Mohon tunggu...
Anak Alam
Anak Alam Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

di dunia ini aku hanya ingin bahagia dg cara yang tidak salah . .

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengaktualisasikan Potensi Tertinggi (Fitrah) dengan Melepaskan Belenggu Perasaan dan Nafsu ‎‎(Hasrat)‎

1 Desember 2013   15:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Itulah yang menjadi tema kuliah tamu pada hari Sabtu, 30 Nopember 2013 yang bertempat di STAIN ‎Kediri. Dengan narasumber Dr. Hendro S,Psi Psikolog yakni Dosen Universitas Guna Darma Jakarta. ‎Acara ini digelar oleh Jurusan Ushuludin Prodi Akhlak & Tasawuf STAIN Kediri. Barangkali karena ‎adanya relevansi antara program studi tersebut dengan teori yang tengah digeluti oleh Bapak Hendro ‎yakni “Psikologi Transpersoal”. ‎


Transpersonal berarti melampaui pribadi manusia. Menurut hemat penulis, teori ini banyak mengadopsi ‎doktrin-doktrin agama sebagai komponennya. Semisal dalam budha dikatakan bahwa manusia akan ‎selalu menderita jika dalam tindakan hidupnya bergantung pada keinginan, hasrat dan nafsu. Maka teori ‎transpersonal mengatakan bahwa potensi tertinggi manusia yang dinamakan fitrah akan tertutup. ‎
Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk melatih diri agar mampu melepaskan belenggu-belenggu ‎keinginan yang ada dalam diri seseorang. Bahkan Dr. Hendro sendiri mengaku sejak 2003 lalu telah ‎memulai latihan dan belum tuntas hingga sekarang. Beliau mengakui salah satu perasaan yang pernah ‎membelenggunya adalah setiap beliau menjumpai orang yang popoler, beliau selalu ingin memaki-maki ‎dan memarahinya meskipun beliau sadar bahwa orang populer tersebut tidak melakukan kesalahan ‎padanya. ‎
Setelah dilakukan terapi, akhirnya beliau menemukan kejadian yang menjadi penyebab sikap benci pada ‎orang-orang populer tersebut. Jadi Pak Hendro sejak SD hingga SMP selalu disuruh tidur siang oleh ‎orang tuanya. Sehingga kurang mendapatkan kelompok bermain saat SD dan kebiasaan itu terbawa ‎hingga di bangku SMP. Menduduki bangku SMA beliau dihadapkan pada exschool yang banyak ‎beraneka ragam. Beliau mengikuti banyak exschool tersebut mulai dari basket, seni rupa, dan lain-lain. ‎Hingga pada suatu waktu beliau menjadi seorang yang populer. Karena menjadi populer, banyak lawan ‎jenis yang suka. Intinya beliau mengisahkan bahwa saat menjadi populer, beliau juga menghadapi ‎banyak konflik. Sehingga beliau membenci dirinya sendiri. Karena selama menjadi seorang yang belum ‎populer, konflik yang dihadapi tidaklah sebanyak ketika popularitas ia dapatkan. Hal ini menjadikan ‎setiap berhadapan dengan orang populer, beliau seperti berkaca melihat bayangan kepribadiannya ‎sendiri yang ia benci.‎
Menurutnya ada tiga sikap yang bisa diambil dalam menghadapi perasaan. Yakni dengan cara ‎menekannya, mengekspresikannya, dan melepaskannya. Dan yang terbaik adalah dengan ‎melepaskannya. Terapi ini bisa dilakukan dengan cara sederhana sebagai berikut:‎
‎1.‎ Duduk yang tenang dan bernafaslah yang dalam hingga ke perut. Bayangkan anda ‎menggelembungkan balon diperut anda dan lepaskanlah pelan-pelan. Lakukan teknik pernafasan ‎ini hingga terapi selesai.‎
‎2.‎ Perlahan pejamkanlah mata anda dan hadirkanlah kembali kejadian dan perasaan yang ingin ‎anda hilangkan. (Misalnya dalam contoh diatas, maka bayangkanlah bahwa anda menjumpai ‎seorang yang populer, kemudian rasakan bahwa anda marah dan ingin memaki-makinya). Dan ‎terimalah perasaan sakit itu dengan sepenuh hati.‎
‎3.‎ Tanyakan pada diri anda sendiri “Apakah anda bersedia melepaskan perasaan ini?” ‎dengarkanlah suara hati anda. Ulangi terus pertanyaan ini hingga hati anda bersuara “Ya atau ‎Ya, bersedia”. ‎
‎4.‎ Selanjutnya tanyakan lagi “Apakah anda mampu melepaskan perasaan ini?”. Ulangi pertanyaan ‎bila perlu hingga hati anda menjawab “Ya”. Kapan? “Sekarang”.‎
Demikianlah latihan ringan untuk menghilangkan perasaan-perasaan yang membelenggu fitrah kita. ‎Perasaan yang memblokir daya potensi pada diri manusia.‎

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun