[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Perjuangan menyeberangi sisi timur Sungai Mentarang di Rivan Melasu, Mentarang Hulu, Malinau, Kalimantan Utara (Dok. Antara)"][/caption]
Berita tentang ratusan warga Nunukan yang berpindah kewarganegaraan saat ini sedang ramai diperbincangkan. Sebetulnya masalah ini merupakan masalah yang sudah sangat lama dan terkesan dibiarkan. Daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Negara lain seperti dibiarkan terlunta-lunta. Sementara itu Negara tetangga menjadikan daerah perbatasan sebagai beranda rumah mereka dan itu membuat warga Negara Indonesia tertarik untuk bergabung ke dalamnya.
[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Jalan Menuju Cikadu Cianjur Selatan Jawa Barat (Dok Dewi Az Zahra)"][/caption] Akar dari permasalahan ini terletak pada pola pembangunan yang tidak merata. Salah seorang teman saya berseloroh, “Di Kalimantan ini sungainya sangat banyak dan lebar-lebar. Tapi sedikit sekali jembatannya. Sementara di Jakarta sungainya kecil-kecil dan sedikit tapi jembatanyya sangat banyak”. Karena ketidakmerataan pembangunan inilah kemudian beberapa wilayah menuntut agar porsi anggaran disesuaikan dengan kekayaan alam yang disedot dan dimonopoli oleh Pemerintah pusat. Tak sedikit pula yang meminta untuk memisahkan diri.
Ketimpangan seperti ini pula yang digugat oleh Dr. Yansen TP. M.Si dalam bukunya yang berjudul Revolusi dari Desa. Dalam Pendahuluan, Yansen mengatakan, “Benar, kita kaya dengan alam dan sumber daya, tetapi di banyak tempat kondisinya masih memprihatinkan. Benar pula, negeri kita bertaburan dengan mutiara mutu manikam dan permata di mana-mana, tetapi sebagian masyarakat kita tetap miskin”.
Yansen menyoroti kegagalan pembangunan ini dari konsep dasarnya yang menjadikan rakyat sebagai bagian terlemah. Rakyat diletakan hanya sebagai obyek pembangunan yang bisa diotak-atik oleh elit pemerintah dengan berbagai kebijakan yang tak menyentuh.
[caption id="" align="aligncenter" width="490" caption="Bupati Malinau Dr. Yansen (tengah). (malinau.go.id)"]
Dengan berbasis pada keyakinan bahwa rakyat harus diajak membangun, maka Yansen menggulirkan GERDEMA. Gerdema adalah antithesis dari paradigma umum pembangunan yang selama ini dijalankan kebanyakan pemangku kebijakan.
Lewat GERDEMA Yansen mengajak untuk mengubah paradigma yang sepenuhnya percaya kepada masyarakat. Dengan mengajak masyarakat membangun, maka Semua elemen masyarakat dan pemangku kepentingan berkomitmen dengan penuh semangat bersamasama memberi yang terbaik dalam pembangunan desanya.
Lalu bagaimana hasil dari GERDEMA ini? Terjadi lonjakan-lonjakan kemakmuran yang dirasakan langsung oleh masyarakat desa. Musa B Kepala Desa Pelita Kanaan Malinau memberikan testimony mengenai Gerdemanya Yansen, “Sejak pelaksanaan GERDEMA, keterlibatan masyarakat dalam perencanaan yaitu Musrenbangdes cukup bagus. Masyarakat semangat untuk menyampaikan usulannya. Begitu pula dengan pelaksanaan kegiatan, masyarakat sudah banyak terlibat karena system pelaksanaannya secara swadaya masyarakat.”
[caption id="" align="aligncenter" width="275" caption="Malinau berbatasan langsung dengan Malaysia (Wikipedia)"][/caption] Dari tabel yang disajikan dalam bukupun kita bisa membandingkan kondisi sebelum dan sesudah GERDEMA sebagai berikut:
Sebelum ada GERDEMA (Lihat tabel 1 hal 165).
a)Penghasilan rendah (Rp800 ribu/bulan)
b)Disiplin rendah (aparat jarang ngantor). Hanya aparat di kota saja yang aktif, sedangkan daerahpedalaman dan perbatasan, berkantor di rumah masingmasing.
c)Peralatan penunjang kerja masih seadanya. Hanya desa-desa di sekitar kota saja yang memiliki komputer.
