Selasa, 7 Juni 2022 sepulang sekolah turunlah hujan di sore hari. Aku, suami, dan anakku tentu tidak bisa pulang ke rumah karena kami menggunakan kendaraan roda dua. Kami masih menunggu hujan reda di rumah nenek.
Ketika rintik-rintik kecil, kami akhirnya berangkat pulang. Setibanya di rumah kulihat hp, ada 11 panggilan tak terjawab. Ada mama, mak angah, dan mak uncu. Bisikku di relung hati, apakah ini nenek di kampung.
Seraya memegang hp, datanglah panggilan mak angah. Langsung aku angkat, tanpa jeda mak angah mengabarkan bahwa nenek di kampung telah tiada. Sontak kami kaget karena tidak ada pertanda bahwa nenek akan meninggalkan kami. Nenek tidak ada sakit. Nenek masih bisa berjalan dan juga masih sanggup bolak-balik ke toilet.
Akhirnya, kami memutuskan pulang kampung besok pagi. Cicit belum pernah bertemu dengan nenek buyut. Kami belum pernah pulang kampung sejak dikaruniai satu orang anak karena ia masih kecil. Akhirnya, sekarang cicit hanya bisa melihat nenek buyut di balik tanah pemakaman.
Kami kirimkan Al-Fatihah untuk nenek semoga nenek tenang di alam sana dan bertemu abak. Nenek adalah wanita yang tangguh, kuat, rajin, mandiri, dan pekerja keras. Beliau selalu bangun pagi sebelum adzan subuh berkumandang. Beliau suka cerita-cerita sejarah masa lalu. Membesarkan 5 orang anak setelah abak meninggal. Semoga ditempatkan di sisi terbaik-Nya. Aamiin...
Kematian itu memang rahasia Allah. Manusia bisa menerka, tapi kapan waktu yang tepat hanya Allahlah yang tahu. Semoga kita semua bisa pergi dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin...(*)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H