pendidikan dan ilmu pengetahuan juga mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik di tataran Dunia (Internasional) dan tingkat lokal (Nasional). Namun disisi lain perkembangan globalisasi dan teknologi ini juga menjadikan sebuah ancaman yang begitu besar bagi kalangan Pemikir dan para Ilmuan, terkhusus bagi kalangan ilmuan Muslim.
Globalisasi dan Teknologi yang terus berkembang membawa perubahan signifikan dalam kehidupan setiap negara, masyarakat, serta elemen-elemen yang ada di dalamnya. Takterkecuali bidangPerkembangan iptek yang didominasi oleh dunia Barat bersifatnya liberal sekuler serta rasionaliamw menjadikan dampak buruk yang akan mempengaruhi kehidupan ilmu pengetahuan Muslim (Timur). Hal ini lah, yang menjadikan awalmu keresahan bagi kalangan ilmuan Muslim dengan merseponnya, melalui ide gagasan guna meluruskan kembali keilmuan-keilmuan Timur, ataupun dengan berupaya untuk mengintegrasikan, maupun mengislamkan ilmu-ilmu yang berasal dari Barat. Seperti halnya, upaya Islamisasi ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh beberapa tokoh ilmuan Muslim seperti; Muhammad Iqbal, Ismail Rajif Al-Faruqi, Syed Hossein Nasr, Syed Muhammad Naquib Al-Attas, dan lainnya.
Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini terus-menerus menjadi kajian yang hangat terutama dari kalangan ilmuan Muslim, sebagai mana dalam tulisan ini akan membahas mengenai gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan yang dilakukan ilmuan Muslim Malaysia Syed Muhammad Naquib Al-Attas.
A. Biografi Syed M. N. Al-Attas
Syed Muhammad Naquib Ibnu Ali bin Abdullah Ibnu Muhsin Al-Attas, sosok cendekiawan Muslim kelahiran Bogor Indonesia pada tanggal 5 September 1931 M. Yang merupakan keturunan Nabi Muhammad melalui silsilah Sayyid dari Ba'Awali dari Hadramaut hingga sampai ke Imam Husain, cucu Nabi SAW. al-Attas lahir dari keluarga cendekiawan yang memiliki pengaruh besar dikalangan umat Muslim. Ayahnya bernama Syed Ali Al-Attas yang berasal dari Johor Malaysia, sedangkan kakek dari pihak ayah bernama Syed Abdullah ibn Muhsin ibn Muhammad Al-Attas yang merupakan Wali, yang memiliki pengaruh besar di Indonesia dan Arab. Dari pihak ibunya Syarifah Raquan Al-'Aydarus, ia masih berketurunan dari ningrat Sunda di Sukapura.
Meskipun ia lahir di Indonesia, namun al-Attas lebih banyak Menetap dan menghabiskan akademiknya di Malaysia. Semasa hidupnya al-Attas banyak menulis karya berupa buku dan monograf sebanyak 26 dan artikel sejumlah 400. Diantaranya adalah The Correct Date of the Terengganu Inscription, Museum Departemen, Kuala lumpur, 1972, Rangkaian Ruba'iyat, Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), Kuala Lumpur, 1959, dan masih banyak lagi. Selain itu al-Attas juga merupakan salah satu pelopor pendiri International Institute Of Islamic Thought and  Civilization (ISTAC) sekaligus menjadi rektor pertama sejak 1987.
B. Dasar Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Al-Attas
Jika mendengar istilah Islamisasi ilmu pengetahuan tentunya akan menimbulkan sebuah kesan pertanyaan, apa yang dimaksud dengan Islamisasi ilmu pengetahuan itu? Lalu apakah ada ilmu pengetahuan yang tidak Islam? Lantas kenapa harus diislamkan?. Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan sebuah upaya peleraian permasalahan yang muncul karena adanya pertemuan Islam dan sains modern, atau juga diartikan sebagai gerakan pembebasan ilmu pengetahuan yang berasal dari asumsi Barat terhadap realita dan kemudian di ganti dengan worldview Islam. Sebetulnya proyek ini sudah ada sejak berabad-abad tahun yang lalu, namun gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan kembali mulai di ulas oleh al-Attas pada kesempatan Konferensi Dunia Pendidikan Islam I di Makkah tahun 1977. Atas dasar responya terhadap terhadap sekulerisme dan modernisme yang mengguncang dunia Islam.
Sebagai orang pertama kali yang mengupas dan menegaskan petingya Islamisasi pendidikan, sains, dan ilmu, al-Attas menganggap Ilmu pengetahuan telah kehilangan tujuan, bahwa ilmu pengetahuan yang ada pada saat ini merupakan hasil dari kebingungan skeptisisme yang meletakkan keraguan dan spekulasi sejajar dengan metodologi ilmiah dan menjadikannya sebagai alat epistemologi yang benar dalam menggali kebenaran. Selain itu ilmu pengetahuan era modern secara utuh dibangun melalui pandangan Barat, baik melalui visi intelektual, psikologi, peradaban dan kebudayaan Barat. Hal inilah, yang kemudian dapat mengakibatkan permasalahan deislamisasi dalam pikiran kalangan Islam.
Berangkat dari asumsi inilah yang kemudian al-Attas mengajukan kembali tentang gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Dalam pandangan al-Attas proses Islamisasi ilmu pengetahuan diartikan sebagai "proses pembebasan manusia dari tradisi mitologi, magis, animistik, budaya yang bertentangan dengan Islam dari paham sekularisme terhadap pemikiran dan bahasa. Dalam proses mengislamkan ilmu ilmu pengetahuan tersebut, al-Attas menawarkan dua tahapan yang perlu dilakukan, antaranya; Pertama, melakukan pemisahan antara konsep dan elemen berupa kebudayaan dan peradaban Barat lalu mengganti dengan Islam. Kedua, mengintegrasikan elemen Islam dan konsep kata kunci kedalam setiap cabang ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini.
Menurut hemat penulis bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan ini merupakan gagasan yang menarik dan harus juga direalisasikan dalam bentuk nyata didalam sebuah tataran pendidikan, gagasan ini juga akan melahirkan sebuah ilmu-ilmu baru yang memiliki corak khas Islam. Selain itu Islamisasi akan melahirkan sebuah pembharuan antara ilmu dan Islam yang akan menjadi satu-kesatuan yang tidak dapat terpisahkan (Integrasi), yang mana integrasi antar ilmu ini, dibangun atas dasar landasan filososfi ontologis, epistemologi, dan aksiologi Islam.