d)Pelayanan masyarakat masih seadanya karena tidak didukung oleh penghasilan dan peralatan.
e)SDM aparatur masih minim karena frekuensi pelatihan yang masih terbatas (hanya dilakukan oleh BPMD
Setelah ada GERDEMA
a)Penghasilan cukup (Rp1,2juta/bulan belum termasuk honor penanggung jawab setiapkegiatan)
b)Terjadi peningkatan disiplin aparat (hasil monitoring dan evaluasi (MONEV) sebanyak 61,68% aparat desa aktif bekerja di kantor, sebanyak 38,32% aktivitas di kantor masih terbatas)
c)Peralatan penunjang kerja sudah memadai (kendaraan bermotor, ketinting, laptop, printer, AC, dll.) Semua desa telah didukung oleh computer dan printer serta kendaraan, baik motor maupun ketinting untuk mendukung kinerjanya.
d)Pelayanan masyarakat semakin baik karena didukung oleh penghasilan yang cukup dan peralatan yang memadai.
e)SDM aparatur semakin baik dengan seringnya dilaksanakan pelatihan, baik di kabupaten, kecamatan maupun desa (setiap tahun diadakan pelatihan untuk aparat desa, baik yang dilaksanakan Bappeda, BPMD, bagian keuangan, bagian hukum dan bagian Tapem).
[caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="Dr. Yansen saat nangkring bersama Kompasiana (Kompasiana)"]
Dr. Drs. Yansen Tipa Padan, M.Si yang akrab dipanggil Yansen TP lahir di Pa’ Upan, Krayan Selatan, 14 Januari 1960 ia merupakan bupati Malinau ke-2 yang dilantik pada tanggal 3 April 2011. Perjalanan karirnya sebagai birokrat sejak menjadi staf sekretariat DPRT Provinsi Kalimantan Timur hingga menjadi bupati di tahun 2011, merupakan rekam jejak yang cukup panjang dan juga gemilang.
Kemampuannya mempersuasi masyarakatpun pernah mengantarkannya menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Malinau dengan tugas utama menenangkan berbagai gejolak di masyarakat yang sulit ditangani sejak tahun 1999–2000. Dia tekun merangkul semua pihak hingga akhirnyatercipta suasana yang damai. Keahlian Yansen TP., merangkul semua pihak itu terbukti dan teruji, karena sejak muda ia terbiasa aktif di berbagi organisasi kemasyarakatan, keagamaan,olahraga, adat, sosial dan pemuda.
Pada tahun 2002, Yansen dipercaya sebagai Sekretaris Daerah Malinau. Sebagai pekerja keras berdisiplin tinggi, saat itu Yansen TP., menghantar Malinau sebagai satu-satunya kabupaten di Kalimantan yang meraih penghargaan dari Kemenkeu RI dalam bidang keuangan serta ekonomi.
[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Pendidikan menjadi salah satu kunci keberhasilan GERDEMA (http://beritakaltara.com)"]
Sebagai adaptasi dari sebuah disertasi doktoral, buku ini berhasil menyajikan masalah yang menjadi problem pembangunan sekaligus tawaran untuk memperbaikinya. Bahasa yang dipakai dalam buku ini mengalir dengan lancar walaupun tak begitu renyah. Perlu perenungan mendalam pada kebanyakan bab-nya serta banyak istilah berkaitan dengan kepemerintahan yang terkadang saya tak tahu kepanjangannya.
Akhirnya buku ini memang harus dibaca oleh para pemegang kebijakan, stakeholders, Pemerintahan Desa dan berbagai pihak yang ingin memahami dan belajar tentang bagaimana membangun desa secara tepat. Dengan mengikuti pola pikir dan spirit Dr. Yansen tentu saja kita bisa berharap bahwa berita mengenaskan dari desa seperti Nunukan akan semakin sedikit.
[caption id="" align="aligncenter" width="360" caption="Revolusi dari Desa "]
Judul : Revolusi Dari Desa
Seri : Ekonomi dan Bisnis
ISBN/EAN : 9786020250991 / 9786020250991
Pengarang : Dr. Yansen T.P. , M. Si
Penerbit : ELEX MEDIA
Tanggal Terbit : 15 Oktober 2014
Jumlah Halaman : 224
Dimensi : 150 x 230
Harga : Rp. 54.800,-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H