Gerakan Bali Tolak Reklamasi diinisiasi oleh WALHI Bali untuk membatalkan rencana reklamasi seluas 838 hektar di Teluk Benoa. WALHI bersama sejumlah komunitas yang peduli pada alam dan budaya Bali berkumpul dan membentuk Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi atau biasa disingkat ForBALI. Forum ini fokus menyuarakan penolakan hanya pada isu reklamasi Teluk Benoa.
 Awalnya, gerakan ini hanya diikuti oleh belasan orang melalui aksi protes kepada DPRD Bali dan Gubernur Bali, namun tidak mendapat tanggapan. Gaung gerakan Bali Tolak Reklamasi menjadi semakin terdengar setelah memanfaatkan media sosial Facebook dan Twitter pada Agustus 2013. Dan pada 22 Mei 2014, para aktivis membuat petisi online atas gerakan ini di www.change.org (Galuh, 2016).
Hal yang menarik di sini adalah aktivitas media sosial ini berubah menjadi aksi nyata dengan massa dalam jumlah besar. Aktivitas media sosial bertransformasi ke gerakan nyata pada Selasa, 17 Juni 2014, secara damai dengan melakukan long-march dari lapangan parkir Timur Renon menuju depan Kantor Gubernur Bali. Demonstrasi yang dimobilisasi melalui media sosial ini berhasil mengumpulkan ribuan massa (Galuh, 2016). Dan tidak lama setelah itu, aksi kembali dilakukan pada Jumat, 27 Juni 2014.[2]Â
 Struktur organisasi ForBALI pun terbentuk secara dinamis sesuai kebutuhan gerakan (Lestari, Azhar, dan Mertha, 2019), kecuali koordinatornya yang tidak pernah berubah yakni I Wayan Suardana dan Suriadi Darmoko sebagai koordinator kampanye politik ForBALI. Selain itu, gerakan sosial yang dilakukan ForBALI juga berjalan secara dinamis dan tidak baku sepanjang sesuai strategi yang disepakati. Semua tergantung kesepakatan kolektif dan kebutuhan atas situasi. Selanjutnya, gerakan ForBALI merespon dengan strategi tidak ada timeline yang pasti untuk setiap aksi mereka, tetapi disatu titik tertentu ketika memang dibutuhkan, gerakan ForBALI akan muncul kembali.
 Dilihat dari aspek ideologi dan tujuan, aspek pengelolaan organisasi, aspek aktor gerakan, dan aspek lingkup atau area, gerakan ForBALI ini relevan dengan gerakan sosial baru. Dibalut dengan tujuan melestarikan lingkungan, memobilisasi opini publik dengan berbasis jaringan dan media sosial, dengan menggandeng aktor dari berbagai macam kelas dan golongan, dan dalam lingkup yang bergerak fleksibel, konsisten dengan konteks gerakan sosial baru.
 Keberhasilan gerakan ForBALI ini memberikan kesimpulan bahwa dengan memanfaatkan kemajuan dibidang teknologi informasi dan komunikasi, gerakan sosial baru cukup efektif sebagai kontrol terhadap kekuasaan pemerintah di era pro-demokrasi saat ini.
Catatan Kaki
[1] https://www.forbali.org/id/mengapa-kami-menolak/
[2] Apriando, T. (2014, Juni 29). Menolak reklamasi, menyelamatkan Teluk Benoa. mongabay.co.id.
Daftar Pustaka
Galuh, I. G. A. A. K. (2016). Media Sosial sebagai Strategi Gerakan Bali Tolak Reklamasi. Jurnal Ilmu Komunikasi, 13(1), 73-92.