Mohon tunggu...
Ge
Ge Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger/Penulis

Blogger dan penulis yang suka membaca dan menonton. Suka menulis cerita fiksi, puisi-prosa (sirosa), opini, resensi dan banyak lagi. Tertarik pada intrik-intrik politik dan berbagai macam gosip yang bisa memperkaya cerita. Anti hoaks dan anti intimidasi. Menyalurkan hobi gambar dan ilustrasi di Instagram.com/gambarable. Ngetuit di X.com/gesiahaya. Ngeblog di gratcianulis.blogspot.com dan berbagi tips menulis fiksi di kampungfiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(Sirosa) Saudade: Ironi Waktu

10 Desember 2024   10:04 Diperbarui: 10 Desember 2024   10:26 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Ailustrasi. Saudade

Dalam dekapan waktu yang tak kekal, kita adalah serpihan kenangan yang terus meresap di sela-sela ingatan. Seperti tetes air yang jatuh dari tepian gelas, kita akan terlupakan—namun bukan cinta, bukan getaran jiwa yang pernah kita rajut bersama.

Manusia adalah pelancong sunyi. 

Kami berjalan melintasi padang kehampaan, mengabaikan nyala api kehidupan, tak mendengarkan orkestra sanubari sendiri. Kami memburu bayang-bayang di belantara kota, mengira dapat menemukan keabadian dalam detak jam yang dingin.

Tetapi ada momen—tipis seperti selaput embun di ujung daun—di mana kenangan bermula. 

Saat cahaya menyentuh kelopak mata lelah, saat musik tercipta di antara desir angin musim dan gemerisik daun yang berguguran. Di situlah kita merajut benang-benang halus pengalaman, menciptakan jahitan tak kasat mata yang akan bertahan jauh setelah tubuh ini sirna.

Kami tahu, segala sesuatu akan hilang. Seperti air yang jatuh dari cucuran atap, seperti mimpi yang menguap di ambang fajar. Namun dalam kehilangan itu, ada keabadian yang aneh—sebuah keberlanjutan yang tak dapat dipetakan, tak dapat ditangkap.

"Kalau saja," bisik kenangan. "Kalau saja..."

Dan di sinilah ironi waktu tercipta. Dalam setiap "kalau saja" tersimpan ribuan kemungkinan. Setiap kenangan adalah metamorfosis—berubah, mengalir, menjelma. Bukan sekadar mengingat, tetapi mencipta ulang. Bukan sekadar kehilangan, tetapi mengabadikan.

Kita adalah pembuat metafora. Kita adalah penjaga mimpi-mimpi yang tak terucap. Dalam setiap detak jantung, dalam setiap hela napas, kita terus menulis ulang definisi keabadian.

Percayalah, engkau akan dilupakan.
Tapi tidak cinta ini.
Tidak kenangan ini.

Baca juga: Pion

Sirosa ini disusun kembali dari puisi ini: Metafora Tentang Kita 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun