[caption id="" align="aligncenter" width="720" caption="Nena M Bersama tiga putrinya (Sumber FB Nena)"][/caption]
“Saya tak ingin hanya dikenang sebagai Nena titik. Saya ingin ada deskripsi yang cukup panjang ketika nama saya disebut. Saya ingin dikenang sebagai orang yang dirasakan manfaatnya oleh orang banyak”
Ujar Nena Muthmaina putri ketiga dari pasangan H. Drs. Ahmad Rifai dan Hj. Siti Komariah sesaat setelah wawancara itu dimulai. Kemudian Nena menambahkan, “Cuma, saya merasa proses memberi manfaat saya kepada orang lain tidak secepat dan sebesar si A atau si B”
Saat Nena menyebutkan keinginannya itu saya teringat juga dengan pesan Bapak saya. Umur katanya, seperti sebuah monumen menempati ruang kosong. dikatakan berumur kalau usia kita terisi dengan monumen-monumen kebaikan.
Nena memang mendapat tempaan dari keluarga yang religius. Ayahnya seorang dosen ekonomi yang sangat menguasai dan fasih tentang qiraat Al Qur’an. Ibunya juga adalah seorang guru mengaji yang hidupnya diisi dengan mendidik dan mengajarkan Al Qur’an.
[caption id="" align="aligncenter" width="603" caption="adi pembicara panelis di womens weeks at BIP bandung, Perkenalkan juga tentang komunitas permata, perempuan mandiri dan taqwa (FB Nena)"][/caption]
Cara membuat dirinya bermanfaat untuk orang lain sebetulnya sudah ditempuh sejak masa kuliah dulu. Masa kuliah di FSRD ITB Nena Aktif di Karisma Salman. KARISMA ITB memang merupakan lembaga pembinaan remaja dan mahasiswa muslim yang pembinanya adalah para mahasiswa.
“sekitar tahun 1996 waktu kuliah akhir, saat itu saya sangat sering mengadakan kegiatan sosial. Cara untuk menghidupi kegiatan-kegiatan itu ya dengan jualan berbagai macam barang. Pokoknya yang halal. Dari keuntungan berjualan itulah kemudian kegiatan-kegiatan sosial yang saya lakukan bersama teman-teman dijalankan” Kata Nena dengan pandangan menerawang jauh ke masa kuliah akhirnya dulu.
Setelah lepas dari masa kuliah, kegiatan sosial dan pembinaan masyarakat masih ditempuh dengan cara yang sama. Nena pernah jualan ayam goreng dengan salah satu merek franchise dan yang paling sering dilakukan adalah jualan kue-kue kering olahan sendiri. Hobinya memang juga ada di bidang kue kering itu.
[caption id="" align="aligncenter" width="960" caption="Pelatihan Wanita Mandiri dan Takwa (FB Nena)"][/caption]
Saat ini Nena telah membuat sebuah Home Industry dengan nama Nenasz Cookies. Home Industri yang dimulai pada tahun 2004 itu awalnya bernama Inasz Cookies. Nama itu sebetulnya adalah nama perusaah parsel yang menaunginya. Namun nama ini sangat identik dengan merek Ina Cookies yang sudah besar.
“Terkadang orang suka salah identifikasi” kata Nena. “ketika saya menyebut produk saya orang sering mengatakan, ‘oh teteh the yang punya ina cookies tea?” Padahal kan bukan. Beberapa teman menyarankan untuk mengganti nama yang lain. Setelah mengukur PD-meter, saya yakin kue saya juga cukup bisa bersaing dengan produk kue terkenal di Bandung, maka setelah itu saya memutuskan untuk ganti nama. Maka sejak tahun 2010 saya mengubah nama produk kue saya menjadi Nena’sz Cookies”. Ungkapnya.
Saat ini Nenasz Cookies mempekerjakan 8 pekerja wanita dengan berbagai latar belakang pendidikan dan Usia. Usia tertua yang masih bekerja berumur 65 tahun. Terkait ibu-ibu sepuh yang masih bekerja ini memberikan keprihatinan sendiri bagi Nena. “ Aku sering ternyuh melihat mereka. Padahal kan seharusnya umur segitu sudah tidak bekerja lagi. Tapi kenyataannya mereka butuh dan sering memaksa untuk bekerja maka ibu-ibu sepuh seperti itu masih diterima bekerja.” Kata Nena “Toh kita juga hidup saling membantu. Saya niatnya ingin membantu, toh dia juga memberi bantuan pada usaha saya”
[caption id="" align="alignnone" width="672" caption="Suasasan pembuatan kue (Dokpri)"][/caption]
Dengan delapan pegawai itu, selamat tiga bulan Nena menghasilkan kue sebanyak 4000 toples yang dipasarkan di Bandung dan sekitarnya. Selain itu Nena juga memasarkannya di laman FB dan situs jualannya http://nenasz-cookies.blogspot.com/. Namun situs itu belum maksimal karena tidak ada yang mengurusnya.
Mengapa tiga bulan saja produksinya?
“Kue kering ini kan boomingnya di lebaran. Jadi ini mah efisiensi waktu dan tenaga saja.” Kata Nena. “Kondisi seperti ini jelas tidak menguntungkan saya, Kalau saya cuma tiap lebaran produksinya, problem paling utama adalah karyawan. Kan kita tidak bisa menarik karyawan yang sudah bekerja di tempat lain. Lagian kalau pola produksinya seperti itu, momentum saya membantu mereka, dapat amalnya kan cuma setahun sekali.” Tambah Nena.
