[caption id="" align="aligncenter" width="589" caption="lukisan tentang perjalanan manusia perahu"][/caption] Setelah sehari sebelumnya dihabiskan untk membangun rumah di Kabil bersama volunteer lainnya. Hari ahad (9/11/2014) adalah waktu luang yang mesti dipergunakan semaksimal mungkin. Rencana sebelumnya, setelah kami membereskan pekerjaan fondasi rumah di Kabil  akan dimanfaatkan berangkat ke Singapura yang cuma sekerlingan mata. Namun apa daya badan pegal-pegal dan waktunya sangat mepet akhirnya rencana itu urung dilakukan. Akhirnya teman-teman berinisiatif untuk membeli oleh-oleh di Top 100 dan saya memilih untuk menemui saudara dan teman saya di Batam ini. Saya sendiri akhirnya diajak ke Sei Panas untuk menyantap makan malam di warung-warung yang bertebaran sambil city tour Kota Batam di waktu malam dan hujan. Sebelum sarapan, pagi sekali saya jalan-jalan mengelilingi kota Batam di pagi hari dengan memakai ojeg. Dengan tarif 50.000,- saya keliling-keliling daerah pinggir kota Batam. Lalu pulang ke Hotel dan di sana sudah bersiap Kikin dan Nur Fatma. Sementara Mas Tupon sudah siap OTW ke Singapura. Tak lama kemudian Mbak Diah dan Mbak Linda juga menyusul. Karena rombongan volunteer dijadwalkan pulang ke kota masing-masing jam 14 siang, akhirnya diputuskan hanya akan ke Jembatan Barelang dan Kamp Vietnam. Kami semua -kecuali Kikin- akhrinya cek out da membereskan barang di mobil. [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Aduuh kok buram begini ya (Dokpri)"][/caption] Rizal meminta agar kami ke tempat yang ada tulisannya WELCOME BATAM. Kami mengiyakan dan meminta Bang Rahmat untuk ke sana. Bang Rahmat yang orang Solok ternyata sangat kooperatif dan mengantar kami menembus para peserta Color Maraton yang Padat. Tulisan itu ternyata tak jauh dari pusat kota yang biasa disebut Batam Center. Seperti biasa para pelancong, kami puas-puaskan berfoto di tempat itu. Kapan lagi bisa ke Batam gretongan seperti ini. Saya juga foto-foto sekitar tempat itu, termasuk tempat MTQ yang terlihat dari jauh. Perjalanan dilanjutkan ke Pulau Galang. Butuh waktu kurang lebih 1-2 jam untuk ke sana. Untungnya jalanan tak macet. Selain bukan waktu kerja, jalanan di Batam ini lebar dan bagus-bagus. Beberapa saat kami sampai di Jembatan Barelang yang juga masuk dalam list kunjungan kami di Batam. Namun karena mengejar waktu, Bang Rahmat mengusulkan agar kami ke Kamp Vietnam dulu baru nanti mampir lagi di Barelang. Kami iyakan juga saran itu. lagian kelihatannya cuaca agak mendung. Sambil terantuk-antuk dibuai goyangan mobil di jalan yang mulus saya ambil beberapa gambar untuk stok foto saya. Sesekali jalan agak bergelombang dan memaksa yang ketiduran untuk bangun. Tidak banyak petunjuk jalan menuju Kamp Vietnam ini. Kata Bang Rahmat, kalau bukan karena pernah ke situ mungkin tidak akan tahu harus belok di mana. Untungnya Bang Rahmat pernah ke Kamp Vietnam. [caption id="" align="aligncenter" width="556" caption="Tanda memasuki Kamp Vietnam (Dokpri)"][/caption] Sejurus setelah melewati jembatan kelima, mobil berbelok ke kiri. Barulah terlihat beberapa tanda adanya kampung Vietnam ini. Pintu gerbang masuk termasuk karcis menjadi penanda kampung ini. Karcisnya cukup murah, Rp, 3000,- / orang dan Rp 10.000 untuk mobilnya. Nuansa sendu langsung menyergap