Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Money

Elpiji 12 KG: Agar Pemerintah dan Rakyat Untung

10 September 2014   14:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:07 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14103080741777566170

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Farah quin di nongkrong kompasiana (Dokpri)"][/caption] Menuju Harga Keekonomian

Penggunaan gas elpiji, baik yang 3 kg atau 12 kg semakin meningkat sejak pemerintah menggulirkan program konversi dari mitan ke gas pada tahun 2007. Data nasional menunjukan bahwa 86 % wilayah perkotaan telah menggunakan gas elpiji. Dari total prosentase itu, 18 % nya adalah pengguna elpiji 12 kg.

Pada tahun 2013 kebutuhan gas mencapai 5,6 juta ton yang terdiri dari elpiji 3 kg sebesar 4,4 juta ton dan elpiji 12 kg sebanyak 970.000 ton. Untuk tahun berikutnya diprediksi bahwa pengguna elpiji akan semakin meningkat. Beriringan dengan penggunaan gas elpiji yang semakin memasyarakat maka harganya pun ikut terkerek dari waktu ke waktu.

Nah, karena ingin mengetahui duduk perkara dari orang dalamnya langsung, saya mengikutik Nangkring Kompasiana bersama Pertamina di Penang Bistro. Sedianya yang akan hadir dari Pertamina adalah Bapak Ali Mundakir sebagai VP Corporate Communication. Akhirnya wakil dar Pertamina adalah Bapak Adiatma Sardjito selaku Media Manager. Pembicara kedua adalah chef cantik dan seksi Farah Quin. Acara dimoderatori oleh Heru Margiyanto (News Assistant Managing Editor Kompas.com)

Menurut Bapak Adiatma Sardjito Paling tidak ada tiga hal yang mendorong kenaikan harga elpiji 12 kg ini.

Satu, Penilaian BPK atas kinerja keuangan Pertamina. Setelah melakukan konsultasi dengan BPK pasca Kenaikan Harga Januari 2014, BPK meminta Pertamina untuk dapat menyampaikan Roadmap Kenaikan Harga ELPIJI 12 kg kepada pemerintah.

Hasilnya Pertamina membuat roadmap kenaikan harga elpiji menuju harga ekonomis hingga tahun 2016. kenaikkan harga Elpiji 12 kg akan dilakukan setiap 6 bulan sekali hingga tahun 2016.

[caption id="attachment_323107" align="aligncenter" width="300" caption="Roadmap penyesuaian harga gas elpiji 12 kg"][/caption] Di awal tahun 2014, Pertamina sudah melakukan penyesuaian harga, Kenaikan @ Rp. 1000/kg pada Januari dan Juli menjadi Rp. 6944 /kg di Juli 2014. Pada tahun 2015, Pertamina akan menaikan harga Elpiji 12 kg pada Januari dan Juli tahun 2015 dan 2016. Pada tahun 2016 harga Elpiji 12 kg non subsidi diperkirakan menjadi Rp. 175.900 per tabung.

Kedua, potensi kerugian yang besar. Kerugian sejak tahun 2009 - 2013 mencapai Rp 17 Trilyun. Dengan asumsi yang dipakai dalam RKAP 2014 (CPA 833 USD/Mton, kurs 10.500 Rp/USD) pasca kenaikan harga Rp 1000 /kg di Januari 2014 diperkirakan kerugian 2014 akan mencapai Rp 5.4 Trilyun. Namun apabila harga bahan baku dan kurs lebih besar akan berpotensi rugi lebih besar.

Dalam acara Nangkring itu, Adiatma memaparkan pada tahun 2009  Pertamina mengalami dari penjualan LPG 12 kg sekitar Rp 1,1 triliun.Tahun 2010  kerugian mencapai sekitar Rp 2,1 triliun. Sekitar 2011 mencapai kisaran Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun,"

Adiatma menambahkan bahwa pada 2012, kerugian Pertamina pada produk gas 12 Kg itu sekitar Rp 7,7 triliun lalu menurun di 2013 dengan Rp 5,7 triliun.  Total Pertamina mengalami kerugian Rp 17 triliun sejak 2009-2013. Kerugian ini dihitung dengan asumsi yang dipakai dalam RKAP 2014 (CPA 833 US$/Metrik ton, kurs Rp 10.500 per US$).  Setelah kenaikan harga pada  Januari 2014 sebesar 1000/kg pun, diperkirakan kerugian 2014 akan masih mencapai Rp 5,4 triliun.

Ketiga, potensi penggunaan elpiji yang meningkat. Dengan potensi penggunaan ELPIJI 12 kg ke depan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat. Namun demikian, porsi LPG impor akan semakin besar beserta kenaikan-kenaikan biaya bahan baku dan operasional.

Inti yang saya tangkap adalah bahwa selama ini, Pertamina menjual elpiji 12 kg, di bawah harga produksinya. Sejauh ini, harga Elpiji nonsubsidi 12 kg dijual di bawah harga keekonomiannya. Saat ini harga jual elpiji nonsubsidi sebesar Rp 6.100 per kilogram, sementara harga keekonomian mencapai Rp 12.100 per kilogram (kurs 2014). Artinya ada selisih harga Rp 6.000.

