Mohon tunggu...
Fuad Saputra
Fuad Saputra Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa cum Jurnalis

Mahasiswa Universitas Negeri Malang. Alumnus Pesantren Imam Syafi'i, Aceh Besar, Aceh. Asal Bireuen Aceh.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Sepak Bola Indonesia yang Selalu Berkubang Dalam Darah

2 Oktober 2018   11:19 Diperbarui: 3 Oktober 2018   13:11 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Haringga Sirla berpulang. The Jak loyalis yang selalu mendukung Persija dimanapun, tapi atas nama fanatisme buta ia harus mati ditempat seharusnya bahu saling merangkul, bernyanyi dan menikmati pertandingan. Tapi takdir berkata lain. Sepakbola Indonesia kembali berduka.

Dalam tahun ini saja 17 suporter harus tewas. Bahkan menurut Save Our Soccer, sejak tahun 2001 total ada 41 korban tewas akibat bentrok suporter. Angka yang tidak sedikit.

Sepakbola Indonesia selalu dihantui masalah laten. Fanatisme selalu berada di jalan yang salah, gesekan-gesekan yang terjadi antar kelompok suporter seolah tidak bisa diatasi. Bahkan hanya di Indonesia pemain sepakbola diantar ke stadion menggunakan mobil rintis barracuda.

Pemangku kebijakan termasuk dewan klub dan (juga tentunya) PSSI seolah abai terhadap hal ini, ujaran kebencian dan warisan dendam antar generasi suporter teru terjadi. Banner-banner berisi kata makian sering kali terpampang di tribun-tribun stadion yang tidak jarang ikut tersorot kamera televisi. Hal ini secara tidak langsung turut menyemai bibit buruk yang terus tumbuh dan besar dikemudian hari.

PSSI setiap tahun seperti tidak melakukan apa-apa. ketika terjadi tragedi kita cuma disibukan dengan ucapan belasungkawa, menghenti liga sejenak lalu tragedi itu terlupa hingga terulang kembali.

Pihak klub juga dari kelompok suporter harus ikut berbenah, jangan biarkan kebencian terus terjaga di dunia sepakbola Indonesia. Fanatisme suporter tidak dipungkiri menjadi kelaziman, tapi ada batasan jangan sampai keblablasan.

Terakhir nyawa manusia terlalu receh di ditukar dengan fanatisme sepakbola. Saat ini jangan menyalahkan siapapun, tapi tentu kejahatan yang terjadi harus diusut hingga tuntas sehingga keluarga dan korban juga mendapat keadilan dihadapan hukum. Mari berbenah, memperbaiki sepakbola Indonesia.

Tapi jika tidak, Indonesia tidak butuh lagi sepakbola. Bagi saya (juga mungkin anda) dalam keadaan bagaimanapun nyawa tetap jauh lebih berharga dibanding sepakbola. Lebih baik Indonesia hidup tanpa liga sepakbola. Salam duka dari penikmat sepakbola.

#RIPHaringga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun