pria dengan senjata tajam. Melukai dan merusak fasilitas umum.
Ancaman perayaan Natal di Indonesia juga pernah terjadi pada tahun 2000 silam. Malam Natal yang seharusnya syahdu dan khitmad terganggu dengan rangkaian pemboman. Medan, Bandung, Kota Mataram, Ciamis, Batam hingga Mojokerto. Mengejutkan sekaligus menyadarkan akan keberadaan paham radikalisme yang berujung tindakan terorisme. Intoleransi yang jadi bibit perilaku melukai orang lain.
Perstiwa-peristiwa buruk diatas meski pelan-pelan terlupakan tetap meninggalkan bekas luka. Selama beberapa pekan pasca pengeboman gereja di Surabaya, kegiatan ibadah di sejumlah gereja di Jogjakarta harus dijaga oleh aparat kepolisian. Meningkatkan kewaspadaan dan kecurigaan sesama umat agar luka itu tak kambuh lagi.Â
Tanpa mendiskreditkan satu agama, sudah waktunya diskusi, ceramah yang menyejukkan, serta ajakan saling menghormati satu sama lain lebih digalakkan. Sekolah, kampus dan keluarga jangan sampai menjadi tempat inkubasi paham-paham tertentu yang akhirnya memecah belah.Â
Ini penting mengingat Jogjakarta baru saja dianugerahi gelar Kota Peduli HAM, artinya di provinsi ini semua warga negara dijamin hak-haknya untuk hidup sejahtera, termasuk beribadah. Jogja juga menjadi salah satu pencetak akadmisi dan intelektual terbaik bangsa. Mustinya lahir juga semangat diskusi dan belajar tentang orang lain yang positif.
Pemimpin yang adem dan mau merangkul semua golongan juga menjadi kunci. Seperti Bambang Soepijanto dengan semboyannya, Ngayomi, Ngayemi dan Ngayani, Bambang beritikad untuk melayani masyarakat, mendengarkan aspirasi dan kemudian memperjuangakn kebijakan terbaik bagi rakyat. Meski politik bidang baru untuk mantan Dirjen Planologi tak menyurutkan Bambang untuk bekerja demi rakyat.Â
Materi dan kepentingan golongan bukan tujuan utamanya, mengingat menjadi calon DPD RI harus maju melalui jalur independen. Kecakapan dan visi misi yang baik menjadi senjata utama. Calon DPD DIY, Bambang Soepijanto siap menjadi DPD nya wong cilik pada Pemilu Legiselatif April 2019 mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H