“Dari sisi lain” tambah Nena “Saya sendiri sebetulnya sudah betul-betul ingin mengurus anak-anak saja. Cuma itu tadi, menjelang Ramadhan itu biasanya sudah banyak yang mencari pekerjaan. , biasanya mereka tanya sama si Mbak. “mbak bu nena kapan mau buat kue lagi? Mbak Kalau bu nena buat kue lagi saya diajak ya” melihat itu, hati saya luluh lagi dan kemudian menarik mereka untuk bekerja. Hal itu membuat saya bersyukur dan juga bangga walau sebetulnya apa diberikan itu belum besar dan terlihat manfaatnya”
[caption id="" align="aligncenter" width="601" caption="Membayar hutang budi ke masyarakat (Dokpri)"][/caption]
Inspirasinya sebetulnya dapat dari mana?
“Diantara yang paling menghunjam dalam hati, yaitu ketika saya bertemu dengan Sunoto, pengusaha rotan dari Cirebon. Dia bilang sebetulnya kalian sangat banyak hutang budinya kepada masyarakat. Kalian bisa kuliah, dapat beasiswa dansebagiannya karena pajak yang dibayar rakyat.Jadi sebetulnya kalau kalian tidak memberdayakan masyarakat yang bayar pajak kepadamu maka itu seperti dosa.” Kata Nena sambil menenangkan anak-anaknya. “Kalian bisa saja bekerja di perusahaan atau bahkan punya perusahaan sendiri dan memperkaya kalian sendiri, padahal kalian sebetulnya disubsidi oleh rakyat. Nah kata-kata itu betul-betul menggugah dan akhinya saya berpikir bahwa jalan terbaik untuk hal seperti itu, membuka lapangan pekerjaan khususnya buat yang seperti ibu-ibu di sekitar rumah”
Hambatannya apa?
“Selain masalah keinginan saya fokus dengan mengurus anak, saya menyadari hambatan terbesar saya adalah mindset saya. Saya masih belum menemukan apa yang sebetulnya saya mau. Secara teori saya memang mengetahuinya, namun ketika bersentuhan dengan kenyataan, kembali ada pertanyaa, sebetulnya apa sih mau saya, Mungkin selama ini masih berkaitan dengan keinginan agar tak Cuma dikenang sebagai Nena saja terus titik”
[caption id="" align="aligncenter" width="720" caption="berbagai produk Nenasz (FB Nena)"][/caption]
Buku sebagai lambang Otoritas
Di Sela-sela kesibukannya mengurusi Nenasz Cookie, keluarga dan pengajian di Mesjid Al Urwatul Wutsqa Nena masih bisa meluangkan waktu menulis buku. Kata Nena“Dari dulu aku bercita-cita ingin jadi penulis”. Baginya puncak otoritas bagi seorang praktisi adalah mempunyai berbagai tulisan. “Alhamdulillah saya sudah pny buku sendiri yang judulnya 20 Resep Kue Kering Paling Top, dan buku Cara Gila menjadi Pengusaha Makanan.”
“Saking lakunya buku itu, sampai saya sendiri tidak punya he he he.” Katanya sambil tertawa.
Buku 20 resep kue kering paling top, jelas jelas lahir karena saya ingin berbagi resep saya dengan orang lain. Buku kedua " cara gila jadi pengusaha makanan" mau tidak mau merupakan rangkuman dan catatan pembelajaran saya karena saya ingin membesarkan nenasz. Sebetulnya buku kedua itu bagi Nena semacam api semangat dan pengingat agar terus menjadi orang sukses dan bermanfaat.
Buku ketiga yang sedang dipersiapkan berkaitan dengan para janda. Buku ini tentang problematika janda. Buku ini lahir dari hasil interaksinya dengan pegawai-pegawai wanita di HP yang 50 % adalah janda. Di sela-sela mereka bekerja, mereka sering ngobrol tentang masalah keluarga. Akhirnya bersama teman-teman yang lain saya mengobservasi permasalahan ini. “Ternyata untuk ingin berguna buat orang lain, jalannya saya mah tidak harus selalu melalui kue nya...” Pungkas Nena.
Buku keempat yang sedang dipersiapkan juga kembali berkaitan dengan passionnya “Saya sedang mempersiapkan buku Kue Herbal. Sayangnya terakhir itu komputernya rusak dan semua data terhapus” katanya terasa agak getir.
Kepeduliannya kepada permasalahan perempuan juga dituangkan dalam komunitas yang diberi nama PERMATA “Perempuan Mandiri dan Takwa”.“di tengah banyaknya komunitas perempuan mandiri, saya masih merasa bahwa kemandirian itu harus dalam kerangka ketakwaan kepada Allah swt. Anggotanya kebanyakan tetangga dan masyakat di Cisitu ini mulai dari usia remaja hingga nenek-nenek. kegiatannya juga masih sekitar pembedayaan kaum wanita”
Semua biaya kegiatan PERMATA dikeluarkan dari NENASZ. “Ya itu mah, sebagai CSRnya Nenasz yang belum begitu besar ini”
Nama Profil : Nena mutmainna.
Alamat jl cisitu lama 19a/160c bandung 40135.
Pendidikan :
- SMAN 5 Bandung,
- FSRD ITB.
Organisasi:
- anggota AIKMA,
- IWAPI,
- Kadin
- Ketua departemem seni karisma, ITB,
- Pengajar di bimbel seni rupa ITB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H