Mohon tunggu...
Furkan Beko
Furkan Beko Mohon Tunggu... -

LAhir di Woja

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

“Proses Politik Menghancurkan Ciri Khas Masyarakat Desa”

20 Maret 2015   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:22 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah tumbangnya kekuasaan otoriterisme orde baru, sistem politik dan pemerintahan mengalami perubahan yang drastis. Kekuasaan negara tidak lagi bersifat sentralisasi, tapi desentaralisasi. Daerah-daerah memiliki kewenangan yang cukup besar untuk membangun daerah masing-masing demi terciptanya kesejahteraan rakyat didaerah.

Guna menjamin terciptanya kesejahteraan masayarakat sebagai mana yang dicita-citakann, maka mutlak dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan yang lazimya kita sebut sebagai demokratisasi.

Salah satu bentuk implementasi sistem yang demokratis diera reformasi adalah kekuasaan rakyat dalam menentukan pemimpin. Setiap pemimpin dari kepala negara hinga ketua rukun tetangga (RT) dipilih secara langsung oleh rakyat, dan tidak lagi ditentukan oleh sistem perwakilan yang telah terbukti tidak mampu mengakomodir aspirasi rakyat.

Dengan dikemballikannya kekuasaan kepada rakyat maka diharapkan rakyat dapat menentukan dengan sendirinya apa yang terbaik bagi mereka termasuk dalam memilih pemimpin.

Akan tetapi dalam perjalannannya sistem demokrasi khususnya dalam pemilihanumum baik memilih presiden, DPR, gubernur, bupati/walikota hingga kepala desa, kerap kali kita menemukan ketidak jujuran, berbagai macam intrik dan pikiran licik dilakukan hanya untuk mendapatkan suara rakyat dalam pemilihan itu. Semua cara dihalalkan untuk mendapatkan kemenanngan seperti kempanye hitam, penyuapan hingga sumbangan-sumbangan lainnya.

Permasalahannya tidak hanya sampai disana, kita selalu menyaksikan pasca pemilihan selalu menimbulkan bentrokan ditingkat akar rumpun. Baik antara pendukung calon yang menang dengan calon yang kalah.

Padahal yang kita ketahui bahwa negara indonesia memiliki landasan negara yang mencerminkan negara yang menjujung tinggi keadilan,kemanusiaan,persatuan,musyawarah,dan keadilan. Dan nilai ini sering diterapkan oleh masyarakat Desa. Dimana kebiasaan beradaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan, solidaritas dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.

Kegiatan semacam itu sering dilakukan dan digerakan oleh para pengerak baik itu kepala Desa,tokohmasyarakat ,Pemangku adat,dll. kegiatan ini mereka lalukan secara terus menerus, dengan kurun waktu yang lama dan kegiatan yang mereka lakukan untuk menggerakan orang atau masyarakat yang mendiami tempat atau tempat masyarakat tinggal. Kegiatan-kegiatan ini bertjuan menjalin solidaritas antar anggota kelompok.

Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin : Mengatakan bahwa masyarakat Desa adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.

Ciri khas yang dimliki masyarakat Desa agak terganggudengan rentetetan proses politik formal yang terjadi baik ditingkat Desa,Kabupaten atau Provinsi. Banyak masayarakat konflik akibat pemilihan kepala Desa (Pilkades), mereka saling membicarakan dan yang lebih fatal adalah saling mencurigai antar masyarakat. Ada juga yang menjaga jarak untuk tidak berkomunkasi walaupun bertetanggaan. Alasanya, konflik Pilkades, dikarnakan bersebrangan mendukung calon kepala desa.

Permasalahan yang terjadi dalam proses pilkades, bisa kita pastikan setiap ada proses politik maka tatanan sosial diDesa akan goyah. Masyarakat Desa mulai berkompetensi, saling mencurigai, bahkan saling bermusuhan. Jika ada tetangga yang menolak untuk satu suara atau samaan mamlih satu calon, maka permusuhan mulai terjadi. Bahkan orang tua melarang anaknya untuk bermain dengan anak tetangganya yang berbeda aspirasi politik. Mereka saling menuntup diri dengan para tetangga. Rasa curiga mulai muncul dan rasa solidaritas pelan-pelan hilang dari lingkungan mereka.

Hal ini memberikan gambaran bahwa pengaruh pemilu untuk menentukan kepalah desa sangat besar memberikan dampak negatif bagi masyarakat Desa. Contonya Melemahkan rasa solidaritas, kepercayaan antar satu dengan yang lainya,rasa gotong-royong dan saling tolong-menolong yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.

Solusi

Dalam proses politik masyarakat Desa terdapat masalah yang membuat perpolitikan di Indonesia menjadi tidak stabil dan tumbuh tidak sehat. Dan akhir dari masalah politik yang terjadi di indonesia semakin hari semakin kompleks dan seakan akan permasalah tersebut sulit untuk dicarikan jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Permasalah yang dihadapi seperti yang diatas. Diperlukan adanya suatu revolusioner dalam proses politik masyarakat Desa. Dimana perlu adanya pengawasan yang ketat, mengurangi kebiasaan para calon yang berjanji bohong demi ingin memenangkan pilkades, dan menhilangkan budaya para calon yang mendadak memberikan bantuan baik itu berupa matril dan formil yang diturunkan para politisi yang ingin memenangkan dalam pemilu. Dengan adanya revolusi ini diharapkan sproses politik di Indonesia dan ksusunya di Desa dapat sejalan dengan tujuan bangsa dan negara ini.

Hal terpenting dalam memahami kecenderungan buruknya proses politik dalam masyarakat pada umumnya, yakni bagaimana memahami aspek kergaman sosial itu sendiri. Sementara itu dalam konteks pemahaman demokrasi, terletak pada kemampuan masyarakat desa untuk mengelola dengan baik potensi sosial tersebut menjadi semacam modal kultural. Sehingga keragaman sosial itu dapat dijadikan semacam potensi guna memperkuat nilai yang menjadi ciri khas masayarakat desa itu sendiri.

Harapan untuk membangun masyarakat desa yang demokratis,bagaimanapun juga harus dikuasai sebagai unsur pendukung pembaharuan, bukan justru dijadikan sumbermasalah untuk kemudian dijadikan sumber alasan terjadinya konflik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun