Pedro dan Guardiola
Baru-baru ini ada tawuran masal di kota saya pasca sebuah pertandingan futsal. Tawuran terjadi antara dua kelompok berbeda asal, yang terlibat dalam babak final sebuah turnamen. Bukan keributan pertama kalinya dalam penyelenggaraan kompetisi semacam ini di daerah manapun.
Agaknya, ada yang salah dengan pengertian semangat bertanding. Dengan mentalitas.
Kita terlalu sering mengasosiasikannya dengan sikap luar. Mental tempe, mental loyo, kurang semangat dan sebagainya. Tak mengherankan jika pertandingan yang semestinya pengendalian diri berbuntut pelampiasan emosi semata. Seolah itulah makna semangat sesungguhnya. Makna kejantanan. Apabila ada sesuatu yang di luar kemampuan, dan terjadi tak sesuai keinginan, maka marahlah! Begitu kan yang dicontohkan oleh kebanyakan pebola? Dari pelaku hingga ke elit-elitnya? Jika ada yang tak sesuai keinginan, buat tandingannya di luar lapangan!
Bukan seperti itu mental sportivitas.
Mental berolahraga semestinya erat dengan menganalisa situasi pertandingan, mengoordinasi gerak tubuh, serta mengkreasi permainan. Semuanya termasuk aktivitas berpikir yang melibatkan otak, untuk mencari dan mengusahakan peluang kemenangan.
Mentalitas juga bukan cuma sikap luar. Ia merupakan tindakan penuh perhitungan yang fokus pada tujuan pertandingan. Atau jangan-jangan banyak yang tak tahu tujuan pertandingannya sendiri? Ambil contoh bagi Barcelona, tujuan pertandingan itu jelas: bermain sesuai filosofi permainan klub dan sepenuhnya bertanggungjawab atas diri sendiri. Inilah mentalitas yang ditanamkan Guardiola kepada El Barca, yang tercermin pada pernyataannya:
Barca tak bisa berharap kejatuhan rival, mereka harus meraih juara dengan usaha sendiri.
Atau pesannya kepada Pedro, kalau lawan melanggar keras salahkan diri sendiri yang terlalu lama membawa bola.
Lalu keengganannya menanggapi kepemimpinan wasit, bukankah dalam sebuah pertandingan selalu ada yang di luar kontrol? Dan semakin seru bila level kesulitannya bertambah? Kalau kemenangan diartikan hanya sebagai angka di papan skor, bukankah cukup jika kita MENANG MELAWAN ANAK SD. Tidak kan?
Kemenangan benar-benar terasa jika menghadapi lawan seimbang yang menguji kemampuan KITA. Catat ini, KEMAMPUAN KITA. Bukan kemampuan wasit, bukan kemampuan rumput, bukan kemampuan lapangan, atau kemampuan suporter beradu jotos.
Melainkan kemampuan kita sendiri.
Dan meski kita gagal meraih kemenangan, sedangkan kemampuan telah sampai batas, saat kita mampu mengambil pelajaran darinya, maka KITA TAK SEPENUHNYA KALAH.
Use your head for your mental strength.
***
P.S. Kunjungi blog utama kami di http://futsalcarabarca.blogspot.com. untuk artikel, tips, dan trik yang lebih lengkap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H