[caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="Jembatan Barelang dilihat dari atas"][/caption]
Batam, Sudah beberapa kali rencana untuk ke sana namun belum terlaksana hingga saya mengikuti kuis yang diadakan sebuah bank swasta yang saya jawab tanpa saya pikirkan lagi. Bahkan saya lupa pernah ikutan kuisnya.
Setelah sekian bulan, sebuah email mengabarkan bahwa saya termasuk yang menang dalam kuis itu. Agak ragu saya untuk mengkonfirmasi karena badan belum fit betul sehabis perjalanan Jogja, Gunung Kidul hingga Jombang. Batuk dan demam mendera saya. Karena belum pernah ke Batam, apalagi ini seluruh akomodasi dibiayai plus uang sakunya. Enak kan. Saya menguatkan tekad dan mengkonfirmasi ke Mbak Stella yang kemudian dilanjutkan oleh Mas Tupon Setiawan. Ternyata cukup banyak formulir dan data yang diminta, untuk tiket, asuransi hingga untuk piagam. Data saya berikan karena semuanya untuk keperluan dan kelancaran perjalanan. Tanggal 7 saya menuju Bandara Husein Sastranegara. Di sana saya mencari Lutfi Yusup yang juga menjadi volunteer dari Bandung. Seperti biasanya, pesawat dengan logo singa itu terlambat satu jam. Keterlambatan yang akhirnya mengkrabkan kami. Perjalanan 1.30 jam cukup untuk membuat perut keroncongan. Untungnya Mas Tupon yang sudah menunggu bersama Nur Fatma dari Palangkaraya menawari makan yang tentu saja tak di sia-siakan. [caption id="" align="aligncenter" width="556" caption="nagoya hill"][/caption] Perjalanan dari Bandara ke Hotel ternyata cukup memakan waktu, kira-kira 45 menitan. Rasa lapar terus mendera-dera hingga sampai ke Hotel. Setelah cek in segera saya dan Lutfi mencari tempat makan. Ah, rumah makan Padang jadi pilihan pertama. Sambil menunggu Nur Fatma, saya memakan habis ayam pop yang ternyata tak lebih enak dari ayam pop rumah makan Fajar langganan saya di Bandung. Saya puji rumah makan Fajar bukan karena namanya lho. Suer. Hingga makanan habis, Nur belum juga keluar. Hingga beberapa saat kami menunggu dan telepon berbunyi dari Nur. Dia sudah ada di loby dan tidak makan karena masih kenyang makan siang tadi. Karena Karena masih ada waktu, Nur mengajak jalan-jalan ke Nagoya, pusat perbelanjaan di Batam. Mitosnya, Batam terkenal murah barang elektroniknya. Karena kami semua baru pertama kali ke Batam, terpaksa bertanya ke satpam hotel. Diapun menunjukan jalan. Jalan teruuus sekitar 200 meter ke arah lampu merah. Belok kiri dan nanti akan ketemu Hotel Nagoya. di belakang hotel itulah Nagoya Hills, pusat perbelanjaan terkenal di Batam. [caption id="" align="aligncenter" width="556" caption="Hotel Pacifik yang unik di Batam"][/caption] Pintu barat menjadi saksi kami telah tiba di Nagoya Hills. Saya berharap mendapatkan barang elektronik yang murahnya menggoda iman seperti diiklankan di FB. ternyata sama saja harganya dengan di Bandung. Hanya Nur yang  beli keyboard buat smartphonenya yang juga harganya tak jauh beda di Palangkaranya. Lagian nawarinnya Rp. 200 ribu yang kemudian mentok di harga 100 ribu. Setelah agak lama berkeliling kami memutuskan pulang. Karena jalan agak memutar, kami beranggapan bahwa ada jalan tembus dan lebih dekat dari Nagoya ke Hotel kami. Saatnya menjalankan rumus, "malu bertanya sesat di jalan". Satpam Nagoya mengatakan kami harus keluar dari pintu timur untuk sampai ke Hotel. Setelah mendapatkan pintu timur kami bertiga, berjalan menuju jalan besar. Tak sampai beberapa meter, kami menemukan bangunan yang terasa akrab, hotel kami. setelah yakin dengan yang dilihat. kami hanya tertawa. mungkin menertawakan keudikan kami sendiri atau menertawakan keadaan. Ternyata bertanya juga membuat sesat di jalan. FYI Nagoya Hills itu berada tepat di depan hotel kami. Lha ngapain sampai muter-muter segala? Pengalaman ini selalu membuat kami tersenyum-senyum saja. Pengalaman pertama dan lucu di Batam. Kuliner Selain kota yang indah dan wisata belanjanya, Batam memiliki ragam kuliner yang unik dan menantang. Sebut saja gonggong dan mie lendir. Seperti apakah itu? Saat kumpul pertama di Sri Rejeki, rumah makan di pinggir pantai yang juga jauuuh dari hotel, disuguhi beberapa makanan full seafood. Udang, cumi-cumi, ikan dan tak ketinggalan GONGGONG khas Batam. Gonggong itu hewan laut bercangkan keras, persis seperti siput atau kumang (dalam bahasa sunda). Gonggong dapat mudah ditemukan ketika air laut sedang surut, namun gonggong yang berukuran besar agak sedikit sulit untuk dicari karena kebanyakan gonggong yang ditemukan hanya yang berukuran kecil. Kandungan protein yang sangat tinggi menjadikan makanan ini sangat istimewa. Cara memasaknya juga cukup sederhana. Setelah direndam dengan garam agar terasa lebih gurih. Tak lupa rendaman jahe untuk menghilangkan bau amisnya. [caption id="" align="aligncenter" width="419" caption="gonggong yang tak menggonggong"][/caption] Sayangnya, untuk makanan laut, Selain ikan dan udang, tak memakannya. Jadi bagaimana rasanya gonggong itu saya tak tahu. Namun melihat Mas Heri dan Mas Tupon yang memakannya kayaknya enak juga. Kata Mas Tupon rasanya seperti cumi saja dengan tekstur yang lebih lembut dan gurih. tak tercium bau amis dari kerang ini. Mungkin dari rendaman jahe tadi. Mas Tupon terlihat susah memakan gonggong ini karena tidak dibekali dengan alat mengelurkan si gonggong tadi. Ya seperti tusuk gigi lah. Kalau makanan sejenis kerang tidak saya makan, tapi makanan mie seperti mie Aceh pasti saya makan. Yang saya coba adalah mie Aceh di Sei Panas. Saat itu saya diajak oleh kakak kelas saya yang ada di Batam, Bang Akmal Syadri. Dia memesankan saya mie Aceh yang paling enak, Mie Kuah Aceh. Memang sangat enak disantap saat hujan yang turun sangat deras. [caption id="" align="aligncenter" width="346" caption="teh telur yang nikmat (Dokpri)"][/caption] Apalagi ditambah dengan teh telur yang pertama kali saya saya rasakan di Ulee Kareng Aceh. Rasanya juga tak jauh beda dengan yang di aceh itu. Membuat hangat badang di saat dingin. Sayangnya saya belum merasakan mie lendir yang menurut cuita dari @infobatam, "Mie Lendir adalah makanan khas Batam dan mesti mencobanya". Kata salah seorang volunteer dari Batam, yang membedakan mie ini dengan yang lainnya adalah di kuahnya yang mirip seperti lendir -maaf- ingus. Sebetulnya membayangkannya saya agak mual juga. Namun rasa penasaran juga cukup tinggi untuk menjajal mie yang satu ini. Semoga saja ada kesempatan lain ke Batam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H