Kedua, soal hubungan Prabowo dengan Keluarga Cendana. Atas dasar hubungan ini, Prabowo kerap kali disebut-sebut sebagai antek Orde Baru. Meskipun memiliki kedekatan dengan keluarga Soeharto, Prabowo tak pernah mendapatkan keistimewaan khusus apa pun. Pangkat kemiliterannya, diperoleh karena prestasi-prestasinya saat melakukan operasi-operasi militer demi membela Tanah Air.
Soal fitnah sebagai antek Orde Baru, mungkin kesaksian Fahri Hamzah yang pada saat itu merupakan aktivis 98 dan oposisi Orde Baru, bisa membuktikan bahwa Prabowo adalah sosok yang sangat demokratis dan jauh dari kata otoriter. Prabowo mampu bersikap independent di tengah-tengah kekuasaan Orde Baru.
"Pak Harto sebagai realitas yang kuat, iya, tapi pandangan tentang bagaimana kita melihat masa depan itu dia (Prabowo) bisa menyebutnya secara independent. Dan fakta bahwa dia mengizinkan kebebasan berfikir di kalangan teman-teman, bahkan menciptakan ruang-ruang diskusi yang tajam,"kata Fahri.
Sehingga, bisa dipastikan ketakutan Ade Armando soal kebangkitan Keluarga Cendana adalah ketakutan yang dibuat-buat untuk menggiring opini tentang keburukan Prabowo.
Prabowo pro demokrasi dan pembela NKRIÂ
Ketiga, Prabowo adalah sosok yang demokratis dan berpihak pada pembangunan demokrasi di Indonesia. Salah satu prestasinya sebagai seorang pemimpin adalah kemampuannya melerai polarisasi politik yang tajam pasca Pilpres 2019 yang lalu. Prabowo pernah bercerita tentang kisahnya yang bertemu dengan seorang demonstran muda yang siap mati untuk membelanya di Pilpres 2019 yang lalu.
"Saya datang ke jalan daerah Menteng itu jam 1 malam, tanggal 22, tanggal 22 atau 21,banyak yang kena gas air mata, ada anak 18 tahun lihat saya: 'Pak Prabowo! Pak Prabowo! Kami siap mati untuk Pak Prabowo!' Saya turun langsung," ujar Menhan Prabowo.
"Saya tidak mau kau mati untuk saya. Kau hidup untuk orang tuamu dan untuk bangsa Indonesia'. Kita tidak boleh pecah! Saudara-saudara, siapa yang jadi presiden, siapa yang jadi gubernur, siapa yang jadi bupati, tidak jadi masalah, yang penting bekerja untuk rakyat Indonesia!" sambungnya.
Bagaimana mungkin orang yang punya kepekaan sosial tinggi seperti ini, disebut-sebut sebagai sosok yang kurang stabil secara psikologis? Pernyataan di atas, sekaligus menjawab logika Ade Armando tentang ketidakstabilan emosi Prabowo.
Pasca Pilpres 2019, Prabowo kemudian memilih untuk menerima tawaran Presiden Jokowi, bergabung di kabinet Indonesia Maju. Keputusan berat itu, tentu diterima Prabowo dengan sangat matang. Prabowo ingin bangsa Indonesia tetap bersatu dan tak mau dipecah belah oleh oknum-oknum tertentu. Ia membuktikan Indonesia bisa menjadi contoh negara yang mampu membangun demokrasi yang sehat; demokrasi tanpa kebencian, demokrasi gotong-royong, dan demokrasi berkeadilan. Dengan demikian, jelaslah bahwa Prabowo memiliki komitmen untuk membangun demokrasi yang sehat. Hal ini sekaligus menyanggah logika Ade Armando tentang keberpihakan Prabowo kepada kelompok Pro Khilafah.
Bagaimana mungkin orang yang sudah bertahun-tahun membela dan mempertaruhkan nyawa demi NKRI dinilai berkhinat dan tak memiliki komitmen kepada Pancasila serta dianggap mau membentuk negara Khilafah? Tentu tak masuk akal bukan.