Bank Sentral Amerika (The Fed) kemarin malam mengumumkan, Tapering (Pengurangan) pembelian surat utang pemerintah AS oleh The Fed yang sering disebut sebagai stimulus akan berkurang US$ 10 Miliar dari nilai US$ 85 Miliar Menjadi US$ 75 Miliar.
Penundaan ini menimbulkan eforia di pasar modal. Semalam Dow Jones naik 1.84%, Index S&P 500 naik 1.67% dan Nasdaq Composite naik 1.15%. The Fed juga mempertahankan kebijakan US$ Rate rendah untuk menggerakkan sektor riil dengan target pengangguran dibawah 6.5%.
Di sisi lain kebijakan itu menyebabkan US Treasury turun dan yieldnya naik. Tercatat 10 Year Treasury Note yieldnya naik 4.5 basis point menjadi 2.922%, 30 year Bond naik 4 basis point menjadi 3.095%, 5 Year Bond naik 4 basis poin menjadi 1.536%.
Index saham di Asiapun pagi ini menguat, Hang Seng Hongkong dibuka naik 1.1%, Nikkei Jepang dibuka naik 1.4%, S&P/ASX200 Australia naik 0.7%.
Apa maknanya bagi Amerika?
Sejak krisis Subprime Mortgage, ekonomi Amerika masih tergantung pada stimulus pemerintah. Stimulus US$ 85 Milliar atau US$ 75 Milliar bukanlah angka yang kecil. Setara dengan setengah APBN RI selama setahun. Saat ekonomi sehat tentu peran pemerintah akan berkurang, tetapi saat ekonomi di gerakkan oleh konsumsi dalam negeri dan produktivitas industri dalam negeri belum membaik maka stimulus akan menjadi ban serepnya.
Hal ini bisa dilihat dari defisit perdangan yang besar yang dialami oleh AS khususnya terhadap China. Serbuan barang konsumsi rumah tangga dan industri rendah teknologi dari China telah menyulitkan industri sejenis di dalam negeri diAS.
Akibatnya banyak industri yang tutup dan terpaksa melakukan relokasi ke Asia dengan alasan efisiensi dan menekan biaya produksi. Bangkrutnya kota Detroit sebagai basis otomotif dalam negeri AS adalah contoh nyatanya.
Pengurangan stimulus adalah indikasi bahwa peran swasta dalam menggerakkan ekonomi AS mulai pulih. Tetapi pengurangan yang masih sedikit dan euforia atas penundaan mengindikasikan bahwa pemulihan masih lambat.
Stimulus bukanlah uang gratis, ada batasnya sehingga tidak menjadi sangat bubble dimana nilai uang tidak lagi sepadan dengan nilai riil aset.
Bagi Indonesia