Genap tiga tahun aku tidak pernah bertemu denganmu. Jangankan melihat wajahmu, membaca statusmu di sosial media saja tidak pernah. Aku merindukanmu, kata-kata itu klasik. Tapi itulah kenyataanya.
Selama tiga tahun kita berpisah, selama itu juga aku tidak pernah bertemu dengan pelangi. Sebuah fenomena alam yang selalu menjadi favoritmu. Sesuatu yang selalu kamu cari dikala gerimis usai.
Dulu aku selalu menertawai tingkahmu ketika gerimis, tergopoh-gopoh mencari-cari lengkungan dengan 7 warna alami itu. Sekarang akupun sama, aku selalu tergopoh-gopoh mencari pelangi ketika gerimis tiba. Namun ia tak kunjung datang.Kehilanganmu dan kehilangan pelangi membuat aku seperti duda yang ditinggal mati dua istri.
Rasanya aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Sesederhana butir air membiaskan cahaya matahari namun mampu membentuk lengkung warna yang indah. Lengkung warna yang selalu membuatmu mencarinya lagi lagi dan lagi, yang selalu membuatmu kembali dan menyandarkan semua sedu sedanmu padanya. Lengkung warna yang selalu membuatmu menyandarkan bahumu padaku.
Aku selalu menunggu pelangi itu datang. Bertemu dengannya sama halnya dengan bertemu denganmu. Karena setiap kali aku melihat pelangi, maka aku yakin kamu disana, melihat pelangi yang sama denganku. Hanya pelangi itu yang mampu mempertemukan kita, mempertemukan perbedaan yang selalu memberi ruang diantara kita.
Entah apa yang membuatmu begitu nyaman dengan pelangi. Warna nya kah, lengkungannya kah, atau kedatangannya. Yang terakhir itu mungkin lebih mendekati. Sesuatu yang datang mengejutkan akan selalu dirindukan. Seperti halnya pelangi yang tidak pernah diduga kapan datangnya. Wajar rasanya jika hari ini aku merindukanmu. Kamu selalu membuat kejutan, karena itu kamu begitu dirindukan.
Aku merindukan untuk melihat pelangi bersama. Kebersamaan yang tanpa beban, karena disaat kita melihatnya kita selalu memiliki detik demi detik yang kita lewati. Detik yang selalu membuat kita menjadi inti di dalamnya dan tak pernah peduli apa yang terjadi pada detik berikutnya. Sayangnya pelangi tak pernah berlama-lama, ia meluruh secepat usainya gerimis. Bahkan terkadang ia menghilang sebelum kita selesai menghela napas.
Aku ingin menjadi sepertinya. Aku ingin selalu membuatmu mencariku lagi lagi dan lagi,membuatmu kembali dan dengan nyaman menyandarkan sedu sedanmu, di bahuku. Sehingga kamu tak perlu menunggu gerimis datang. Dan kita dapat saling berbicara tanpa khawatir bajumu, jaketmu, kaca matamu dibasahi oleh butir-butir gerimis. Hanya kamu dan aku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H