saya. Kondisinya memang terbilang sepi. Cuaca sedang mendung dan suasana Kamp dengan hutan lebat yang agak temaram membuat suasana sendu di awal perjalanan masuk Kamp semakin bertambah. Setelah melewati kantor PMI, sampailah di sebuah monumen yang diberi nama Humanity Statue. Monumen ini berbentuk patung perempuan dalam keadaan terkulai. patungnya sih jelek tapi kejadian yang melatari berdirinya monumen itu membuat saya bergidik. [caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Humanity Statue, Pengingat agar menghargai kehidupan (Dokpri)"][/caption] Monumen ini didirikan untuk mengenang perkosaan terhadap Tinh Han Loai, seorang wanita yang bunuh diri karena malu setelah diperkosa oleh sesama pengungsi. Di kamp, tindakan kriminal memang sangat maraka bahkan memangsa sesama mereka sendiri. selain Perkosaan tindak kriminal lainnya adalah mencuri, bahkan membunuh. Oleh karena itu di kantor pusat Kamp, dibangun sebuah penjara yang digunakan untuk menahan para pengungsi yang melakukan tindakan kriminal dan yang mencoba melarikan diri. Kurang lebih 200 meter dari Humanity Statue, terdapat pemakaman Nghia-Trang Galang. Sekitar 503 pengungsi dimakamkan di sini. Perjalanan yang jauh dari kata nyaman menyebabkan tewasnya banyak manusia perahu. Selama perjalanan berbulan-bulan menuju tanah kebebasan, mereka didera penyakit dan meninggal di perahu. Selain itu orang-orang yang meninggal di Kamp dikubur juga di sini. Pemakaman itulah yang membuat para kerabat yang telah kembali ke Vietnam atau yang telah mendapat suaka di negara lain untuk bermukim masih kerap datang ke Pulau Galang untuk berziarah. Setelah melantunkan doa dan berfoto, kami melanjutkan perjalanan menuju Monumen Perahu. Perahu-perahu ini perahu asli dipakai para manusia perahau mengarungi Laut Cina Selatan. Perahu kecil itu tentu saja sangat padat karena memuat 40-100 orang selama berbulan-bulan! [caption id="" align="aligncenter" width="417" caption="Pemakaman Kamp Vietnam (Dokpri)"][/caption] Sulit dibayangkan bagaimana perjuangan para manusia perahu  bertahan untuk hidup. sesampainya di Pulau Galang, perahu-perahu ini pernah dengan sengaja dibakar dan ditenggelamkan oleh para pengungsi. Hal itu dilakukan sebagai bentuk protes atas kebijakan UNHCR dan Pemerintah Indonesia yang ingin memulangkan sekitar lima ribu pengungsi ke negara asalnya. Pada tahun 1995, Pemerintah Otorita Batam mengangkat perahu-perahu yang ditenggelamkan ke daratan, diperbaiki, dan dipamerkan ke publik sebagai benda bernilai sejarah. sayangnya sekarang ini juga perahu-perahu itu kurang terawat. Dari monumen perahu kami berjalan menuju museum peninggalan manusia-manusia perahu itu. Di depan museum inilah terdapat penjara bagi para pengungsi kriminal dan suka berbuat kerusuhan. Sebuah bangunan kecil bertingkat dua. Selain penjara, tempat itu juga dipakai untuk tempat tinggal para relawan dan beberapa penjaga keamanan. [caption id="" align="aligncenter" width="556" caption="inilah perahu kecil yang diisi hingga 100 orang (Dokpri)"][/caption] Setelah parkir mobil dan melihat penjara kami masuk ke dalam Museum. Sebuah lukisan yang  sangat menarik menyambut kami de depan pelataran. Para pengungsi sedang duduk bersantai di pantai. Mereka tersenyum dan kelihatan bergembira. Mungkin mereka sudah merasa ada