Kenaikan harga Elpiji 12 kg yang merupakan komoditas non subsisi adalah upaya Pertamina untuk menyesuaikan atau menyeimbangkan harga jual Elpiji dengan harga keekonomian yang saat ini sekitar Rp. 12.500 per kilogram.  Penetapan harganya juga dilakukan dengan mengikuti volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

[caption id="" align="aligncenter" width="370" caption="perbandingan harga elpiji "][/caption]

Dampak Inflasi, Pengendalian dan Monitoring

Dikutip dari Tempo, Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan kenaikan harga gas LPG 12 kilogram, tidak menyebabkan kenaikan inflasi yang signifikan. Dia memperkirakan kenaikan inflasi tak bakal lebih dari 0,5 persen. "Kenaikan harga LPG paling hanya menyebabkan inflasi 0,1 persen, lebih kecil dari kenaikan tarif listrik," kata Chatib saat ditemui usai melantik Pejabat Eselon I di Gedung Kementerian Keuangan, Selasa, 9 September 2014

Yang mungkin perlu diwaspadai adalah adanya migrasi pengguna gas elpiji 12 kg ke gas melon. Kenaikan harga elpiji 12 kg harus diikuti dengan pengamanan dan monitoring agar pengguna gas elpiji 12 kg berpindah ke gas melon. Selain itu pemerataan distribusi untuk menjamin keberadaan gas 12 kg harus dilakukan. Jangan sampai setelah kenaikan harga masyarakat malah kesulitan mendapatkannya.

[caption id="" align="aligncenter" width="310" caption="profil pengguna gas elpiji 12 kg"][/caption] Sebetulnya Pertamina berharap pada konsumen gas elpiji 12 kg ini agar tidak migrasi ke gas melon. Jika menilik survey yang dirujuk pertamina, terlihat bahwa pengguna Elpiji 12 kg didominasi oleh kalangan mampu menengah ke atas yang tinggal di perkotaan. Kebanyakan dari pengguna gas elpiji 12 kg ini adalah kelompok yang mementingkan GAYA HIDUP dengan pengeluaran yang lebih tinggi (hampir 3x lipat) pengguna LPG lainnya. Artinya, kenaikan harga Elpiji 12 kg –semestinya- tidak akan banyak berpengaruh besar terhadap mereka.

Untuk menumbuhkan kesadaraan pengguna gas elpiji 12 kg dan menggiring pengguna gas 3 kg menjadi pengguna gas 12 kg, maka diperlukan kampanye yang efektif.

Pertamina sendiri sudah memperkenalkan sistem terbarunya yaitu Sistem Monitoring Distribusi LPG 3 Kg (SIMOL3K). Dengan sistem monitoring tersebut, Pertamina pun menjamin bahwa distribusi LPG 3 kg akan lebih tepat sasaran (kompas 17/8/14).

SIMOL3K merupakan sebuah program pengawasan berbasis teknologi komputerisasi yang berperan sebagai instrumen pendeteksian dini penyalahgunaan distribusi LPG dan adanya LPG oplosan akibat disparitas (perbedaan) harga antara LPG 12 kg dan LPG 3 kg di tingkat agen hingga pangkalan (distributor).

Nah, tinggal kita lihat bagaimana keampuhan SIMOL3K dalam mengendalikan dan monitoring distribusi gas ini.

Pemerintah untung, rakyat jangan buntung

Konstitusi sudah menegaskan bahwa pemilik sah kekayaan alam adalah rakyat. Dalam konstitusi diamanatkan, bahwa, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.”  Maka setiap kebijakan yang diambil harus berorientasi untuk kemakmuran rakyat. Jangan sampai Pertamina untung, rakyat tambah buntung.

sejatinya cadangan gas bumi Indonesia demikian melimpahnya. Menurut situs ESDM Potensi gas bumi yang dimiliki Indonesia berdasarkan status tahun 2008 mencapai 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF, dengan komposisi tersebut Indonesia memiliki reserve to production (R/P) mencapai 59 tahun.

Pertanyaannya kemudian mengapa gas mahal?

Pengamat energi Kurtubi sebagaimana dikutip dari Viva.com mengatakan, Indonesia adalah negara yang potensi gasnya besar, tapi terlihat seakan-akan kekurangan gas. Kondisi ini disebabkan oleh salahnya pengelolaan gas oleh pemerintah.

Menurut  Kurtubi, penerapan UU Migas No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menghambat lifting minyak dan gas. "Gas kita justru dijual murah ke China. Ini membuat rugi Rp 30 triliun per tahun,” tuturnya.

Menurut data, 50 % kebutuhan gas elpiji nasional masih diimpor dari negara lain. Terutama dari Arab Saudi (ARAMCO). Dengan demikian, jika harga elpiji internasional naik, sesuai patokan contract price (CP) Aramco, maka harga elpiji dalam negeri juga akan naik.

Menurut data, 50 % kebutuhan gas elpiji nasional masih diimpor dari negara lain, terutama dari wilayah Arab Saudi khususnya dari perusahaan Saudi Aramco. Sehingga jika harga elpiji internasional naik, sesuai patokan contract price (CP) Aramco, maka harga elpiji dalam negeri juga naik. Begitu juga jika dolar naik, maka elpiji yang kita impor itupun akan naik sesuai harga dolar.

Beberapa gelintir orang menangguk untung dengan menjual gas secara murah ke asing, dan rakyat buntung karena harus menanggung beban berat membeli kembali gas dari asing dengan harga yang lebih mahal. Hal itulah yang kemudian menjadi penting –juga mafia migas- untuk dibenahi demi memenuhi amanat undang-undang yang menyebutkan bahwa rakyat adalah pemilik dari semua kekayaan alam yang terkandung di bumi Nusantara ini.

Selain itu Pertamina dan Pemerintah  harus membuktikan bahwa kenaikan harga Elpiji 12 kg non subsidi akan bisa mendatangkan keuntungan buat masyarakat Indonesia. Jika pemerintah untung, mestinya rakyat juga merasakan keuntungannya.

Rakyat pemilik kekayaaan alam Indonesia (dok Pikiran Rakyat)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun