Entahlah, apakah haji semi plus itu masuk haji ilegal atau bukan yang jelas saya pernah mengalaminya. KejadiannyaTahun 2010. Saat itu jemaah haji KBIH Babussalam Bandung tidak didampingi oleh pembimbing. Keadaan itu membuat saya diutus sebagai pembimbingnya. Haji semi plus dilihat sebagai salah satu jalan keluar. Haji semi plus memang tak mensyaratkan orang sudah terdaftar sebagai jemaah haji karena visa yang digunakan berbeda dengan visa haji.
Awalnya, haji jenis ini disebut dengan haji semi plus, karena biayanya dibawah haji plus dan kemudian haji ini disebut haji non kuota. Penggunaan visa kerja membuat kuota haji tak terganggu. Dari sisi biaya, haji non kuota ini kemudian melambung sangaaat tinggi. Hanya orang-orang super kaya saja yang bisa membayarnya. saya dengar dari kawan saya, sekarang biayanya mencapai 130 juta/orang.
Lalu apa derita yang saya alami padahal sudah bayar maha?
Penderitaan pertama yang saya alami adalah tidak adanya kepastian berangkat. Saya sampai menunggu 3 hari pulang balik bandara hotel. Hal ini membuat saya stress tingkat lauhil mahfudz. Setiap hari jemaah yang sudah berada di Mekah menelepon dan bertanya "sudah sampai mana, kok belum sampai-sampai?" ditambah lagi telepon dari bapak yang menyuruh saya untuk pulang saja. Tapi saya berniat untuk mencoba sampai batas akhir haji model ini. walaupun sudah sampai di depan hotel saya diusir, berarti itulah akhirnya.
Dengan perasaan was-was saya menunggu hari demi hari. setiap hari itu pula saya menyaksikan orang-orang yang mesti pulang ke kampungnya walaupun mereka sudah ada di bandara. Satu waktu, saya harus menemani direktur perjalanan haji untuk menyampaikan kabar ke sepasang suami istri dari selayar bahwa mereka tidak dapat visa haji.
Bayangkan saja, syukuran walimah safar sudah mereka lakukan, sudah berhari-hari mereka meninggalkan kampung halamannya dengan iringan doa sanak saudara dan kerabatnya di kampung, tiba-tiba mereka harus pulang. Kesal, marah,dan gundah gulana terpancar dari wajah mereka. Tidak hanya seorang dua orang tapi hampir lima orang saya saksikan. Saya pun ikut gundah, akankah saya bisa berangkat? saya menunggu betul-betul hingga detik-detik akhir sehingga saya menerima pasport dengan visa. VISA KERJA. Ooooh jadilah aku TKI.
Di Jeddah, jemaah haji biasanya disuruh untuk menggunakan pakaian ihram sebagai sarat masuk tanah suci. Tapi kami dilarang menggunakannya. Sejak di jakarta kain ihram yang kami bawa terpaksa disimpan kembali. “jangan sampai ada barang-barang yang ada kaitannya dengan haji” kata kepala rombongan. Oh ya saya tersadar. Kami adalah TKI bukan jemaah haji. Akhirnya kami memasuki tanah haram tanpa menggunakan ihram.
Kalau dalam ibadah normalnya, saya sudah kena dam (denda) berkali-kali. Bisa saja dendanya dibayar namun kalau semua ibadah bisa dibayar di mana lagi kenikmatan berhaji?
Memasuki kota Mekah, kami melewati beberapa penjaga yang memeriksa kami dengan agak ketat. Setelah dipastikan kami bukan jemaah haji, kami dibawa ke sebuah apartemen yang jauh di luar kota mekah. Tak ada istirahat, kami harus segera mengejar waktu ke Arafah. Kata kepala rombongan, miqatnya di hotel saja. Ah ini haji cam mana ini pikirku. Segala sesuatu bisa diatur sesuai titah kepala rombongan. Tidak ada miqot, tidak ada shalat sunnah dua rakaat,tidak ada pakai pakaian ihrom. Pikirku, kali ini aku masuk tanah haram tanpa izin Sang Pemiliknya. Haji Pencuri.
Malam itu –di Arafah, saya tak bisa tidur memikirkan perjalanan haji ini. Inilah perjalanan haji saya yang paling aneh. Akhirnya saya jalan-jalan keluar dari tenda dan segera mencari jemaah saya. Saat sudah ditemukan, jemaah saya menangis bahagia dan setelah beberapa saat ngobrol saya tertidur di tenda.