Awal tahun ajaran, sebelum memulai materi saya melakukan asesmen diagnostik kepada peserta didik kelas VII. Saya ajukan satu pertanyaan sederhana kepada mereka, “Siapa yang senang dengan pelajaran bahasa Indonesia?” ternyata dari pertanyaan tersebut, hanya tiga anak yang angkat tangan menjawab senang belajar bahasa Indonesia.
Kemudian saya balik pertanyaan tersebut, “Siapa yang tidak senang belajar bahasa Indonesia?” hampir semua anak angkat tangan, sehingga dapat saya simpulkan 97% anak tidak senang pembelajaran bahasa Indonesia.
Berbagai alasan terungkap dan saya gali mengapa mereka tidak senang. Dari asesmen tersebut, saya menyadari bahwa masalah yang terjadi menjadi sebuah tantangan bagi saya untuk meracik cara belajar yang tepat.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, asesmen diagnostik adalah asesmen yang dilakukan secara spesifik untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik. Ahirnya, setelah melakukan beberapa pertemuan, saya melihat bahwa mereka memiliki potensi yang luar biasa. Setiap kali menyelesaikan materi, diakhiri dengan evaluasi salah satunya berupa produk/karya. Secara singkat, dalam kurikulum merdeka karakteristik mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup dua kemampuan yaitu Reseptif (menyimak, membaca dan memirsa) dan Produktif (berbicara dan mempresentasikan, dan menulis).
Mulai dai 15 Menit
Menumbuhkan minat baca tidak hanya dilakukan satu kali saja, namun harus berulang-ulang dan konsisten. Meluangkan waktu minimal 15 menit sebelum pembelajaran untuk membaca sangat baik untuk merangsang konsentrasi peserta didik di kelas. Membaca bersama peserta didik tidak akan merugikan proses pembelajaran. Selain menumbuhkan literasi (memahami), membaca dapat memberikan ketenangan atau mengontrol emosi seseorang.
Sekolah sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan mempresentasikan miniatur masyarakat. Karena itu, tradisi membaca dan menulis harus ditumbuhkan lebih konkret di sekolah. Karena hakikatnya, budaya literasi adalah hadirnya kesadaran belajar untuk memahami seluruh aspek kehidupan. Karena memahami lebih baik daripada bereaksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H