Selamat tahun baru, kawan.
Kawan, sudah tahun baru lagi
Belum juga tibakah saatnya kita
menunduk, memandang diri sendiri
Bercermin firman Tuhan, sebelum kita dihisabNya.
Kawan, siapakah kita ini sebenarnya?
Musliminkah? Mu’minin? Muttaqin?
Khalifah Allah? Ummat Muhammad
kah kita?
Khaira ummatin kah kita? Atau kita
sama saja dengan makhluk lain
Atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak-budak perut dan
kelamin.
Iman kita kepada Allah dan yang
ghaib rasanya lebih tipis daripada uang kertas ribuan.
Lebih pipih dari kain rok perempuan
Betapapun tersiksa, kita khusyuk di
depan masa. Dan tiba-tiba buas dan binal justru saat disaat sendiri bersamaNya.
Syahadat kita rasanyaa seperti perut
bedug. Atau pernyataan setia pegawai rendah aja.
Kosong, tak berdaya.
Salat kita rasanya lebih buruk dari
senam ibu-ibu
Lebih cepat dari pada menghirup kopi panas.
Dan lebih ramai daripada lamunan
seribu anak muda.
Doa kita sesudahnya, justru lebih
serius.
Kita memohon hidup enak di dunia,
dan bahagia di surga.
Puasa kita rasanya sekedar mengubah jadwal makan, minum, dan saat istirahat.
Tanpa menggeser acara buat syahwat.
Ketika datang lapar atau haus, kita
pun manggut-manggut.
Oh, beginikah rasanya.
Dan kita sudah merasa memikirkan
saudara-saudara kita yang melarat.
Zakat kita jauh lebih berat terasa,
dibanding tukang becak melepas
penghasilannya, untuk kupon undian yang sia-sia.
Kalaupun terkeluarkan, harapan pun
tanpa ukuran. Upaya-upaya Tuhan menggantinya berlipat ganda
Haji kita tak ubahnya tamasya
menghibur diri
Mencari pengalaman spiritual dan
material
Membuang uang kecil dan dosa besar.
Lalu pulang membawa label suci asli
made in Saudi, Haji.