Hidup adalah pilihan, ya pilihan antara menyerah pada nasib atau bangkit untuk mengubah keadaan. Terkadang pilihan itu menjadi sulit karena harus berbenturan dengan budaya yang bias gender. Padahal baik pria dan wanita punya kebutuhan dasar yang sama, jika wanita tidak punya makanan dirumahnya tentu akan lapar, sama persis seperti seorang pria yang juga kelaparan jika tidak bisa makan. Begitu juga dalam hal tempat tinggal, pakaian bahkan kebutuhan untuk aktualisasi diri, wanita membutuhkan hal yang sama, sama persis apa yang dibutuhkan manusia lain (baca: pria). Wanita bukanlah setengah manusia seperti yang distigmakan budaya kuno.
Sayangnya, dalam masyarakat yang didominasi budaya maskulin, wanita seringkali menjadi obyek. Bahkan dalam budaya Jawa dikenal pakem bahwa seseorang bisa dianggap sukses jika memiliki wismo (rumah), wanito (perempuan), kukilo (peliharaan atau hobi mahal) dan cidro (keris atau kharisma). Secara tidak langsung menyebutkan bahwa sukses itu milik pria, sedangkan wanita hanya sebagai salah satu tolok ukur kesuksesan seorang manusia (pria). Wanita dihargai tidak lebih dari benda, yang akan digunakan selagi menarik dan di taruh digudang ketika keadaanya dianggap memalukan.
Nikita Mirzani adalah salah satu contoh seorang wanita yang saat ini dianggap memalukan, setelah diberitakan oleh media digerebek polisi berkaitan dengan kasus prostitusi online. Setidaknya seorang publik figurpun harus merasa kebakaran jenggot karena fotonya bersama Nikita di unggah di jejaring sosial. persepsi wanita hanya dianggap sebagai barang jelas sekali nuansanya. Dulu ketika wanita ini dianggap menguntungkan karena suaranya begitu berarti saat pemilu, maka orang - orang tidak akan segan untuk sekedar berfoto bersama diruang publik. Ketika pemilu berlalu keadaan serta merta berubah. Cerita satiro pinilih lebih layak dikedepankan, cerita mengenai kesempurnaan seorang satria sakti mandra guna.
Dalam cerita pewayangan kakawin Arjuna Sasrabahu, ada seorang abdinya bernama Sumantri, Sumantri ini seorang yang sakti dan karena kesaktiannya membuatnya lupa diri dan menantang sang raja Arjuna Sasrabahu, tetapi kemudian kalah. harusnya sumantri ini dihukum mati, tetapi karena berhasil memindahkan taman sriwedari atas bantuan adiknya Sukrasana, membuat Sumantri mendapat pengampunan raja Arjuna Sasrabahu. Dalam perjalanannya Sumantri merasa malu memiliki adik Sukrasana yang bermuka buruk. Dengan mengabaikan jasa Sukrasana menyelematkan Sumantri dari hukuman raja, ternyata Sumantri rela membunuh adiknya sendiri karena buruk muka.
Nikita Mirzani mungkin saat ini dianggap orang yang buruk muka, sehingga foto bersamanya dianggap aib, tetapi kita lupa bahwa Nikita tetaplah seorang manusia. Manusia wanita yang sedang melawan takdirnya untuk mengubah keadaan. Ok, katakanlah kasus prostitusi online itu benar terjadi, kenapa hanya wanita yang dihukum secara sosial? Pria melakukan prostitusi (maaf: membeli wanita) karena kesenangan, bukan dalam tekanan atau paksaan, bahkan untuk menunjukkan kekuatan uangnya sebagai manusia sukses. Sedangkan si wanita hanya sekedar untuk menyambung nyawa, setidaknya itu yang di katakan Titiek Puspa dalam lagu kupu - kupu malam.
Tetapi kita lupa perasaan hati seorang wanita. Wanita ketika hatinya disakiti bisa lebih kejam daripada pria. Cerita Jawa mengenai Prabu Erlangga dan Ratu Calon Arang adalah cerita tentang kekuatan passion wanita ketika sakit hatinya memuncak. Kita tidak pernah mendengar tentang Kakek Sihir, sebaliknya Nenek Sihir adalah cerita yang dikenal bahkan sejak kita kanak kanak. Bukan berarti wanita lebih jahat, tetapi rasa sakit hati yang mendalam sebagai manusia yang lebih berperasaan dibandingkan pria, di gambarkan sebagai rasa sakit hati yang terbawa sampai mati.
Saya tidak tahu apakah yang dipikirkan seorang pria ketika harga dirinya merasa direndahkan karena berfoto bersama wanita yang dianggap rendah. Kenapa tidak malu berfoto bersama seorang yang melacurkan jabatannya? atau melacurkan profesinya? atau melacurkan tulisannya? Wanita adalah manusia seutuhnya, bukan manusia separo harga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H