Â
  Â      Sungai Progo yang memiliki panjang 140 km, menjadikannya sebagai sungai terpanjang di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sungai terpanjang keempat di Jawa Tengah setelah sungai Bengawan Solo, sungai Serayu dan sungai Lusi. Sungai Progo mempunyai 5 hulu yaitu: 1. Gunung Sindoro, 2. Gunung Sumbing, 3. Pegunungan Utara dan Timur Temanggung, 4. Gunung Merbabu dan 5. Gunung Merapi. Sungai Progo bermuara di Samudera Hindia di Kulon Progo. Ada 16 anak sungai atau kali yang memasok air ke sungai Progo:
- Kali Krasak (berhulu di Gunung Merapi)
- Kali Pabelan (berhulu di Gunung Merapi)
- Kali Elo (berhulu di Gunung Merbabu)
- Kali Tinalah (berhulu di Pegunungan Menoreh)
- Kali Bedog (berhulu di Gunung Merapi)
- Kali Blongkeng (berhulu di Gunung Merapi)
- Kali Tangsi (berhulu di Gunung Sumbing)
- Kali Merawu (berhulu di Gunung Sumbing)
- Kali Semawang (berhulu di Gunung Sumbing)
- Kali Kuas (berhulu di Gunung Sumbing)
- Kali Clapar (berhulu di Gunung Sumbing)
- Kali Jambe (berhulu di Gunung Sindoro)
- Kali Kayangan (berhulu di Pegunungan Menoreh
- Kali Murung (berhulu di Pegunungan Kelir)
- Kali Deres
- Kali Belik
(Sumber: https://www.wikipedia.org/sungai progo)
     Bulan September 2024 saya memperoleh kesempatan untuk berkunjung ke kampung halaman kakek dan nenek anak saya di Temanggung, tepatnya di desa Mangunsari kecamatan Ngadirejo. Cerita punya cerita ternyata di kampung halaman kakek dan nenek anak saya mengalir sungai Progo. Jangan dulu membayangkan sungai yang lebar seperti yang mengalir di Daerah Istimewa Yogyakarta karena di tempat ini sungai Progo lebarnya kurang dari 10 meter bahkan ada yang cuma satu meter.
     Sungai ini sangat menarik perhatian saya bukan hanya karena daya tarik fisiknya yang aduhai tetapi juga karena saya punya hobi mancing dan jalan jalan di alam. Sungai dengan airnya yang sangat jernih adalah tempat yang sangat pas untuk berkembangbiak beberapa jenis ikan dari ikan Wader yang terkenal kelezatannya sampai ikan Uceng yang tidak kalah lezatnya dibandingkan dengan ikan Wader. Ada juga ikan Lele lokal, ikan Gabus endemik dan ikan Mujair liar hidup di sungai ini dengan sehatnya. Walau saya belum pernah melihatnya sendiri, seorang warga pernah melihat ikan Sidat, ikan yang mirip belut, dengan ukuran yang lebih besar dari paha orang dewasa.
    Jam tangan saya menujukkan pukul delapan lebih sebelas menit saat saya melangkahkan kaki saya memasuki dinginnya air sungai Progo. Langkah kaki saya langsung disambut oleh anakan ikan Wader yang sangat banyak berenang hilir mudik keluar dari persembunyiannya dibawah lumut halus ke sela sela batu kecil yang terlihat sangat jelas karena air sungai Progo yang hari itu kebetulan sangat jernih. Lumut halus adalah tempat yang tepat untuk bersembunyi anakan ikan wader dari kejaran para predator. Selain itu lumut juga adalah makanan organik yang sangat lezat dan bergizi untuk anakan ikan Wader sehingga mereka akan cepat tumbuh menjadi besar dalam waktu 2 sampai tiga bulan. Ikan wader perlu waktu enam sampai delapan bulan untuk menjadi dewasa dan siap beranak pinak.Â
    Dinginnya air tidak menyurutkan langkah saya untuk terus berjalan ke hulu sambil menikmati suara suara alam dari suara gemerik air sampai kicauan burung yang biasa bertengger di dahan pohon yang tumbuh ditepi sungai. Burung ini memang mengincar ikan ikan kecil yang hidup di sungai ini. Ini alasan mengapa mereka sering terlihat terbang rendah diatas permukaan air sungai dan sesekali menyambar untuk mengambil ikan yang terlihat sangat jelas berenang di dalam air sungai yang sangat jernih.
     Dua bendungan air di sungai ini harus saya lewati dengan hati hati. Bendungan ini dibuat oleh masyarakat untuk menaikan level air sungai Progo untuk mengairi ladang dan sawah warga. Air sungai Progo harus melawati saluran saluran irigasi kecil untuk dapat sampai di ladang mendukung tumbuhnya sayuran sayuran yang ditanam warga.Â
     Tidak terasa sudah satu jam saya menyusuri hulu sungai Progo. Saya memutuskan untuk beristirahat sejenak dengan duduk diatas batu besar yang berdiam kokoh ditengah sungai. Sambil mengatur nafas saya untuk mengembalikan paru paru saya yang terengah engah menarik udara dan meredakan debaran jantung yang kumayan kencang, saya melayangkan pandangan mata saya ke sekitar untuk mengagumi bebatuan dengan berbagai bentuk dan ukuran. Mulai kusadari juga bahwa lewat telinga saya dihibur oleh suara gemericik air sungai yang dengan lincahnya melewati sela sela batu batuan.
     Selagi pikiran saya saya biarkan berkeliaran kesana kemari anak saya mengajak saya sarapan pagi lewat getaran handphone di dalam tas pinggang saya.Â