Mohon tunggu...
Ge
Ge Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger/Penulis

Blogger dan penulis yang suka membaca dan menonton. Suka menulis cerita fiksi, puisi-prosa (sirosa), opini, resensi dan banyak lagi. Tertarik pada intrik-intrik politik dan berbagai macam gosip yang bisa memperkaya cerita. Anti hoaks dan anti intimidasi. Menyalurkan hobi gambar dan ilustrasi di Instagram.com/gambarable. Ngetuit di X.com/gesiahaya. Ngeblog di gratcianulis.blogspot.com dan berbagi tips menulis fiksi di kampungfiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa yang Dititipkan kepada Udara?

12 Oktober 2024   11:51 Diperbarui: 4 Desember 2024   10:53 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apa yang dititipkan kepada udara

Apa Yang Dititipkan Kepada Udara?

Tahu nggak? Pasti nggak tahu kan? Jadi, mari aku beritahu pikiranku ini. Aku selalu berpikir kenangan itu seperti balon helium. Mereka mengapung tinggi di udara ketika lepas dari genggaman, dan hanya bisa dilihat dari kejauhan sebelum akhirnya menghilang. Begitu juga rangkaian aroma, bau-bauan yang tak terlihat itu kerap mampu mengungkit kenangan. Ya kan? Kamu juga mengalaminya kan?

Aneh, tidak? Bagaimana sesuatu yang tak bisa kita lihat itu bisa mengendalikan seluruh hidup kita. Itulah yang membuat aku berada di sini, di sudut kafe kecil ini, menunggu segelas kopi dan, entah kenapa, mendadak menghirup aroma roti bakar yang sedikit gosong.

"Apa kamu tahu, dulu aku selalu datang ke sini?" tanyaku pada diriku sendiri, suara dalam kepala yang kini menjadi percakapan reguler belakangan ini.

Sebelum aku benar-benar sadar, bau kopi mengalir masuk ke hidungku, memori mengalir bersama, dan tiba-tiba aku merasa seolah-olah duduk di sini bersama seseorang yang seharusnya sudah kulupakan. Tapi, itulah masalahnya, kan? Kenangan tidak selalu datang dari sesuatu yang logis. Kadang hanya dari bau. Dan bau itu membawa kembali semuanya, seperti adegan yang diputar ulang tanpa bisa dihentikan.

Rasanya seperti dj vu yang tak henti-henti. Setiap kali aku menatap keluar jendela, aku bisa melihat diriku yang lebih muda duduk di sana, tertawa kecil dengan seorang gadis yang tidak lagi kuingat namanya---hanya bau parfumnya yang tetap terpatri di benak. Sesuatu dengan aroma buah kesemek yang halus, membuatku merasa seperti sedang berada di taman bermain saat aku masih berusia tujuh tahun. Aku menyebutnya "efek parfum kesemek". Ada apa dengan ingatan yang begitu spesifik dan bodoh ini?

Kopi datang, panas, seperti biasa. Aku menyesapnya pelan, berusaha melupakan ingatan yang mencuri masuk tanpa permisi. Tapi bau kertas menu yang baru diprint malah membawa aku ke lorong sekolah. Aku bisa mencium bau cat dan debu yang beradu di udara, membuat napasku terasa berat. Kenapa aku kembali ke tempat itu lagi? Sekolah itu, dengan bau gosip, kegelisahan, dan cinta monyet yang diukir di tiang penyangga aula adalah masa-masa paling absurd, jangan lupakan jerawat dan tawuran-tawuran tak bermanfaat tapi perlu.

"Ada apa ini," bisikku pada cangkir kopi. "Mengapa, seakan-akan, udara sedang membuka laci-laci tempat dia  menyimpan semua kenanganku?"

Dan kemudian, boom, aku terlempar lagi ke dapur Oma. Bau tembakau yang dicampur kayu manis, opor ayam yang bergolak di panci tua. Aku terbelalak, Oma sudah berdiri di sana, dihadapanku! Oma tertawa kecil saat dia menyajikan acar kuning dan memintaku untuk jangan makan terlalu cepat. Piring acar itu tepat di depan kopiku dan aromanya yang kaya rasa menerobos seluruh indera penciumanku.

Sekarang aku mulai panik. Apakah aku sedang bermimpi atau benar-benar terjebak di sini? Bau ini mengendalikan seluruh aliran pikiranku. Tapi belum selesai ketakjubanku, bau roti bakar di kafe ini tercium kembali. Ya, aku kembali menemukan diriku, duduk manis, normal di kafe yang sama. Tuhan, apa yang sedang terjadi? Suara tawa pasangan di meja sebelah bahkan terdengar familiar---sesuatu dari masa lalu, pasti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun