[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Warga Lembata di NTT. Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption]
Apakah benar Timor Leste sudah mendahului Indonesia? Menurut tulisan Faisal Basri, Ya. Tetapi benarkah kenyataannya seperti itu? Sama sekali salah. Data ekonomi tidak bisa di telan mentah - mentah, di cuplik satu bagian kecil kemudian di elaborasi sesuai fantasi sendiri, di plintir dan disajikan ke publik seolah kebenaran. Ibarat kita diperlihatkan foto ekor gajah dan seekor tikus, kemudian menyimpulkan bahwa gajah mirip tikus dan tidak besar.
Mari kita lihat data ekonomi secara lebih komprehensif: Menurut data index MUNDI (siapakah MUNDI silahkan di google: IndexMundi) Pendapatan Perkapita : GDP percapita (PPP) tahun 2012: Indonesia (US$ 5,100) - Timor Leste (US$ 10,000) Dilihat dari sisi ini jelas Indonesia kalah. Tetapi mari kita lihat komponen didalamnya. GDP (PPP) tahun 2012: Indonesia (US$ 1.237 Trillion) - Timor Leste (US$ 11.23 Billion) Terlihat GDP (PPP) Indonesia lebih dari 100 kali lebih besar dari Timor Leste. GDP (Official Exchange Rate) tahun 2012: Indonesia (US$ 878 Billion) - Timor Leste (US$ 4.2 Billion) Terlihat GDP (Official Exchange Rate) Indonesia lebih dari 200 kali lebih besar dari Timor Leste. Mengapa GDP total perlu di bandingkan, karena besaran GDP total ini menentukan bargaining (daya tawar) secara ekonomi dan politik. Itu sebabnya China walaupun GDP perkapitanya masih di bawah Eropa, Jepang dan AS, tetapi ekonominya sangat diperhitungkan karena kekuatan pasar domestiknya dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Hal yang sama terjadi pada kekuatan ekonomi baru Brasil, India dan Rusia. Dimana dengan besaran pasar domestiknya mampu tumbuh lebih cepat dari rata - rata dunia. Data ekonomi lain: Household Consumption/ GDP: Indonesia (54.6%) - Timor Leste (28.8%) Terlihat bahwa konsumsi rumah tangga di Indonesia memiliki prosentase lebih besar. Artinya daya beli rumah tangga Indonesia jauh lebih besar. Tentu saja ini lebih mencerminkan kesejahteraan rumah tangga Indonesia. Artinya besaran GDP lebih dinikmati oleh rakyatnya. Goverment Consumtion/ GDP: Indonesia (8.9%) - Timor Leste (25.1%) Birokrasi di Indonesia jauh lebih efisien karena hanya menkonsumsi 8.9% dari total GDP. Investment in Fix Capital/ GDP: Indonesia (33,2%) - Timor Leste (13.3%) Investasi barang modal Indonesia juga lebih bagus. Ini penting karena menunjukkan laju kemandirian Industri dalam negeri. Investasi barang modal juga akan mencreate pertumbuhan ekonomi lebih bagus dan menciptakan industri baru. Population Below Poverty Line: Indonesia (11.7%) - Timor Leste (41%) Populasi penduduk dibawah garis kemiskinan 11.7% jauh lebih rendah dari Timor Leste. Artinya kesenjangan ekonomi di Indonesia lebih tipis dibandingkan dengan Timor Leste. Inflation Rate (Consumer Price): Indonesia (4.3%) - Timor Leste (11.8%) Tingkat inflasi yang rendah, tidak saja mencerminkan daya beli yang stabil, tetapi juga stabilitas ekonomi makro. Unemployment Rate: Indonesia (6.1% tahun 2012) - Timor Leste (18.4% tahun 2010). Prosentase pengangguran lebih rendah, mencerminkan dunia usaha yang berkembang cepat menyerap tenaga kerja yang ada. Pengangguran yang tinggi juga mencerminkan ekonomi tidak berjalan dengan sehat. Kesimpulan: Dari data yang lebih komprehensif diatas, jelas menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia lebih moderen dan kuat di banding Timor Leste. Perbandingan yang benar harus apple to apple tidak bisa mencuplik satu bagian minor seolah mewakili perspektif besarnya. Timor Leste bukan pula Singapura. Walaupun kecil Singapura secara historis memang menguasai urat nadi eksport import Indonesia. Letaknya di utara Indonesia yang memang lalu lintas ekonomi terpadat dari Eropa ke timur Jauh, maupun dari India ke Amerika. Tetapi Timor Leste ada di halaman belakang Indonesia. Secara history pun Indonesia bisa berdagang secara langsung dengan Australia dan Selandia Baru tanpa harus lewat Timor Leste. Justru saat ini, walaupun sudah terpisah, Warga Timor Lester masih banyak yang menyusu ke Indonesia, diantaranya dengan menikmati BBM bersubsidi dengan melintas batas. Sangat disayangkan perbandingan itu dibuat oleh pengajar ekonomi. Apa jadinya jika mahasiswanya mempunyai perspektif yang salah jika mendapat informasi yang tidak akurat. Indonesia memang tidak sempurna, tetapi menjelek - jelekan negeri sendiri secara berlebihan tentu tidak elok. Apalagi jika menghalalkan segala cara untuk mencapai popularitas. Cara tercepat untuk menjadi populer adalah menjelekkan pemerintah sendiri. Bersikap seolah bukan bagian dari segala kekisruhan negeri ini. Menunjuk hidung pemerintah dan cuma bisa mengolok ngolok. Negeri ini tidak akan lebih baik dengan hanya mengolok dan mengeluh. Melihat fakta secara komprehensif dan adil. Itulah beda ilmuwan dengan politikus. Ilmuwan boleh salah tetapi tidak boleh bohong. Politikus: mau salah mau bohong yang penting populer. he hee.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H