Mohon tunggu...
Futicha Turisqoh
Futicha Turisqoh Mohon Tunggu... -

Seorang pemimpi kelas tinggi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Wabah Berita Hoaks Bisa Merusak Reputasi Guru

9 November 2017   23:46 Diperbarui: 10 November 2017   07:45 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: FUTICHA TURISQOH, S. Pd. I

Apa yang muncul di benak kita begitu mendengar kata hoax? Mungkin akan muncul gambaran tentang sebuah berita yang diviralkan pada sosial media, sudah di-share oleh ribuan orang, lalu ternyata berita tersebut tidak terbukti kebenarannya alias palsu. Contoh kecil saja saat kunjungan Raja Salman ke tanah air. Fl

Foto-foto para pangeran beredar di media sosial. Ribuan warganet pun terbius dan  menggandrungi foto para pangeran yang ganteng luar biasa itu. Namun kemudian muncul kabar lain yang mengatakan bahwa beberapa foto para pangeran itu ternyata tidak benar. Foto-foto ganteng berwajah timur tengah itu belakangan diketahui salah satunya sebagai foto artis beken asal Pakistan.

Menurut Wikipedia, Hoax atau pemberitaan palsu atau fake news adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu. Sang pembuat berita palsu tersebut sadar bahwa berita tersebut memang palsu. Berita yang bersifat satir ataupun parodi juga dianggap sebagai fake news.

Lalu bagaimana dengan korbannya? Orang yang mudah termakan pemberitaan palsu pada umumnya adalah orang yang tidak memiliki informasi yang cukup. Tapi benarkah? Dan mengapa meski sebuah berita secara nyata telah diputuskan palsu, berita tersebut masih bisa terus tersebar luas? Apalagi, menurut penelitian dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2015 yang menjadi korban hoax adalah mereka yang memiliki intelektualitas yang tinggi. 

Di Amerika sendiri, menurut penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center, 23% orang dewasa Amerika terlibat dalam penyebaran berita palsu. Rupanya, di era internet dimana informasi begitu sangat dinamis, ada kebanggaan tersendiri jika menjadi orang pertama yang menyebarkan sebuah berita/informasi baru. 

Apalagi jika informasi tersebut merupakan berita yang benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya. Seperti ada sensasi yang menyenangkan jika menyebarkan berita yang isinya mendukung atau berpihak pada kita atau sesuai dengan opini kita, dan merugikan pihak yang lain (yang berseberangan pandangan politiknya, misalnya). Kita cenderung menerima mentah-mentah dan tidak mencoba mencari tahu dulu tentang kebenaran berita itu.

Bahkan guru pun bisa jadi korban, salah satunya saya sendiri. Ya, saya pernah jadi korban berita hoax karena saya tidak cek and recek dulu sebelum menelusuri kebenarannya, karena saya sudah terlanjur percaya dengan orang yang menyebarkannya, jadi asal share saja. Waktu itu berita yang saya dapat tentang bencana alam di daerah Jawa Tengah, dimana foto-foto yang beredar ternyata hoax. 

Dari share-an saya itulah bermunculan komentar dari para warganet, yang menganggap itu berita hoax. Tentu saja hal itu membuat saya kaget dan malu. Jika sudah begitu, postingan pun segera saya hapus, supaya tidak memakan korban lebih banyak lagi. Dan usut punya usut, yang menyebarkan berita ke saya ternyata juga sama-sama tidak tahu bahwa berita itu hoax. Tentu saja hal itu bisa merusak reputasi saya sebagai guru. Dengan kejadian itu, saya jadi lebih berhati-hati dalam menerima berita.

Kata Hoaxbukan baru muncul belakangan ini. Istilah hoaxsendiri sudah ada sejak lama. Ada yang mengatakan istilah hoax sudah ada sejak tahun 1808, berasal dari bahasa Inggris yang artinya berita bohong atau palsu. Banyak orang yang menganggap kata hoaxberasal dari kata 'hocus' -- diambil dari 'hocus pocus',kata yang sering digunakan para pesulap (semacam sim salabim).

Hoax yang pernah ada dan cukup menggemparkan dunia adalah berita tentang ditemukannya buku harian Hitler tahun 1983, video pembedahan alien di tahun 1995 atau berita kematian artis terkenal (kalau yang ini, sepertinya setiap tahun ada saja). Hoax itu menyebalkan, tapi tidak sedikit orang yang 'menggemarinya' dengan segera menyebarluaskan, apalagi di era seperti sekarang. Media sosial mengambil peran besar dalam penyebaran hoax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun