"Bila ada seorang yang berucap buruk di telingaku ini, sambil menunjuk telinga kanannya, dan meminta maaf lewat telingaku yang lain, maka aku pasti memaafkannya. Hal ini dikarenakan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as menukil kepadaku bahwa beliau mendengar dari kakekku, Rasulullah Saw bersabda, 'Siapa yang tidak menerima permintaan maaf orang lain, baik ia benar atau salah maka tidak akan pernah memasuki kolam al-Kautsar." (Ihqaq al-Haq, jilid 11, hal 431)
Manusia adalah makhluk yang seumur hidupnya penuh ujian, ujian-ujian tersebut tersedia dalam banyak pilihan. Di samping hidupnya adalah serangkaian perjuangan mengarungi ujian, tetapi manusia memiliki ragam pilihan.Â
Pilihan untuk maju atau malah mundur. Seringkali pilihan-pilihan itu mengecoh dan menjadi kesalahan yang tak terhindarkan atau biasa kita sebut dengan khilaf. Kekhilafan ini bagai kerikil yang amat kecil dan ringan, kesalahan kita adalah menganggap enteng kerikil tersebut padahal kerikil yang ditumpuk terus menerus bahkan bisa mengalahkan tingginya gunung.
![bara permusuhan (dok. Tirto)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/06/04/kerusuhan-di-petamburan-antarafoto-ratio-16x9-5cf64e623ba7f7650834a793.jpg?t=o&v=770)
Dalam Amsal 28:13 dikatakan bahwa "Siapa yang menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa yang mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." Seberat itu permasalahan meminta maaf.
Memang kegiatan meminta maaf dan memberi maaf adalah permasalahan yang kompleks bagi kelangsungan hubungan antar manusia. Ketika kedua belah pihak melalaikan kegiatan ini sekali saja, tak sadar bertahun-tahun sudah tak saling menyapa padahal awalnya barangkali hanya muncul dari kesalahpahaman. Hubungan pertemanan yang awalnya sangat harmonis menjadi hampa.
Ditambah, kita seringkali menyia-nyiakan pertemuan. Bertemu tapi tidak sungguh-sungguh bertemu. Bertemu yang hanya sebatas raga, tak ada interaksi lebih karena kita malah terpaku pada gawai masing-masing di tangan. Padahal boleh jadi ada kawan yang sedang membutuhkan pendengar untuknya menumpahkan beban dalam pikirannya.
![kebersamaan (Dok. Liputan6)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/06/04/026359600-1472199391-berpleukan-5cf64ef295760e0bf518dab7.jpg?t=o&v=770)
Menurut saya momen Idul Fitri merupakan suatu perhentian untuk memulai hal baik. Ketika Idul Fitri kita mengunjungi rumah-rumah kerabat dan keluarga untuk menyambung dan memperkuat tali silaturrahim, tali yang dengannya kita memiliki ikatan yang berharga. "Mohon maaf lahir dan batin ya, barangkali saya pernah melakukan kesalahan," kata itu tak henti-hentinya dihidupkan pada momentum ini.
Idul Fitri memang penanda berakhirnya bulan ramadhan, tapi juga sebagai gerbang permulaan hari-hari baik kedepannya. Akibat dari makna saling memaafkan, jadi tak ada lagi prasangka buruk terhadap si A, tak ada dendam lagi kepada si B, tak ada iri hati dan dengki lagi kepada yang lainnya. Memandang hal ini sebagai pembelajaran diri yaitu 'menyadari' apa yang sedang  dilakukan.Â