Mohon tunggu...
Miss G
Miss G Mohon Tunggu... Lainnya - Puisi, Cat Air dan Film Mandarin

Sekedar menitipkan remah-remah kata.-G

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(SiRosa) Tahukah Kamu?

22 Februari 2014   00:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

/1/ tahukah kamu bahwa kadangkadang sesuatu muncul tanpa mengerti kemana ia akan mengarah? ia berarak dan bergerak seperti awan yang selalu saja lepas kendali dan membiarkan angin membentuknya sedemikian rupa? tentu saja, bagi awan hal itu natural adanya. sudah sewajarnya itu terjadi. dan awan tidak pernah berusaha untuk membentuk dirinya sendiri atau menemukan jalannya sendiri. awan tidak memiliki kemauan. awan tidak ditugaskan untuk memikirkan apapun selain mengarak di batas kubah yang melingkupi bumi. awan memiliki kewajiban, tanpa disertai hak untuk menginginkan.

aku tidak bisa menjadi awan, sebab aku selalu akan menginginkan. ingin menjadi lebih dari sekedar bayang yang mengiringi langkahmu.

/2/ tahukah kamu? sekian lama aku mencari sesuatu di balik pertanda di langit, mungkin sesuatu bertuliskan namamu, atau awan berarak itu akan bersepakat sudah saatnya aku melihat tanda cinta di sana. tetapi semua gugur setetes demi setetes seperti sayapsayap angin yang lelah dan menyerah. waktu berputar seperti detik yang berlari mengejar menit, melewatinya dan berseru, horee! namun aku tidak merasakan itu.

kegembiraan detik tak sampai gaungnya kepadaku sementara aku menatap awan dan berharap sesuatu muncul dari sana selain mendung dan rintik hujan.

/3/ tahukah kamu? sudah beratus cangkir kopi dihabiskan di sini, di depan jendela ini yang menghadap ke langit, sambil ngobrol dengan diri sendiri dan lamunan yang tiada henti, tentang masa lalu dan masa depan. tentang apa yang pernah terjadi dan apa yang mungkin terjadi. begitu banyak dialog-dialog yang bersahutan dalam monolog, solilokui yang diucapkan bukan dari panggungpanggung sandiwara berpenonton melainkan dari sisi sudut kecil sebuah kafe di pojok dunia mana antah berantah yang tak kukenali jalannya tetapi selalu mengarah ke sana tujuanku untuk kembali.

gamang, galau, aku, ah...fasefase biruku ini, kata teman biarkan saja, tetapi aku merasa terlalu putus, seperti layangan putus di antara awan mengapung mencoba menarik serat rerambutan angin yang selalu genit menghindar.

/4/ tahukah kamu? aku sudah merasa terlalu lelah membiru, rindu untuk berubah menjadi sesuatu. aku belum tahu apa, tetapi aku tahu aku mau. aku hanya belum tahu bagaimana caranya dan di bagian dunia sebelah mana ada seseorang yang dapat menunjukkan kepadaku cara untuk menjadi seperti yang aku mau dan menemukan apa yang aku mau, lalu berhenti menjadi awan dan berubah menjadi badai sejenak,

menghancurkan masa lalu untuk berhenti di masa kini lalu menghirup kopiku dan tersenyum menantang langit sambil berseru: turunlah! kuhadapi kau hari ini dengan warnawarniku yang menepis birubiru kelabu!

/5/ tahukah kamu? entah apa yang akan terjadi setelah itu, aku sama sekali tidak tahu. tetapi langit di luar sana rupanya tidak suka kuntantang begitu saja, dia melawan. dia menggeram. dia meraung. dia balas membentakku sebelum menghujani aku dengan butir-butir hujan yang menderas sederas yang mampu ditumpahkannya.

aku tidak tahu harus menangis atau tertawa melihat tingkahnya. lalu aku memutuskan untuk memilih tertawa saja. demikianlah aku di pojokan perpustakaan di atas sofa empuk ini tertawa terbahak-bahak.

dan di luar sana udara mengembun dengan cepatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun