Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerpen | Kelopak yang Tidak Terlalu Putih

23 Mei 2019   22:02 Diperbarui: 23 Mei 2019   22:13 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (dok: itsphotoshop.tumblr.com)

Kota Tiga

Pada kaca bus kusandarkan kepala yang dipenuhi kenangan akan kota sebelumnya. Diri ini masih tidak rela meninggalkan keseruan di sana. Aku rindu keramaian, keceriaan, sesungguhnya aku tidak cocok dengan serba kesepian yang kualami sekarang ini. Aku tidak layak mendapatkan ini... dasar peratap.

Kota Empat

Mendung, tapi juga cerah. Apakah cuaca di kota ini memang tidak menentu? Ah, aku melangkah sembarang kemana kaki ingin membawa. Aku melihat beberapa orang berlalu lalang dengan urusannya masing-masing. Halte di kota ini terlihat lebih banyak dari 3 kota sebelumnya. 

Meskipun aku tak mengerti mengapa bisa begitu. Ketika berjalan-jalan di pusat keramaian, kulihat beragam cafe, ada cafe keramaian dan cafe kesendirian. Seperti pengelompokan extrovert dan introvert. Lagi-lagi aku tak memahami alasannya. Aku hanya ah, tidak karuan. Rasanya aku belum siap karena masih membayangkan kenangan akan Kota Tiga.

ku"Mau berteman denganku?" orang itu mengahampiri ketika aku sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Tapi ia tersenyum sementara aku kaku masih terdiam.

"Sepertinya kamu orang baru di sini, aku bisa membantumu." Lumayan juga,

Dia adalah teman pertamaku. Seseorang yang bisa kupercaya hingga saat ini. Meskipun kami berteman, terkadang banyak hal yang tidak bisa kumengerti tentang dia. Begitupun dia selalu mempermasalahkan bawaan diriku yang tak sama dengannya. Pertemanan tak selalu indah, esoknya  kami bahkan seperti orang yang tidak saling mengenal. Dan itu terjadi begitu saja, sulit dipercaya.

Kota ini sangat kejam, terkadang aku dipaksa untuk berlaku seperti yang tidak pernah kucoba sebelumnya. Mereka menuntutku, dan aku sangat rapuh akan perubahan mendadak. Ketika putus asa dan ingin segera pulang saja, aku teringat perkataan Pak Supir. Kiranya ini yang menguatkanku beberapa hari ini.

Huft,

Aku tidak tahu harus bagaimana, aku tidak tahu apa yang sebaiknya kulakukan. Aku tidak tahu ini hari apa, tanggal berapa. Tapi aku masih ingat kapan Indonesia merdeka. Dan kenangan, menurut Pram adalah tanda bahwa kematian mulai meraba jiwa. Nahasnya saat seperti ini aku hanya sibuk mengenang. Apabila hanya itu yang kulakukan, aku bisa benar-benar mati tanpa tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun