Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Munggahan, Tebing Keraton dan Menimba Ilmu

11 Juni 2015   21:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:06 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Menurut beberapa literatur, kata munggah (sunda) berarti mencapai tempat tertinggi dan abadi. Munggah artinya mencapai tempat roh atau atma dan berdiam selamanya dalam nirvana. Kita mengenalnya sebagai Surga.

Munggahan memang merupakan ekspresi masyarakat Sunda terkhusus untuk menyambut Ramadhan. Biasanya munggahan dilakukan sehari sebelum masuk ke bulan yang mulia. Model itu sepertinya juga dilakukan di berbagai belahan dunia. Di Nias Selatan, masyarakat muslim akan membersihkan kuburan kerabatnya dan setelah itu akan nyebur di pantai atau sungai.

Kalau tak salah sih ide munggahan ini terlontar saat Mbak Wardah Fajri berkumpul dengan personel JKT48 eh, maksudnya dengan personel KBandung di sela-sela Kompas Kampus Bandung (Sabtu, 23 Mei 2015).

Pembicaraan berlanjut ke dunia maya. Disepakati akan dilaksanakan pada tanggal 6 dan 7. Kok dua hari ? Soalnya kan mau ke Tebing Keraton dan waktu terbaik ke TeKra itu ya pagi. Jadi tanggal 6 malam menginap di Pesantren Babussalam, setelah subuh langsung tancap ke lokasi.

Mendekati hari H, Mbak Wardah memberi kabar Kang Pepih Nugraha juga akan hadir memberikan blogshop untuk KBandung. Satu hal yang luar biasa buat KBandung bisa menimba ilmu dari pendiri Kompasiana.

Subuh tanggal 7, beberapa Kompasianer Bandung sudah berkumpul. Mbah Wardah, Susanti Hara, Bang Aswi lengkap dengan kedua anaknya dan tak ketinggalan Bunda Intan R serta saya. Untuk mengejar waktu dan mentari saya berinisiatif membawa Kompasianer dengan mobil sampai ke Kampung Pasanggrahan.

 

Sengaja saya tak membawa Kompasianer lewat jalur umum agar mendapat pengalaman berbeda, Khususnya bagi saya. Jadi dari Warban, saya mengarahkan mobil ke Pasanggrahan lalu berjalan kaki ke TeKra.

Perjalanan ini sangat berbeda, sebab saya sendiri belum pernah lewati jalan yang ternyata jauh juga. Kedua, melewati jalan itu terasa banget sensasional. Kami harus pasang mental kuat-kuat berhadapan dengan gonggongan anjing. Entah mengatakan selamat datang atau ingin menegaskan “eh lu asal tahu aja ya, lu masuk wilayah gue”. Selain mental, lutut juga mesti kuat menaiki tanjakan dan turunan yang terjal. Masih untunglah saya Cuma menggendong kamera ketimbang Bang Aswi harus menggendong anaknya. Fiuh…

Jalur itu memang tak pernah dilewati pengunjung Tebing Keraton. Makanya selama perjalanan kami tak pernah bertemu siapapun. Daaan setelah melewati 113 anak tangga yang ditinggal ibunya, kami langsung nongol di depan pintu masuk Tekra. Legaaaa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun