Semua orang pasti pernah merasakan jatuh cinta. Entah itu di masa muda, remaja, bahkan tua sekalipun. Namun, kebanyakan rasa jatuh cinta dialami pada masa remaja, karena pada masa remaja gejolak perubahan hormon mulai terjadi. Cinta adalah perpaduan antara kasih dan sayang. Cinta adalah tentang apa yang bisa di berikan, bukan tentang apa yang bisa didapatkan. Cinta dimasa remaja bisa dibilang sebagai cinta monyet belaka. Sebab, cinta monyet merupakan cinta pencarian, cinta dalam proses untuk menemukan cinta yang sebenarnya.Â
Banyak sekali para remaja yang keliru menafsirkan apa itu cinta. Mereka beranggapan jika sudah pada tahap jatuh cinta dengan seseorang "pacaran" maka orang tersebut seperti terikat oleh perjanjian tidak tertulis yang mengharuskan harus saling memahami satu sama lain.
Berbicara tentang cinta dimasa remaja, banyak orang sudah menganggap bahwa mereka sedang dalam proses jatuh cinta, padahal justru sebaliknya. Cinta yang dijalani oleh insan tersebut merupakan cinta yang palsu atau lebih sering disebut sebagai obsesi. Obsessive Love Disorder (OLD), yakni kondisi saat seseorang terobsesi pada orang yang mereka cintai. Obsesi itu membuat mereka merasa selalu ingin melindungi orang yang dicintai, sehingga merasa memiliki kendali atas pasangannya. Namun, gejala ini tidak termasuk dalam golongan gangguan kejiwaan. Terkadang mereka tidak sadar bahwa sebenarnya perasaan yang dijalani merupakan obsesi semata. Obsesi yang terlalu mendalam tersebut akan mengakibatkan menjadi posesif dan mengontrol kehidupan pasangan secara berlebihan.
Susan Forward dan Craig Buck dalam buku berjudul Obsessive Love: When It Hurts Too Much To Let Go (1991:9)Â mengatakan obsesi terhadap pasangan tidak muncul secara instan. Biasanya, di awal hubungan, dua sejoli masih dimabuk asmara, asyik wira-wiri sebagai "pasangan baru", hingga terlena dan tak bisa mengatasinya. Selain itu, perasaan obsesi terhadap pasangan juga diakibatkan karena trauma masa lalu, misalnya perselingkuhan.Â
Orang-orang yang obsesi selalu merasa khawatir jika perasaan mereka nantinya akan dikhianati oleh pasangannya. Rasa kesepian yang mendalam juga menjadikan seseorang memiliki perasaan obsesi yang tinggi kepada pasangannya, apalagi orang tersebut sangat perhatian kepadanya. Orang yang obsesi akan berfikir jika dia telah menemukan bagian yang hilang didalam dirinya.
Dalam pandangannya mengenai seni mencintai, Erich Fromm seorang psikoanalis menyampaikan: Cinta yang masih kanak-kanak mengatakan "Aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu". Sedangkan cinta yang sudah dewasa mengatakan "Aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu". Maksud dari kalimat "Aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu" adalah cinta yang belum matang. Hanya menggantungkan kebutuhan dan kebahagiaan pada orang yang dicintai. Seseorang yang mencintai dengan cara ini selalu menuntut orang yang dicintainya untuk memuaskan ego dirinya sendiri, menganggap bahwa kehidupan orang yang dicintainya menjadi sepenuhnya miliknya. Orang tersebut cenderung tidak memberikan kebebasan terhadap pasangannya, dia akan selalu mengekang  karena takut jika kehilangan dan merasa paham tentang apa yang terbaik bagi pasangannya tersebut. Cinta yang seperti ini  bukan cinta yang sesungguhnya, melainkan obsesi yang membuat hubungan menjadi tidak sehat dan merugikan salah satu pasangan.
Sedangkan cinta yang sudah matang akan mengatakan "Aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu". Seseorang yang mencintai seperti ini sudah paham terhadap dirinya sendiri dan juga pasangannya, cenderung tidak egois dan tidak berfikir kalau kebahagiannya hanya tertuju kepada orang yang dicintainya. Orang yang seperti ini lebih memahami bahwa tanggung jawab tentang kebahagiaan ada pada dirinya sendiri, bukan orang lain. Cinta apabila dijalani dengan matang seperti ini tidak akan mudah pupus walaupun dihadapkan dengan hal-hal yang kurang disukai.Â
Terdapat kesadaran bahwa orang yang dicintai juga sama manusia yang memiliki pikiran, jalan hidup, dan proses masing-masing, sehingga lebih mendukung orang yang dicintai untuk mandiri dan memberikan kebebasan tentang apa itu kehidupan. Seperti inilah yang disebut dengan cinta yang sesungguhnya, mereka saling memahami satu sama lain bukan malah harus memahami satu pasangan saja. Cinta ketulusan seperti ini, apabila mungkin gagal dan dikecewakan, maka ia akan tegar menerima keadaan yang sebenarnya, merelakannya dalam kesepian malam, dan tetap fokus dalam menjalani kehidupan seperti biasanya. Sebab, ketulusan dalam mencintai bukan hanya sekadar tentang memberikan kebahagian semata, namun juga menerima keterbukaan dalam menerima takdir yang dihadapi.
Penting sekali bisa membedakan antara cinta dan obsesi karena akan sangat berpengaruh terhadap kualitas hubungan tersebut. Cinta yang dilandasi obsesi biasanya tidak bertahan lama karena salah satu pasangan akan merasa harus selalu memahami orang yang dicintainya. Orang yang obsesi akan sulit menghargai privacy pasangan dan cenderung cemburu berlebihan, serta akan sulit berkonsentrasi karena sering terpikir tentang pasangannya. Sementara cinta yang sesungguhnya, mampu menghormati privacy dan keputusan pasangan, serta bisa menghargai pendapat pasangan satu sama lain.Â
Obsesi itu rumit, namun bukan berati tidak bisa disembuhkan atau dihilangkan. Ketika muncul obsesi, pasangan kekasih harus saling bicara hingga bisa memahami bahwa hubungan yang baik akan membiarkan setiap pihak dalam hubungan untuk punya ruangnya masing-masing. Meski dimabuk cinta terhadap kekasih, masing-masing pihak mesti punya ruang sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H