di tanah pembebasan. Sejurus masuk di Museum, kita akan melihat banyak memorabilia para pengungsi dan relawan yang bertugas mulai dari data-data para pengungsi, foto keluarga, foto kegiatan para pengungsi, serta benda-benda rumah tangga yang dapat menggambarkan situasi kehidupan di Camp Vietnam. Tak berlama-lama kami di sini karena juga mengejar waktu ke bandara. Kami melanjutkan penelusuran di Kamp ini tanpa turun dari mobil. Ternyata selain museum juga terdapat bekas bangunan yang dibua untuk mendukung kehidupan di pengungsian ini. Ada rumah sakit yang masih menyimpan kotak-kotak dan botol-botol obat dan ada tempat olar raga hanya terlihat sebagian karena memang sebagian besar bangunan sudah tak begitu dirawat dan rumput tumbuh menutupi bangunan. Ada juga Sekolah bahasa yang dibuat oleh UNHCR PBB buat para pengungsi. Sebelum diterima kewarganegaraanya oleh negara tujuan, para pengungsi diwajibkan menguasai beberapa bahasa asing. Bahasa yang diajarkan di ntaranya bahasa Inggris dan Perancis. [caption id="" align="aligncenter" width="589" caption="beberapa tempat ibadah di Kamp Vietnam (Dokpri)"][/caption] Terdapat tempat ibadah juga di tempat ini. Ada vihara, gereja Kristen, serta gereja Katolik. Semua bangunan tersebut masih orisinil dan tidak terawat. Malah gereja Kristen sudah menjadi puing-puing di tengah rerimbunan pohon yang membuatnya tersembunyi. Gereja Katolik Nha Tho Duc Me Vo Nhiem masih berdiri cukup bagus dan mencolok. Bangunannya tinggi dan bercat puti. Berada di jalan tusuk sate membuatnya semakin terlihat menjadi sentral. Sayang jembatan kayunya rusat dan tidak bisa dipergunakan lagi. Di sebelahnya sudah dibuat jembatan dari tembok. Sayang ya, padahal kalau jembatan kayunya diperbaiki akan sangat eksotis. Karena tak sempat ke patung Dewi Kwan Im, sebelum pulang kami menyempatkan diri ke vihara. Di situ ada juga patung dewi Kwan Im. Tempat ini relatif terjaga dan baru saja dicat ulang. Kontras dengan bangunan lainnya. Sambil menikmati panorama jembatan lima yang indah kami berfoto ria di sekitar Vihara ini. Setelah puas, kami meninggalkan Kamp Vietnam ini. Meninggalkan jejak bersama para manusia perahu dan sejarah pilu yang tercipta di tempat ini. Semoga saja tempat-tempat seperti ini menjadi pengingat tragedi-tragedi kemanusiaan agara tak terjerembab ke dalamnya. Keep Peace yaa. [caption id="" align="alignnone" width="576" caption="memorabilia (Dokpri)"][/caption] Saran untuk pengelola Tempat wisata ini merupakan tempat yang luar biasa. Sarat dengan pengajaran kemanusian, keadilan dan perjuangan. Sangat layak dikunjugi oleh pelancong yang ke Batam. Ada beberapa saran saya agar pelancong yang datang mendapat manfaat dari perjalanannya. 1. Sebaiknya rute ke tempat ini diberikan tanda yang jelas, supaya mudah mencarinya. 2. Di dalam area Kamp, sebaiknya disediakan baligho-baligho besar yang menceritakan tempat yang dikunjungi biar yang memburu waktu bisa membacanya dari mobil tanpa harus turun. 3. Oh ya, kiranya sebuah peta kamp juga mesti disediakan agar pengunjung tahu di mana saja lokasi-lokasi bangunan yang ada di Kamp ini. 4. Perahunya dirawat dong, jangan dibiarkan lapuk dan kemudian hancur. Sayang kan sudah diangkat capek capek dari laut kalau dibiarkan hancur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H