Kita pernah membaca komentar bahwa kompasiana ini media sampah. saya pun juga berpikir demikian, kompasiana lebih mementingkan kontroversi dan opini yang tendensius di banding harus mencerdaskan pembaca dan penulisnya. Secara logika pendek bisa diterima, karena kontroversi dan tendensius seolah melihat obyek dari perspektif berbeda walaupun kenyataannya secara nalar hal yang bodoh. Tetapi karena kontroversi dan tendensius tersebut mengaduk - aduk emosi pembacanya maka hal yang burukpun dianggap menyenangkan.
11 12 dengan sinetron dan drama India
Banyak pendapat ahli yang mengeluhkan logika tayangan sinetron, drama India dan sejenisnya. Para ahli berpendapat bahwa tayangan seperti itu merusak logika, mental dan cara pandang masyarakat. Celakanya, pemirsa tayangan tersebut sebagian besar berasal dari golongan bawah yang haus hiburan dan menjadikan televisi sebagai satu - satunya obyek hiburan tiap hari. Memang ironis, bagaimana kita bisa mengangkat derajat golongan bawah jika televisi menghancurkan logika, mental dan cara pandang mereka.
Kompasianapun demikian juga, kompasiana ini memang menyasar penulis amatir dan pemirsa awam yang mencari berita sensasional dan tendensius. Judul dan isi tulisan dengan Label PILIHAN pun didominasi oleh opini politik yang tendensius menghina lawan politik Jokowi dengan bermacam kata kata kasar sekaligus memuja Jokowi bak dewa yang tak pernah salah.
Hal yang sangat kontradiktif dengan realita. Jokowi dianggap sukses dengan pemberantasan korupsi dan pungli, walaupun kenyataannya nama Setyo Novanto yang terkait dengan Papa Minta Saham Freeport bukannya dianggap mencemarkan nama baik Presiden, tetapi justru di endorse untuk menjadi ketua umum Golkar yang main mata dengan pemerintah. Ekonomi di bilang membaik, walaupun APBN hancur lebur dipangkas, penerimaan pajak jatuh sangat dalam, tiang pancang infrastruktur terancam mangkrak dsb.
Dengan kondisi yang memutar balikkan fakta ini, sebetulnya kompasiana layak disebut media penghasut melalui label PILIHAN yang disematkan pada tulisan yang menghasut.
Penulis di Kompasiana = Pengangguran
Untuk memastikan hal ini memang perlu penelitian lebih lanjut, tetapi setidaknya kita sudah bisa melihat indikasinya. Para penulis di kompasiana ini tidak ada yang dibayar, setidaknya oleh kompasiana kecuali memenangkan lomba. Tetapi coba amati jam menulis dan jam memberi komentar para penulis populer di kompasiana, hampir tiap jam sepanjang hari. Apakah mereka tidak punya pekerjaan dan kesibukkan sehingga bisa sepanjang hari menulis dan berkomentar?
Mereka populer bukan karena kualitas tulisannya, tetapi rajin menhamburkan waktunya berlama - lama di kompasiana.
Bukti Bahwa Label PILIHAN = Tanpa logikaÂ
Tengok akun http://www.kompasiana.com/rickyvinandooo , sebuah akun yang fantastik. Dari 109 kali menulis 109 kali diberi label pilihan, sangat sempurna. Tetapi mari kita buka apa isinya. Â Sebagian besar isinya menyanjung Jokowi dan mengolok - olok lawan politiknya. Anggap saja preferensi politik penulis tidak bisa disalahkan, walaupun sebagian bisar isinya tak lebih dari debat di warung pinggir jalan.