Mohon tunggu...
Zerry Fujo
Zerry Fujo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - My Profile

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ajaran Luhur dalam Honocoroko

3 September 2019   22:25 Diperbarui: 28 Juni 2021   19:00 2066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal Ajaran Luhur dalam Honocoroko (unsplash/nick-agus-arya)

Jawa merupakan peradaban manusia yang luhur dan memiliki tatanan kehidupan lengkap. Selain memiliki adat istiadat kuat, masyarakat Jawa juga memiliki bahasa yang masih dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa tersebut tersusun dari huruf-huruf yang kemudian dikenal dengan Carakan atau aksara Jawa.

Huruf tersebut tak terjadi dengan sendirinya, namun ada sejarah dibalik terciptanya aksara-aksara tersebut. Seperti budaya Jawa lainya yang selalu menyimpan makna, dalam Carakan ini juga memiliki arti yang sarat akan filosofi.

Asal usul riwayat dari aksara Jawa ini berkaitan dengan kisah Aji Saka yang mengabadikan dua abdi setianya yang bernama Dora dan Sembada yang mati bertempur demi memperebutkan pusaka sakti milik Aji Saka. Dora ikut serta bersama Aji Saka, sementara Sembada tetap di tempat menjaga pusaka sakti.

Kedua orang ini melakukan perjalanan ke Kerajaan Medhangkamulan yang dipimpin Prabu Dewata Cengkar demi menghentikan kebiasaannya yang suka makan daging manusia. Pada akhirnya, Aji Saka berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar dan diangkatlah ia menjadi raja di Kerajaan Medhangkamulan.

Baca juga : Wayang Kulit, Budaya Jawa Ditelan Zaman

Sejak saat itu, Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh Aji Saka, seorang raja yang arif dan bijaksana. Tiba-tiba, Aji Saka teringat akan pusaka saktinya dan memerintahkan Dora untuk mengambilnya. Namun Sembada tidak mau memberikan pusaka itu, karena teringat pesan Aji Saka.

Pertarungan sengit antara Dora dan Sembada tak bisa terelakkan. Karena memiliki ilmu sama-sama kuat, maka keduanya tewas secara bersamaan. Aji Saka yang teringat akan pesannya kepada Sembada segera menyusul, namun terlambat karena sesampai di sana kedua abdi yang sangat setia itu sudah tak bernyawa.

Untuk mengenang keduanya, maka Aji Saka mengabadikannya peristiwa tersebut dalam sebuah aksara Jawa.

Baca juga : Budaya Jawa: Mampang Mumpung

Ha Na Ca Ra Ka (Ono utusan = Ada utusan)
Da Ta Sa Wa La (Padha kekerengan = Saling berkelahi)
Pa Da Ja Ya Nya (Padha digdayane = Sama-sama saktinya)
Ma Ga Ba Tha Nga (Padha nyunggi bathange = Saling berpangku saat meninggal)

Dalam masing-masing huruf itu pun masih terkandung makna luhur didalamnya. Nilai-nilai yang terkandung senantiasa mengajarkan manusia untuk selalu ingat akan pencipta dan menjaga keseimbangan hidup antar manusia maupun semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun