Mohon tunggu...
Fufut Tri Nur Indah
Fufut Tri Nur Indah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak IPB University

Pemerhati Anak dan Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengulik Pengasuhan Tradisional di Kampung Adat Urug

25 Desember 2024   09:23 Diperbarui: 25 Desember 2024   09:23 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pengasuhan tradisional sudah ada sejak jaman nenek moyang. Demikian pula pengasuhan yang ada di Kampung Adat Urug. Sebagai salah satu kampung adat yang masih eksis hingga sekarang, Kampung Adat Urug yang terletak di Desa Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor ini masih memegang tradisi pengasuhan yang diturunkan dari leluhur. 

Tradisi pengasuhan bahkan sudah dilakukan sebelum bayi lahir seperti adanya selametan nujuh bulanan yakni syukuran saat usia kehamilan ibu antara empat sampai tujuh bulan. Tradisi berupa makan bersama dengan mengundang tetangga. Tujuannya supaya calon bayi dan ibu selamat dan si bayi nantinya tumbuh menjadi anak yang sehat, pintar, dan senantiasa dijauhkan dari marabahaya. 

Saat bayi sudah lahir pun akan ada banyak tradisi seperti syukuran tiga hari, tujuh hari dan empat puluh hari. Ada juga tradisi aqiqah atau sembelih kambing sebagai wujud syukur atas kelahiran bayi. Uniknya tradisi aqiqah di Kampung Adat Urug dilaksanakan disaat kematian, bukan dihari 7,14,21 hari kelahiran anak, melainkan saat tua dan meninggal. 

Terdapat keunikan lainnya yakni dalam pelaksanaan khitan. Anak di Kampung Adat Urug baik anak laki-laki dan perempuan wajib melakukan khitan. Khitan anak laki-laki dilaksanakan dengan memotong bagian kulit yang menutup penis atau kulup. Khitan  anak perempuan dilaksanakan dengan memotong sebagian kecil dari bagian klitoris. 

Dalam pembentukan karakter anak, masyarakat Kampung Urug mengajarkan penggunaan bahasa sesuai konteks siapa orang yang di ajak bicara. Terdapat tiga level bahasa yakni wanoh, sedeng dan lemes. Bahasa wanoh digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih muda, bahasa sedeng digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang seumuran, dan bahasa lemes digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun