Dalam kehidupan ini, manusia diberikan kebebasan sebebas-bebasnya oleh Tuhan untuk memilih mendapatkan kepuasan atau kebahagiaan. Biasanya orang dengan kepuasan tinggi dia tidak bahagia. Contohnya adalah ketika orang makan sangat kenyang, dalam artian ‘puas’, maka dapat dipastikan bahwa dia tidak bahagia karena mengantuk dan tidak produktif. Padahal orang akan merasa bahagia jika ia produktif dan jika konsumtif, maka dia akan puas tapi tidak bahagia.
Menurut saya, kepuasan dan kebahagiaan adalah dua sisi yang saling bertolak belakang sebagaimana uang logam. Contohnya adalah orang yang mencari uang dengan cara yang tidak jujur. Maka kemungkinan besar ia bisa meraihnya, punya uang banyak dan menjadi kaya; namun saya berani memastikan bahwa hatinya tidak bahagia dan rasa bersalah akan menghantui dan memberatkan hidupnya. Kemudian orang yang sedang puasa, meskipun dia lapar (tidak puas) tetapi hatinya bahagia. Sekali lagi, meskipun secara materi ia tidak kekurangan alias puas, tapi jiwanya tidak akan bahagia.
Cukup banyak orang yang pengamat temui dalam kehidupan ini, yang mengorbankan kebahagiaannya untuk mencari kepuasan. Kembali lagi sebagaimana di awal, bahwa manusia punya kebebasan memilih kebahagiaan atau kepuasan dan tidak seorangpun berhak mengadilinya. Intinya kalau ingin bahagia jangan terlalu menuruti kepuasan, jika anda memilih kepuasan, konsekuensinya adalah ketidak bahagiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H