"Imagine a machine with a full range of human emotions. Its analytical power will be greater than the collective intelligence of every person in the history of the world." (Johnny Deep -- Transcendence, 2014).
Ingatkah anda pada dialog Johnny Deep yang berperan sebagai Dr. Will Caster dalam film Transcedence? Dialog ini bisa dikatakan sebagai representasi perkembangan kecerdasan buatan di era mendatang. Mari kita coba gambarkan kedepan bagaiman situasi yang akan kita hadapi ketika akhirnya apa yang diciptakan oleh Dr. Will Caster tersebut benar-benar ada di sekitar kita. Misalnya kita saat ini hidup di tahun 2029.
Bayangkan ada beberapa orang yang masih bekerja di kantor yang sama dengan saat ini, anda berangkat kerja seperti rutinitas biasanya. Namun yang berbeda adalah bangunan kantor anda sudah diematkan berbagai sensor dan Internet of Things (IoT), sehingga semua data terkait karyawan diproses oleh Artificial Intelligence (AI). AI ini yang akan membuat keputusan dan memberikan akses pada setiap pengunjung gedung, dan ketika anda menoleh keluar gedung ternyata disekeliling anda sudah terimplementasi yang disebut Smart City, dengan Autonomous Vehicles baik di darat dan udara.
Bukan hanya itu, sekarang mari kita bayangkan ditengah perjalanan, anda akan menemui berbagai sensor yang dapat mengenali anda bukan hanya sebagai pekerja professional, namun juga dapat mengenali kepribadian anda. Semua rekam jejak anda akan terdeteksi, bukan untuk menjatuhkan namun sebagai database bagi bangunan yang akan anda tuju untuk menentukan keputusan apa yang akan diberikan kepada anda ketika berkunjung. Artinya sensor-sensor tersebut akan membantu mengenali potensi setiap pengunjung yang datang.
 Implementasi teknologi dalam setiap jengkal kehidupan dan lingkungan kerja diperkirakan akan dimulai satu dekade mendatang. Sebut saja AI, smart city, IoT serta autonomous vehicle akan ada disekitar lingkungan kerja kita. Lantas bagaimana kita memastikan tidak kehilangan fungsi dan jatidiri sebagai manusia, tetap bekerja sebagai manusia meski dikelilingi teknologi canggih.
Manusia sebagai intiÂ
Sebagai professional nilai yang harus diingat adalah apa yang kita lakukan adalah dimulai sebagai manusia, untuk manusia, dan berakhir dengan manusia. Tak menampik bahwa ada peningkatan jumlah teknologi, proses, dan prosedur, tetapi apa yang kita lakukan selalu dimulai dan diakhiri dengan manusia. Teknologi boleh terus berkembang, inovasi tak pernah bisa dibendung, kecanggihan berdampingan dengan kehidupan manusia, namun yang terpenting adalah bagaimana me-manusia-kan manusia di tengah inovasi teknologi yang semakin canggih.
Pada akhirnya inovasi teknologi ini tentu akan megambil alih sebagian pekerjaan manusia, namun juga akan menciptakan lingkup pekerjaan baru. Inilah pentingnya tetap menempatkan manusia dalam setiap teknologi yang terimplementasi, karena kalau tidak hanya akan menghasilkan bisnis yang buruk.
Batasi kecerdasan buatan dalam teknologi
Berkutat dan mengembangkan teknologi memang bisa menjadi candu yang tak ingin berhenti. Setelah berhasil dengan inovasi teknologi, akan mendorong untuk mengembangkan inovasi teknologi lainnya. Kecerdasan buatan yang memukau harus dibatasi agar fungsi teknologi sebagai alat yang membantu manusia tak berbalik dan mendominasi peran manusia dalam setiap pekerjaan. Kecerdasan buatan tak haram untuk disematkan dalam teknologi, namun tetap harus dalam kontrol manusia. Analoginya adalah sebuah palu yang akan tetap menjadi palu. Hanya karena palu lebih baik mengarahkan paku ke sepotong kayu daripada telapak tangan anda, itu tak berarti bahwa palu dapat mendesain rumah yang sesuai keinginan anda.Â