Mohon tunggu...
Ginanjar Tanuwihardja
Ginanjar Tanuwihardja Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Teknik

Sarjana Teknik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berkampanye di Pilkada DKI

22 Desember 2016   11:04 Diperbarui: 22 Desember 2016   11:16 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini bukan untuk menilai siapa lebih baik, atau siapa lebih layak memimpin Jakarta, tapi bagaimana para calon berkampanye untuk memenangkan Pilkada DKI 2017. Tulisan ini hanya opini, jadi ini bukan kebenaran mutlak.

Pilkada DKI kali ini punya suasana seperti pilpres 2014 kemarin, begitu kira-kira kalimat yang banyak disebutkan para pengamat politik. Menurut saya tidak, ada hal mendasar yang berbeda. Pilpres pertarungan dua kubu, kali ini tiga kubu. Pilpres pertarungan antara kubu Megawati dan Prabowo, kubu SBY ada diposisi nyaris netral. Bisa dibilang kubu SBY jadi panitia pilpres kemarin

Pilkada DKI kali ini kubu Pak SBY bukan jadi panitia, kali ini mereka ikut bertarung. Dari awal kita bertanya-tanya, kenapa SBY mau mengorbankan karir militer putra pertamanya. Ada spekulasi bahwa memang karir militer Agus sudah sulit karena ayahnya sudah bukan penguasa. Saya tidak setuju, menurut saya SBY mengorbankan karir militer Agus karena dia yakin bisa membantu Agus memenangkan pilkada DKI.

Jangan remehkan SBY, terlepas ada anggapan bahwa beliau berhasil jadi Presiden Indonesia ke 6 karena berhasil memainkan “pencitraan” dengan baik. Beliau berhasil memainkan strategi itu. Ketika orang lain belum tahu cara memainkan strategi beliau sudah memikirkan dan berhasil melakukannya.

Lalu bagaimana sekarang, penulis melihat figur SBY akan masih sangat dominan. Sang Jenderal Ahli Strategi pasti punya jurus untuk memenangkan anaknya. Program bantuan 1M/RW (mirip kah sama BLT produk dari pak SBY?). Program ini menjadi polemik karena terkesan politik uang. Tapi, berhasilkan untuk menarik perhatian pemilih? Agus tidak pernah datang debat yang diadakan oleh Stasiun TV. Ini pasti bukan tanpa pemikiran, debat merupakan sarana kampanye gratis, tapi Agus tidak mau datang. Berhasil kah strategi ini? Tampaknya jawaban adalah BERHASIL. Hasil Litbang kompas terbaru sudah menunjukan elektabilitas pasangan calon nomor 1 ada diposisi nomor 1, nomor pertama!

Pasangan petahana menempati urutan kedua. Cukup mengejutkan tapi sepertinya ini jadi pelajaran bagi tim mereka untuk mengubah cara kampanye mereka. Para pendukung dan timses pasangan petahana sepertinya terlalu percaya diri, mereka merasa superior. Para timses “terkesan” sering mengumbar permusuhan dengan para lawan-lawannya. Sepertinya ini akan menjadi senjata makan tuan. Terima atau tidak cara berkomunikasi dengan gaya arogan dan sombong tidak disukai oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini memang akan sulit diubah karena memang para timses dan pendukung akan cenderung mengikuti cara berkomunikasi pemimpinnya. Dalam hal ini Pak Basuki.

Berkampanye dengan menunjukan hasil kerja mereka harusnya lebih efektif daripada mengumbar perdebatan di ruang publik. Mereka harus menahan keinginan untuk beragumen. Biarkan masyarakat menilai sendiri. Pemilih Jakarta sudah cukup cerdas untuk tahu mana yang benar dan mana yang tidak.

Cara kampanye pasangan petahana ini coba dibuat antitesisnya oleh pasangan nomor 3, Anies-Sandi. Mereka berkampanye dengan menenkan persatuan (hal yang sering tidak ditunjukan oleh pasangan petahana). Menarik cara-cara paslon nomor 3 membuat video meme yang melibatkan Anies dan Sandi. Tapi sepertinya belum berhasil mendongkrak eletabilitas mereka secara signifikan. Sepertinya, materi kampanye paslon no 3 punya target segmen masyarakat yang sama dengan pemilih loyal pasangan petahana. Tujuan mereka untuk merangkul masyarakat miskin tidak sesuai dengan cara berkampanye mereka.

Program pemberdayaan masyarakat dengan istilah eskalator ekonomi belum dimengerti oleh masyarakat miskin. Mungkin perlu dipikirkan cara menyampaikan gagasan mereka dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti dibanding dengan istilah istilah aneh yang mereka tidak mengerti.

Masih ada 1 bulan lebih lagi. Kita lihat cara mana yang benar-benar berhasil untuk memikat pemilih Jakarta!

-GT-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun