Dalam hal ini sains bukanlah satu-satunya perangkat yang dapat mengatasi seluruh problem termasuk pandemi. Bahkan bisa jadi, pandemi yang tidak kunjung mereda ini merupakan peringatan pada manusia modern yang terlalu bangga dengan kekuatan sains, sehingga melupakan dimensi spritualitas.
Perspektif Spritualitas Islam
Islam mengajarkan konsep ikhtiar sekaligus konsep tawakal, seperti firman Allah SWT yang termaktub dalam Q.S Al-Baqarah: 195 dan Q.S At-Taubah: 51. Implementasi dari dua ajaran Islam tersebut yakni ikhtiar dan tawakkal dipengaruhi oleh pandangan teologis seseorang.
Bagi seseorang yang menganut aliran “Ahlussunnah Waljama’ah” akan menganut prinsip Tawaazun (keseimbangan) antara ikhtiar dan tawakkal. Keduanya harus berjalan beriringan.
Dalam berikhtiar, ada yang sifatnya dhohir dalam hal ini pendekatan saintifik, seperti pengadaan vaksin, social and physical distancing dan yang lainnya. Tetapi ada juga ikhtiar yang bersifat batin dalam hal ini menggunakan pendekatan spritualitas, seperti berdo’a baik sendiri maupun bersama, berdzikir dan melakukan upaya-upaya penolak bencana.
Ketika dua bentuk ikhtiar (sains dan spritual) memang terlihat kontradiktif, maka tidak boleh dibiarkan antara keduanya untuk saling meniadakan. Contoh sederhana ketika pertimbangan para ahli sains dan kesehatan menganjurkan untuk jaga jarak fisik dan menghindari kerumunan jangan lantas melarang orang untuk beribadah ke rumah peribadatan, apalagi menuduh mereka sebagai orang yang sombong dalam beragama.
Yang seharusnya dilakukan adalah biarkan mereka tetap beribadah ke rumah peribadatan dan berdo’a semoga pandemi cepat berlalu dengan tetap memenuhi standar protokol kesehatan.
Oleh : Fuad Ashari