Hari pertama di kampung, tepatnya hari ke 26 ramadan, saya sudah sampai di kebumen, kampung halamanku. Perjalanan mudik selama 10 jam nan penat pun terbayar sudah. Mulai menghirup udara persawahan di sekitar rumah orang tuaku, segar sekali.. , seakan tak ada sedikitpun polutan yang mengkontaminasinya, seakan tak ada modernisasi dan industrialisasi yang masuk ke sana.
Barangkali hanya dua atau tiga kali dalam setahun saya bisa menikmati segarnya udara persawahan di kampungku. Ya, sejak empat tahun lalu, saya sudah mulai merantau ke daerah industri di sekitar ibukota Jakarta. Begitu lulus SMA, karena masalah ekonomi, membuat saya harus bekerja. Sebenarnya saya pun tidak ingin meninggalkan orang tua dan saudara di kampung, tetapi karena di kampung tidak ada lapangan pekerjaan, dan orang tuaku pun bukan termasuk orang yang mempunyai banyak sawah untuk di garap, saya memutuskan untuk merantau untuk bekerja dan melanjutkan pendidikan di sana. Itulah alasan utama saya, dan mungkin ratusan teman teman saya dari kebumen, untuk merantau ke daerah lain, di mana ada lapangan pekerjaan, di daerah industri, penyangga ibukota.
Sebenarnya saya cukup prihatin melihat fenomena urbanisasi dari kampung saya ini. Dari tahun ketahun, lulusan lulusan SMA dan SMK yang tidak melanjutkan studinya, 80% dipastikan pergi merantau untuk bekerja. Yang paling banyak pergi ke Jakarta dan sekitarnya, seperti Bekasi, Tangerang, Cikarang, Karawang, dan Bogor. Begitupula yang melanjutkan studinya ke tingkat universitas. Dipastikan mereka mengambil pendidikannnya di kota kota lain, Jogja, Semarang, Surakarta, Bandung, Jakarta dan Bogor. Hanya beberapa persen saja yang melanjutkan pendidikan universitasnya di kebumen dan sekitarnya. Setelah lulus pun kebanyakan akan bekerja di perusahaan perusahaan besar di tempat lain. Barangkali hanya lulusan yang mengambil jurusan pendidikan saja yang akan bertahan di kampung, selebihnya akan pergi ke kota kota lain. Ditempat saya bekerja, saya sempat kaget ketika diadakan pendataan karyawan yang akan mudik ke kampung halamannya, terutama yang menggunakan sepeda motor. Dari data itu, jumlah karyawan yang akan mudik menggunakan sepeda motor paling banyak adalah tujuan Kebumen, dibandingkan daerah daerah lain di jawa tengah dan jawa timur. Hal ini semakin memperkuat asumsi saya bahwa sebagian besar generasi muda dari kebumen pergi merantau ke daerah lain.
Bisa anda bayangkan, seperti apa suasana kampung saya sehari-hari selainlibur hari raya dan tahun baru, dipastikan sebagian besar hanya ada anak-anak sekolah dan orang-orang tua yang bekerja di sawah. Mata pencaharian yang lain di kampung ini seakan mengalami kesulitan untuk hidup. Daya beli masyarakat yang sebagian basar petani masih cukup rendah, sehingga sektor perdagangan pun tidak bisa diandalkan. Hanya beberapa warung rumahan yang menjual barang barang kebutuhan sehari hari yang masih bisa bertahan, itupun kecil kecilan. Sektor perdagangan yang bisa berjalan hanya ada di daerah daerah yang dilalui jalan provinsi, serta daerah daerah yang terdapat beberapa pasar tradisional. Sektor pertanian yang menjadi mayoritas mata pencaharian di kampung ini pun masih begitu konvensional, belum ada ide ide kreatif dan inovasi inovasi untuk menuju pertanian yang lebih modern dan terencanakan dengan baik.
Sebenarnya ada sedikit keinginan, atau barangkali cuma sebatas angan angan, untuk kembali ke kampungku dan membuat perubahan perubahan kecil yang bermanfaat. Tentunya ini akan sangat bergantung pada generasi mudanya. Yang sudah bekerja dan mempunyai modal, yang sudah selesai mengenyam pendidikan dan mempunyai skill, akan sangat berguna jika dimanfaatkan untuk kemajuan kampung ini. Di sektor pertanian, intensifikasi pertanian masih sangat mungkin dilakukan, begitupula dengan diversifikasi hasil pertanian. Tentunya, beberapa faktor lain yang menunjang, seperti irigasi serta pengetahuan para petaninya perlu ditingkatkan terlebih dahulu. Disinilah kita membutuhkan generasi muda yang kreatif, inovatif, dan mempunyai pengetahuan serta modal yang cukup. Bidang peternakan dan perikanan pun belum ada yang menyentuh. Padahal, dua bidang ini jika dilakukan dengan benar akan sangat membantu menggerakkan ekonomi serta meningkatkan konsumsi gizi masyarakat. DI sektor pariwisata, kabupaten kebumen mempunyai potensi wisata di sepanjang garis pantainya yang sampai saat ini belum dikelola secara serius, hanya pada event event tertentu saja pantai ini mendapatkan perhatian. Padahal jika dikelola dengan serius, bisa jadi akan seramai parangtritis, pangandaran ataupun pelabuhan ratu, yang akan berimbas pada terbukanya sumber penghasilan bagi masyarakat di sekitarnya serta pendapatan bagi daerah. Di daerah pegunungannya pun Kebumen mempunyai daerah daerah yang potensial, seperti waduk wadaslintang, waduk sempor, goa jatijajar, serta museum geologi di karang sambung.
Semoga harapan harapan tersebut tidak akan berakhir di tulisan ini saja. Semoga generasi generasi muda dari kabupaten kebumen ini bisa segera berkontribusi membangun dan memajukan kampung halamannya. Boleh saja merantau dan menempuh pendidikan di tempat lain, tetapi hasilnya haruslah menjadi sumbangsih untuk kemajuan kampung halamannya. Semoga….
Kebumen, hari keempat lebaran……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H